Bertahlil: Mengukuhkan Iman, Mendoakan Sesama, dan Meraih Ketenangan Hati

1. Definisi dan Sejarah Bertahlil

Secara etimologi, kata "tahlil" berasal dari bahasa Arab, yaitu هَلَّلَ - يُهَلِّلُ - تَهْلِيْلًا (hallala - yuhallilu - tahliilan), yang berarti mengucapkan kalimat لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ (Lā ilāha illallāh), artinya "Tiada Tuhan selain Allah". Kalimat ini dikenal sebagai kalimat tauhid, pondasi utama keimanan dalam Islam.

Dalam konteks praktik keagamaan di Indonesia dan beberapa wilayah Muslim lainnya, bertahlil merujuk pada sebuah rangkaian acara zikir bersama yang di dalamnya dibacakan surat-surat pendek Al-Qur'an, ayat-ayat pilihan, kalimat-kalimat tayyibah (seperti tasbih, tahmid, takbir, tahlil), shalawat, dan ditutup dengan doa. Acara tahlilan ini sering kali diadakan untuk mendoakan arwah orang yang telah meninggal dunia, sebagai bentuk penghormatan dan permohonan ampunan bagi mereka.

1.1. Sejarah dan Perkembangan Tahlil

Praktik bertahlil seperti yang dikenal saat ini di Nusantara bukanlah tradisi yang ada sejak zaman Rasulullah SAW atau para Sahabat. Namun, elemen-elemen yang terkandung di dalamnya, seperti zikir, membaca Al-Qur'an, dan berdoa untuk orang yang meninggal, memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam.

Tahlil sebagai sebuah ritual komunal diyakini berkembang seiring masuknya Islam ke wilayah Nusantara, terutama melalui peran para ulama dan wali penyebar agama. Para wali songo, misalnya, dikenal luas dengan metode dakwahnya yang akomodatif terhadap budaya lokal. Mereka tidak serta merta menghapus tradisi-tradisi pra-Islam, melainkan mengislamisasikannya, menyelaraskannya dengan nilai-nilai Islam. Upacara-upacara adat yang semula berbau animisme atau Hindu-Buddha, seperti selamatan atau kenduri untuk memperingati kematian, diubah formatnya menjadi majelis zikir dan doa yang islami.

Penggabungan tradisi ini memungkinkan Islam diterima secara lebih luas oleh masyarakat tanpa menimbulkan resistensi yang berarti. Bertahlil menjadi jembatan antara nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal. Dari sinilah, tahlil kemudian mengakar kuat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial-keagamaan masyarakat Muslim Indonesia, khususnya di Jawa, Sumatera, dan beberapa wilayah lain yang memiliki akar tradisi serupa.

Pada awalnya, mungkin formatnya tidak seragam seperti sekarang. Namun, seiring waktu dan dengan bimbingan para ulama, rangkaian bacaan dan tata cara bertahlil pun mengalami standarisasi, yang kemudian dikenal luas dan menjadi tradisi turun-temurun hingga saat ini. Tahlil tidak hanya menjadi media mendoakan arwah, tetapi juga perekat silaturahmi antarwarga dan sarana syiar Islam. Keberlangsungan tradisi ini menunjukkan betapa relevan dan adaptifnya ajaran Islam dalam menyentuh setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam menghadapi peristiwa krusial seperti kematian.

Para ulama terdahulu dengan kebijaksanaannya melihat bahwa masyarakat memiliki kebutuhan untuk berkumpul dan meluapkan kesedihan, sekaligus mendoakan kerabat yang wafat. Oleh karena itu, mereka mengemas ulang tradisi lama dengan sentuhan islami, menjadikannya sarana ibadah yang berpahala dan bermanfaat. Ini adalah salah satu bentuk ijtihad yang diterima luas oleh masyarakat.

2. Dalil-Dalil Pensyariatan Bertahlil

Meskipun praktik bertahlil dalam bentuk ritual komunal seperti yang dikenal di Indonesia tidak ditemukan secara eksplisit pada zaman Nabi SAW, namun elemen-elemen pembentuknya—yakni zikir, membaca Al-Qur'an, berdoa, dan mendoakan orang meninggal—memiliki dalil-dalil yang kuat dari Al-Qur'an dan Sunnah. Berikut adalah pembahasan mengenai dalil-dalil tersebut:

2.1. Dalil Umum Zikir dan Mengingat Allah

Inti dari bertahlil adalah zikir, yaitu mengingat Allah SWT. Al-Qur'an dan Hadis sangat menganjurkan umat Islam untuk senantiasa berzikir dalam segala keadaan. Ini adalah fondasi utama mengapa bertahlil dianggap sebagai amalan yang mulia.

• Al-Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 41-42:

  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ۝ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

  Yā ayyuhallażīna āmanudzkurullāha dzikran kaṡīrā. Wa sabbiḥūhu bukrataw wa aṣīlā.

  "Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang."

  Ayat ini secara jelas memerintahkan untuk banyak berzikir. Bertahlil adalah salah satu bentuk zikir yang banyak, menggabungkan berbagai kalimat thayyibah yang semuanya bertujuan mengingat Allah. Perintah "dzikran kaṡīrā" (zikir yang sebanyak-banyaknya) tidak membatasi bentuk atau waktu, sehingga praktik tahlil yang intensif dalam berzikir sangat relevan dengan perintah ini.

• Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 152:

  فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

  Fadzkurūnī adzkurkum wasykurū lī wa lā takfurūn.

  "Maka ingatlah Aku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat-Ku)."

  Janji Allah bahwa Dia akan mengingat hamba-Nya yang berzikir adalah motivasi besar bagi setiap Muslim. Ketika seseorang bertahlil, ia sedang memenuhi perintah ini, dan karenanya berhak atas janji Allah untuk diingat oleh-Nya. Ini adalah keutamaan luar biasa yang mendorong umat untuk senantiasa melanggengkan zikir.

• Hadis Nabi SAW tentang Keutamaan Zikir:

  مَا قَعَدَ قَوْمٌ مَقْعَدًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

  "Mā qa'ada qaumun maq'adan yażkurūnallāha fīhi illā ḥaffathumul malā`ikatu wa ghasyiyat-humur raḥmatu wa nazalat 'alaihimus sakīnatu wa dzakarahumullāhu fīman 'indahu."

  "Tidaklah suatu kaum duduk di suatu tempat untuk berzikir kepada Allah, melainkan mereka akan dikelilingi malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di kalangan (malaikat) di sisi-Nya." (HR. Muslim)

  Hadis ini memberikan legitimasi umum bagi majelis zikir, baik individu maupun berjamaah. Frasa "suatu kaum" (qaumun) secara implisit menunjukkan adanya perkumpulan. Bertahlil yang dilakukan secara berjamaah secara langsung memenuhi kriteria yang disebutkan dalam hadis ini, sehingga para pesertanya dapat berharap mendapatkan keutamaan yang dijanjikan.

2.2. Dalil Kebolehan Zikir dan Doa Berjamaah

Tahlil seringkali dilakukan secara berjamaah. Mengenai kebolehan zikir dan doa berjamaah, para ulama merujuk pada beberapa dalil, menekankan bahwa berkumpul dalam rangka kebaikan adalah hal yang dianjurkan dalam Islam:

• Al-Qur'an Surat Al-Kahfi ayat 28:

  وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

  Waṣbir nafsaka ma'allażīna yad'ūna rabbahum bil-ghadāti wal-'asyiyyi yurīdūna wajhahū walā ta'du 'aināka 'anhum turīdu zīnatal ḥayātiddunyā.

  "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia..."

  Ayat ini mendorong untuk berkumpul bersama orang-orang yang berzikir dan berdoa. Perintah untuk bersabar bersama mereka menunjukkan nilai positif dari kebersamaan dalam ibadah. Majelis tahlil yang mengumpulkan orang-orang untuk berzikir dan berdoa mencerminkan semangat ayat ini.

• Hadis Nabi SAW tentang Majelis Zikir:

  إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا

  "Inna lillāhi malā`ikatan yaṭūfūna fiṭ ṭuruqi yaltamisūna ahlaz dzikri fa iżā wajadū qauman yażkurūnallāha tanādaw halummū ilā ḥājatikum. Qāla fayahuffūnahum bi ajniḥatihim ilas samā`id dunyā."

  "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari ahli zikir. Apabila mereka menemukan suatu kaum yang berzikir kepada Allah, mereka saling memanggil: 'Kemarilah kepada apa yang kalian inginkan!' Maka mereka mengelilingi kaum tersebut dengan sayap-sayap mereka sampai ke langit dunia." (HR. Bukhari dan Muslim)

  Hadis ini secara gamblang menunjukkan keutamaan berkumpul untuk berzikir. Kata "qauman" (suatu kaum) menyiratkan adanya perkumpulan dan kebersamaan. Bertahlil yang mengumpulkan "kaum" untuk berzikir secara kolektif jelas berada dalam cakupan hadis ini, dan para pesertanya dijanjikan rahmat serta dikelilingi malaikat.

2.3. Dalil Mendoakan Orang yang Sudah Meninggal Dunia

Salah satu tujuan utama bertahlil adalah mendoakan arwah yang telah meninggal dunia. Ajaran Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mendoakan saudara-saudaranya sesama Muslim, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Ini adalah bentuk kasih sayang dan ikatan persaudaraan yang melampaui batas kehidupan dunia.

• Al-Qur'an Surat Al-Hasyr ayat 10:

  وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

  Wallażīna jā`ū mim ba'dihim yaqūlūna rabbanaghfir lanā wa li'ikhwāninallażīna sabaqūnā bil-īmāni wa lā taj'al fī qulūbinā ghillal lillażīna āmanū rabbanā innaka ra`ūfun raḥīm.

  "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: 'Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.'"

  Ayat ini menunjukkan bahwa mendoakan orang-orang beriman yang telah meninggal adalah karakteristik orang beriman yang baik. Doa ini tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga mencakup mereka yang telah wafat, menunjukkan pentingnya kontinuitas spiritual dan persaudaraan. Bertahlil adalah wujud konkret dari perintah ini.

• Hadis Nabi SAW tentang Amalan yang Tidak Terputus:

  إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

  "Iżā mātal insānu inqaṭa'a 'amaluhū illā min ṡalāṡin: ṣadaqatin jāriyatin, aw 'ilmin yuntafa'u bihī, aw waladin ṣāliḥin yad'ū lahū."

  "Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim)

  Hadis ini secara spesifik menyebutkan doa anak saleh sebagai amalan yang sampai kepada orang tua yang meninggal. Meskipun secara khusus menyebut anak, namun para ulama memahami bahwa doa dari Muslim lainnya juga dapat sampai, karena tidak ada dalil yang mengkhususkan doa hanya dari anak kandung saja. Kebaikan umum dalam Islam tidak dibatasi kecuali ada pembatasan syar'i. Artinya, doa dari seorang Muslim untuk Muslim lainnya, termasuk yang sudah meninggal, diharapkan akan diterima oleh Allah SWT.

• Hadis tentang Bacaan Al-Qur'an untuk Mayit:

  Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai sampainya pahala bacaan Al-Qur'an secara umum kepada mayit, banyak ulama yang berpegang pada hadis yang mengindikasikan bahwa pahala bacaan Al-Qur'an bisa sampai kepada mayit, terutama Surat Yasin. Mereka berargumen bahwa keumuman rahmat Allah dan kemuliaan Al-Qur'an memungkinkan hal tersebut.

  اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ

  "Iqra'ū Yā Sīn 'alā mautākum."

  "Bacalah Yasin untuk orang-orang mati di antara kalian." (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah)

  Meskipun status hadis ini diperdebatkan oleh sebagian ulama (ada yang menganggapnya lemah), banyak ulama lain yang menganggapnya sebagai dalil anjuran membaca Yasin untuk orang yang sudah meninggal, atau ketika seseorang berada di ambang kematian. Dalam konteks tahlil, pembacaan Yasin menjadi salah satu elemen penting yang diyakini membawa manfaat bagi almarhum. Mereka yang meyakini sampainya pahala ini berargumen bahwa tujuan utamanya adalah agar Allah melimpahkan rahmat-Nya berkat bacaan Al-Qur'an yang agung.

Dari dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa praktik bertahlil, meskipun tidak dalam bentuk ritual baku seperti sekarang, didasari oleh prinsip-prinsip syariah yang kuat: anjuran berzikir secara umum dan berjamaah, kebolehan mendoakan orang meninggal, dan keyakinan sampainya pahala bacaan Al-Qur'an serta doa kepada mereka. Perbedaan dalam praktik lebih kepada bentuk dan formalitas, bukan pada esensi zikir, doa, dan tilawahnya, yang semuanya adalah amalan terpuji dalam Islam.

3. Tata Cara dan Bacaan dalam Bertahlil

Bertahlil memiliki rangkaian bacaan yang sudah cukup baku dalam tradisi masyarakat Muslim di Indonesia. Rangkaian ini dimulai dengan pembukaan, dilanjutkan dengan bacaan ayat-ayat Al-Qur'an dan kalimat-kalimat tayyibah, dan diakhiri dengan doa. Urutan dan bacaan ini umumnya dipimpin oleh seorang tokoh agama atau orang yang dituakan, sehingga pelaksanaannya menjadi lebih teratur dan khusyuk. Berikut adalah detail tata cara dan bacaan-bacaan yang umum dilafalkan saat bertahlil:

3.1. Pembukaan dan Hadiah Fatihah

Acara tahlil biasanya dibuka dengan pembacaan pengantar (muqaddimah) yang berisi permohonan kepada Allah agar pahala bacaan diniatkan dan dihadiahkan kepada:

1. Nabi Muhammad SAW, keluarga beliau, serta para sahabatnya.
2. Para nabi, rasul, malaikat, para wali, syuhada, shalihin, dan seluruh kaum Muslimin wal Muslimat.
3. Khususnya kepada arwah orang yang ditahlili (disebutkan nama almarhum/almarhumah), beserta keluarga besar mereka.

Bacaan: إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ إِلَى أَرْوَاحِ آبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا، وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، ثُمَّ خُصُوصًا إِلَى رُوحِ [Nama Almarhum/Almarhumah]... لَهُمُ الْفَاتِحَةُ!

Ilā ḥaḍratin nabiyyil muṣṭafā Muḥammadin ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, tsumma ilā arwāḥi ābā`inā wa ummahātinā wa ajdādinā wa jaddātinā, wa lijamī'il Muslimīna wal Muslimāt, wal Mu'minīna wal Mu'mināt, al-aḥyā`i minhum wal amwāt, tsumma khuṣūṣan ilā rūḥi [Nama Almarhum/Almarhumah]... lahumul Fātiḥah!

"Kepada yang terhormat Nabi Muhammad SAW, kemudian kepada arwah bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, kakek-kakek kami, nenek-nenek kami, dan kepada seluruh kaum Muslimin dan Muslimat, Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, dan secara khusus kepada ruh [Nama Almarhum/Almarhumah]... Untuk mereka Al-Fatihah!"

Kemudian dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah secara bersama-sama, yang diyakini sebagai surat pembuka keberkahan dan doa yang paling utama.

3.2. Bacaan Surat-Surat Pendek dan Ayat-Ayat Pilihan

Setelah Al-Fatihah, dilanjutkan dengan rangkaian bacaan berikut yang bertujuan untuk memperbanyak pahala dan memohon perlindungan Allah:

A. Surat Al-Ikhlas (3x)

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

قُلْ هُوَ ٱللَّٰهُ أَحَدٌ ۝ ٱللَّٰهُ ٱلصَّمَدُ ۝ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ۝ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌ

Qul huwallāhu aḥad. Allāhuṣ ṣamad. Lam yalid wa lam yūlad. Wa lam yakun lahū kufuwan aḥad.

Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia."

Surat Al-Ikhlas adalah pernyataan tauhid yang murni. Membacanya tiga kali sebanding dengan mengkhatamkan Al-Qur'an (berdasarkan beberapa riwayat hadis), menunjukkan keagungan maknanya.

B. Surat Al-Falaq (1x)

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Bismillahirrahmanirrahim.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلْفَلَقِ ۝ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ ۝ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ ۝ وَمِن شَرِّ ٱلنَّفَّاثَٰتِ فِى ٱلْعُقَدِ ۝ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

Qul a'ūżu birabbil falaq. Min syarri mā khalaq. Wa min syarri ghāsiqin iżā waqab. Wa min syarrin naffāṡāti fil 'uqad. Wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad.

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan perempuan-perempuan tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki."

Surat ini adalah doa perlindungan dari kejahatan fisik dan magis. Pembacaannya adalah bentuk penyerahan diri kepada Allah dari segala bahaya.

C. Surat An-Nas (1x)

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Bismillahirrahmanirrahim.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلنَّاسِ ۝ مَلِكِ ٱلنَّاسِ ۝ إِلَٰهِ ٱلنَّاسِ ۝ مِن شَرِّ ٱلْوَسْوَاسِ ٱلْخَنَّاسِ ۝ ٱلَّذِى يُوَسْوِسُ فِى صُدُورِ ٱلنَّاسِ ۝ مِنَ ٱلْجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ

Qul a'ūżu birabbin nās. Malikin nās. Ilāhin nās. Min syarril waswāsil khannās. Allażī yuwaswisu fī ṣudūrin nās. Minal jinnati wan nās.

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia."

Surat ini adalah doa perlindungan dari kejahatan non-fisik, yaitu bisikan setan dari golongan jin dan manusia yang merusak hati dan pikiran. Gabungan Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain (dua surat perlindungan) plus Surat Al-Ikhlas, sangat dianjurkan untuk dibaca sebagai benteng diri.

D. Istighfar (3x)

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ

Astaghfirullahal 'adzīm.

"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung."

Memohon ampunan kepada Allah adalah esensi dari taubat dan pembersihan diri dari dosa-dosa, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

E. Ayat Kursi

ٱللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ

Allāhu lā ilāha illā huwal ḥayyul qayyūm, lā ta'khużuhū sinatuw wa lā naum, lahū mā fis samāwāti wa mā fil arḍ, man żallażī yasyfa'u 'indahū illā bi`iżnih, ya'lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭūna bisyai`im min 'ilmihī illā bimā syā`, wasi'a kursiyyuhus samāwāti wal arḍ, wa lā ya`ūduhū ḥifẓuhumā, wa huwal 'aliyyul 'aẓīm.

"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Ayat Kursi adalah ayat teragung dalam Al-Qur'an yang menjelaskan sifat-sifat keesaan dan keagungan Allah. Pembacaannya membawa perlindungan dan keberkahan yang besar.

F. Pembacaan Surat Yasin (opsional, sering dibaca seluruhnya sebelum tahlil dimulai)

Dalam beberapa tradisi tahlilan, khususnya yang lebih panjang, seluruh Surat Yasin dibacakan terlebih dahulu sebelum memasuki inti bacaan tahlil. Surat Yasin dikenal sebagai "jantungnya Al-Qur'an" dan diyakini memiliki keutamaan besar, terutama bagi orang yang meninggal. Membaca Yasin dipercaya dapat meringankan siksa kubur dan melapangkan jalan bagi arwah yang ditahlili.

3.3. Inti Bacaan Tahlil dan Kalimat Tayyibah

Ini adalah bagian inti dari praktik bertahlil, yaitu pengulangan kalimat tauhid dan zikir lainnya, seringkali dengan jumlah yang telah ditentukan (misalnya 33 atau 100 kali) untuk mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

• Kalimat Tauhid Pembuka (لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ): Diulang sebanyak 33, 100, atau bahkan lebih banyak kali. Seringkali diawali dengan: لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (La ilāha illallāhu waḥdahū lā syarīka lah, lahul mulku wa lahul ḥamdu yuḥyī wa yumīt, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr) "Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya lah kerajaan dan bagi-Nya lah pujian. Dia Yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."
• Kalimat Tahlil Penuh (لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ): Ini adalah inti dari tahlil. Diulang berkali-kali secara bersama-sama, biasanya dipimpin oleh seorang pimpinan tahlil yang melafalkan فَاذْكُرُوا اللّٰهَ (Fażkurullāh) "Maka berzikirlah kepada Allah" atau قَوْلُوا حَقٌّ (Qūlū ḥaqqun) "Katakanlah yang benar," dijawab oleh jamaah dengan serentak melafalkan لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ (Lā ilāha illallāh). Pengulangan ini merupakan praktik zikir yang sangat dianjurkan.
• Kalimat Akhir Tahlil: Setelah serangkaian kalimat tauhid, ditutup dengan: لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (Lā ilāha illallāhu Muḥammadur rasūlullāh ṣallallāhu 'alaihi wa sallam) "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah SAW." Ini menegaskan dua kalimat syahadat secara penuh.
• Shalawat Nabi: اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ (Allāhumma ṣalli 'alā sayyidinā Muḥammadin wa 'alā āli sayyidinā Muḥammad) "Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad." (Diulang beberapa kali). Bershalawat kepada Nabi SAW adalah perintah Allah dan merupakan bentuk kecintaan kepada beliau, serta diyakini dapat membawa syafaat.
• Tasbih: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ (Subḥānallāhi wa biḥamdihī) "Maha Suci Allah dengan segala puji-Nya." (Diulang 33x). Mengagungkan Allah dari segala kekurangan.
• Tahmid: الْحَمْدُ لِلَّهِ (Alḥamdulillāh) "Segala puji bagi Allah." (Diulang 33x). Mengakui segala nikmat dan karunia Allah.
• Takbir: اللهُ أَكْبَرُ (Allāhu akbar) "Allah Maha Besar." (Diulang 33x atau 1x). Mengakui kebesaran dan keagungan Allah yang tak tertandingi.
• Penutup Zikir: لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (La ilāha illallāhu waḥdahū lā syarīka lah, lahul mulku wa lahul ḥamdu yuḥyī wa yumīt, wa huwa 'alā kulli syai`in qadīr) "Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya lah kerajaan dan bagi-Nya lah pujian. Dia Yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." Ini adalah pengulangan kalimat tauhid yang kuat sebagai penutup zikir.

3.4. Pembacaan Doa Tahlil

Bagian puncak dari rangkaian tahlil adalah pembacaan doa. Doa tahlil merupakan permohonan ampunan, rahmat, dan keberkahan dari Allah SWT, baik untuk yang masih hidup maupun untuk arwah yang telah meninggal. Doa ini biasanya panjang dan mencakup banyak aspek permohonan. Pemimpin tahlil akan membacakan doa, dan jamaah mengamininya. Berikut contoh format doa tahlil yang umum:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا شَاكِرِيْنَ حَمْدًا نَاعِمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ.
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ مِنْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَمَا هَلَّلْنَاهُ وَمَا سَبَّحْنَاهُ وَمَا اسْتَغْفَرْنَاهُ وَمَا صَلَّيْنَاهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً وَاصِلَةً وَرَحْمَةً نَازِلَةً وَبَرَكَةً شَامِلَةً إِلَى حَضَرَاتِ أَنْبِيَائِكَ وَمُرْسَلِيْكَ وَأَوْلِيَائِكَ وَشُهَدَائِكَ وَصَالِحِيْكَ وَصَحَابَةِ نَبِيِّكَ أَجْمَعِيْنَ.
وَخُصُوْصًا إِلَى أَرْوَاحِ آبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخِنَا وَمُعَلِّمِيْنَا وَذَوِي الْحُقُوقِ عَلَيْنَا وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.
اَللّٰهُمَّ وَخُصُوْصًا إِلَى رُوْحِ [Nama Almarhum/Almarhumah] ابْنِ/بِنْتِ [Nama Ayah/Ibu Almarhum/Almarhumah]
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَاَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَاَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ.
اَللّٰهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Bismillahirrahmanirrahim.
Alḥamdulillāhi Rabbil 'ālamīn. Ḥamdan syākirīn, ḥamdan nā'imīn, ḥamdan yuwāfī ni'amahu wa yukāfi`u mazīdah. Yā Rabbanā lakal ḥamdu kamā yanbaghī lijalāli wajhikal karīmi wa 'aẓīmi sulṭānik.
Allāhumma ṣalli wa sallim 'alā sayyidinā Muḥammadin ṣalātan tunjīnā bihā min jamī'il ahwāli wal āfāti wa taqḍī lanā bihā jamī'al ḥājāti wa tuṭahhirunā bihā min jamī'is sayyi`āti wa tarfa'unā bihā a'lad darajāti wa tuballighunā bihā aqṣal ghāyāti min jamī'il khairāti fil ḥayāti wa ba'dal mamāt.
Allāhummaj'al ṡawāba mā qara`nāhu minal Qur'ānil 'Aẓīm wa mā hallalnāhu wa mā sabbaḥnāhu wa mā astaghfarnāhu wa mā ṣallaināhu 'alā sayyidinā Muḥammadin ṣallallāhu 'alaihi wa sallam hadiyyatan wāṣilatan wa raḥmatan nāzilatan wa barakatan syāmilatan ilā ḥaḍarāti anbiyā`ika wa mursalīkawa awliyā`ika wa syuhadā`ika wa ṣāliḥīka wa ṣaḥābatin nabiyyika ajma'īn.
Wa khuṣūṣan ilā arwāḥi ābā`inā wa ummahātinā wa ajdādinā wa jaddātinā wa masyāyikhinā wa mu'allimīnā wa żawil ḥuqūqi 'alainā wa lijamī'il Muslimīna wal Muslimāt wal Mu'minīna wal Mu'mināt al-aḥyā`i minhum wal amwāt.
Allāhumma wa khuṣūṣan ilā rūḥi [Nama Almarhum/Almarhumah] ibn/binti [Nama Ayah/Ibu Almarhum/Almarhumah].
Allāhummaghfirlahu warḥamhū wa 'āfihi wa'fu 'anhū wa akrim nuzulahū wa wassi' madkhalahū waghsilhu bil mā`i waṡ ṡalji wal baradī wa naqqihī minal khaṭāyā kamā yunaqqāṡ ṡaubu al-abyaḍu minad danasi wa abdilhu dāran khairan min dārihī wa ahlan khairan min ahlihī wa zaujan khairan min zaujihī wa adkhilhul jannata wa a'iżhu min 'ażābil qabri wa min 'ażābin nār.
Allāhumma lā taḥrimnā ajrahū wa lā taftinnā ba'dahū waghfir lanā wa lahū wa lijamī'il Muslimīna wal Muslimāt wal Mu'minīna wal Mu'mināt yā Rabbal 'ālamīn.
Rabbanā ātinā fid dunyā ḥasanatan wa fil ākhirati ḥasanatan wa qinā 'ażāban nār.
Subḥāna Rabbika Rabbil 'izzati 'ammā yaṣifūn, wa salāmun 'alal mursalīn, wal ḥamdulillāhi Rabbil 'ālamīn.

Dengan nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, pujian orang-orang yang bersyukur, pujian orang-orang yang mendapatkan nikmat, pujian yang sesuai dengan nikmat-Nya dan menandingi tambahannya. Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji sebagaimana selayaknya bagi keagungan wajah-Mu yang mulia dan kebesaran kekuasaan-Mu.
Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan atas junjungan kami Muhammad, shalawat yang menyelamatkan kami dengannya dari segala ketakutan dan bencana, dan yang menunaikan bagi kami segala hajat, dan yang membersihkan kami dengannya dari segala keburukan, dan yang mengangkat kami dengannya ke derajat tertinggi, dan yang menyampaikan kami dengannya pada tujuan terjauh dari segala kebaikan dalam kehidupan dan setelah kematian.
Ya Allah, jadikanlah pahala dari apa yang kami baca dari Al-Qur'an yang agung, dari apa yang kami tahlilkan, dari apa yang kami tasbihkan, dari apa yang kami istighfarkan, dan dari apa yang kami shalawatkan atas junjungan kami Muhammad SAW, sebagai hadiah yang sampai, rahmat yang turun, dan keberkahan yang menyeluruh kepada para Nabi dan Rasul-Mu, para wali-Mu, para syuhada-Mu, para shalihin-Mu, dan para sahabat Nabi-Mu semuanya.
Dan khususnya kepada arwah bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, kakek-kakek kami, nenek-nenek kami, guru-guru kami, para pengajar kami, dan orang-orang yang memiliki hak atas kami, dan bagi seluruh Muslimin dan Muslimat, Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal.
Ya Allah, dan khususnya kepada ruh [Nama Almarhum/Almarhumah] putra/putri dari [Nama Ayah/Ibu Almarhum/Almarhumah].
Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, sejahterakanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, lapangkanlah kuburnya, bersihkanlah dia dengan air, salju, dan embun, sucikanlah dia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana pakaian putih disucikan dari kotoran. Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, dan pasangan yang lebih baik dari pasangannya. Masukkanlah dia ke surga dan lindungilah dia dari azab kubur dan azab neraka.
Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi kami dari pahalanya, janganlah Engkau timbulkan fitnah bagi kami setelah dia (meninggal), dan ampunilah kami, dia, serta seluruh Muslimin dan Muslimat, Mukminin dan Mukminat, wahai Tuhan semesta alam.
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.
Maha Suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulia dari apa yang mereka sifatkan. Dan salam sejahtera atas para Rasul. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Rangkaian bacaan ini bisa bervariasi sedikit di berbagai daerah atau organisasi keagamaan, namun inti dari bacaan tahlil (kalimat tauhid, istighfar, shalawat, dan doa) tetap sama. Fleksibilitas ini menunjukkan kekayaan tradisi Islam dalam menghormati dan mengenang mereka yang telah mendahului kita.

4. Keutamaan dan Manfaat Bertahlil

Bertahlil, sebagai sebuah amalan zikir dan doa, memiliki banyak keutamaan dan manfaat, baik bagi individu yang melaksanakannya maupun bagi komunitas secara keseluruhan. Keutamaan ini bersumber dari makna zikir itu sendiri serta nilai-nilai sosial yang terkandung dalam pelaksanaannya. Memahami manfaat-manfaat ini akan meningkatkan kekhusyukan dan keikhlasan dalam bertahlil.

4.1. Mengukuhkan Iman dan Ketauhidan

Pusat dari bertahlil adalah pengucapan kalimat لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ, yang merupakan syahadat tauhid, pengakuan mutlak akan keesaan Allah SWT. Dengan mengulang-ulang kalimat ini, seorang Muslim diingatkan kembali akan fondasi keimanannya, membersihkan hati dari syirik, dan mengukuhkan keyakinan bahwa hanya Allah lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan dipuja. Ini menjadi penawar dari berbagai bentuk godaan duniawi yang dapat mengikis iman dan mengarahkan hati kepada selain Allah.

Dalam setiap lafal "Lā ilāha illallāh", terkandung pengakuan bahwa tidak ada kekuatan lain yang patut disembah, diserahi urusan, atau ditakuti melebihi Allah. Pengulangan ini memperkuat ikatan batin dengan Sang Pencipta, menjadikan tauhid sebagai pegangan hidup yang tak tergoyahkan.

4.2. Penenang Hati dan Jiwa

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Allażīna āmanū wa taṭma`innu qulūbuhum biżikrillāh. Alā biżikrillāhi taṭma`innul qulūb.

"Orang-orang yang beriman, dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)

Bertahlil adalah bentuk zikir yang mendalam. Dengan meresapi makna setiap lafal yang diucapkan, hati akan merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta, sehingga muncul ketenangan, kedamaian, dan keberanian dalam menghadapi cobaan hidup. Ini sangat relevan bagi keluarga yang berduka, di mana tahlil dapat memberikan ketenteraman batin di tengah kesedihan mendalam. Zikir yang dilakukan secara berjamaah juga menambah kekuatan spiritual, menciptakan atmosfer damai yang menenangkan jiwa para peserta.

4.3. Penghapus Dosa dan Peningkatan Derajat

Zikir dan istighfar dalam tahlil dipercaya dapat menghapus dosa-dosa kecil dan meningkatkan derajat seorang hamba di sisi Allah. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ عَنْهُ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

"Man qāla subḥānallāhi wa biḥamdihī fī yaumin mi`ata marratin ḥuṭṭat 'anhu khaṭāyāhu walau kānat miṡla zabadil baḥri."

"Barangsiapa mengucapkan 'Subhanallah wa bihamdihi' seratus kali dalam sehari, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pengulangan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil dalam jumlah banyak saat bertahlil menjanjikan pahala yang besar dan penghapusan dosa. Setiap kalimat zikir adalah pintu menuju ampunan Allah dan peningkatan spiritual. Semakin tulus dan banyak zikir yang diucapkan, semakin besar pula harapan untuk diampuni dosa-dosa dan ditinggikan derajatnya di sisi Allah SWT.

4.4. Mendoakan Orang yang Sudah Meninggal

Salah satu tujuan utama tahlil adalah mengirimkan doa dan pahala bacaan kepada arwah yang telah meninggal. Keyakinan ini didasari oleh hadis Nabi SAW yang menyatakan bahwa anak saleh yang mendoakan orang tuanya akan menjadi amalan yang tidak terputus. Para ulama memperluas pemahaman ini bahwa doa dari sesama Muslim yang ikhlas juga dapat sampai dan bermanfaat bagi mayit, terutama jika doa tersebut dipanjatkan dalam majelis zikir yang diberkahi.

Doa-doa yang dipanjatkan dalam tahlil mencakup permohonan ampunan, rahmat, dilapangkan kuburnya, dan dijauhkan dari siksa api neraka. Ini adalah bentuk kasih sayang dan kepedulian seorang Muslim terhadap saudaranya yang telah berpulang, menunjukkan bahwa ikatan persaudaraan tidak terputus oleh kematian.

4.5. Mempererat Silaturahmi dan Kebersamaan

Bertahlil yang dilaksanakan secara berjamaah memiliki dimensi sosial yang kuat. Ini menjadi momen bagi keluarga, tetangga, dan komunitas untuk berkumpul, saling menguatkan dalam suasana duka, dan menunjukkan solidaritas. Kebersamaan dalam berzikir dan berdoa menciptakan ikatan ukhuwah Islamiyah yang lebih erat, memperkuat rasa kekeluargaan dan kepedulian sosial. Dalam masyarakat yang padat aktivitas, tahlil juga bisa menjadi salah satu momen langka untuk bersilaturahmi, bertukar kabar, dan merasakan kebersamaan sebagai satu komunitas Muslim.

4.6. Menghidupkan Tradisi Kebaikan dan Syiar Islam

Tahlil telah menjadi tradisi turun-temurun yang menghidupkan semangat kebersamaan dan praktik ibadah di masyarakat. Dengan menjaga tradisi ini, generasi muda diajarkan tentang pentingnya zikir, doa, dan kepedulian terhadap sesama. Ini juga merupakan syiar Islam yang menunjukkan keindahan ajaran Islam dalam menghormati yang meninggal dan menguatkan yang ditinggalkan. Tahlil menjadi sarana dakwah yang halus dan efektif, memperkenalkan nilai-nilai Islam kepada setiap generasi.

4.7. Mendapatkan Keberkahan dan Rahmat Allah

Sebagaimana hadis yang disebutkan sebelumnya, majelis zikir dikelilingi oleh malaikat, diliputi rahmat, dan diturunkan ketenangan. Oleh karena itu, peserta tahlil dapat berharap untuk mendapatkan keberkahan dan rahmat Allah SWT yang melimpah. Zikir juga membuka pintu rezeki, memudahkan urusan dunia dan akhirat, serta memberikan ketenangan batin yang tiada tara. Keberkahan ini tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh lingkungan dan keluarga yang terlibat dalam pelaksanaan tahlil.

Secara keseluruhan, bertahlil bukan hanya sekadar ritual, tetapi sebuah praktik komprehensif yang memadukan ibadah ritual dengan nilai-nilai sosial, memberikan manfaat spiritual dan kemasyarakatan yang mendalam bagi umat Muslim. Ini adalah perwujudan dari ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam).

5. Perspektif Ulama dan Perbedaan Pendapat Mengenai Bertahlil

Praktik bertahlil, khususnya dalam bentuk ritual komunal seperti yang marak di Indonesia, telah menjadi objek diskusi di kalangan ulama sejak lama. Ada perbedaan pandangan mengenai hukum dan pelaksanaannya. Memahami perspektif yang beragam ini penting untuk menumbuhkan sikap toleransi, saling menghargai, dan lapang dada dalam beragama, mengingat bahwa keragaman pendapat adalah bagian tak terpisahkan dari khazanah keilmuan Islam.

5.1. Ulama yang Membolehkan/Menganjurkan Tahlil

Sebagian besar ulama yang membolehkan atau menganjurkan tahlil, terutama yang berafiliasi dengan tradisi Ahlussunnah wal Jama'ah (terutama madzhab Syafi'i yang dominan di Indonesia), berargumen bahwa tahlil adalah kumpulan dari amalan-amalan yang disyariatkan dan memiliki dasar yang kuat dalam Islam. Mereka melihat tahlil sebagai sebuah bentuk ijtihad yang selaras dengan tujuan syariat (maqashid syari'ah).

1. Zikir Berjamaah Memiliki Dasar Kuat: Mereka berpegang pada dalil-dalil umum tentang keutamaan zikir, seperti ayat Al-Qur'an yang memerintahkan "dzikran kaṡīrā" (zikir sebanyak-banyaknya) dan hadis-hadis yang menyebutkan malaikat mengelilingi majelis zikir. Berkumpul untuk berzikir dipandang sebagai ibadah yang dianjurkan untuk memperkuat spiritualitas dan ukhuwah. Tidak ada larangan khusus untuk berzikir secara berjamaah, bahkan ada anjuran untuk berkumpul dalam kebaikan.
2. Sampainya Pahala Bacaan Al-Qur'an dan Doa untuk Mayit: Para ulama ini berpendapat bahwa pahala bacaan Al-Qur'an, khususnya surat Yasin, serta doa dan istighfar, dapat sampai kepada mayit. Ini didasarkan pada pemahaman bahwa Allah Maha Mampu untuk menyampaikan pahala tersebut, apalagi jika dipanjatkan dengan ikhlas dan permohonan dari orang yang masih hidup. Hadis tentang anak saleh yang mendoakan orang tuanya diperluas cakupannya untuk doa dari Muslim secara umum, karena kemurahan Allah tidak terbatas. Banyak juga yang merujuk pada qiyas (analogi) dengan sedekah dan haji yang pahalanya bisa dihadiahkan.
3. Tradisi yang Baik (Urf) dan Kemaslahatan: Tahlil dipandang sebagai urf (adat kebiasaan) yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat. Dalam kaidah fikih, adat yang baik bisa menjadi sumber hukum selama tidak berbenturan dengan nash syariat yang jelas. Tahlil juga dinilai mengandung nilai silaturahmi, saling membantu, syiar Islam, dan menenangkan hati keluarga yang berduka. Aspek kemaslahatan (kebaikan) sosial menjadi pertimbangan penting dalam membolehkan praktik ini.
4. Tidak Ada Larangan Khusus (Asal Hukum Mubah): Para pendukung tahlil berargumen bahwa tidak ada dalil syar'i yang secara eksplisit melarang praktik tahlil dalam bentuk yang dikenal saat ini. Dalam kaidah ushul fikih, "al-ashlu fil asy-yaa'i al-ibahah hatta yadulla ad-dalilu 'ala at-tahrim" (asal segala sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya). Selama tidak ada larangan, dan perbuatan tersebut mengandung kebaikan, maka hukum asalnya adalah mubah (boleh).

Ulama-ulama seperti Imam An-Nawawi, Ibnu Hajar Al-Asqalani (meskipun bukan tentang tahlil secara spesifik, namun fatwa mereka tentang sampainya doa dan pahala), serta para ulama kontemporer dari Al-Azhar, Yaman, dan mayoritas ulama Indonesia dari NU (Nahdlatul Ulama), umumnya membolehkan dan menganjurkan praktik tahlil dengan catatan tidak disertai keyakinan yang keliru (misalnya menganggap wajib, atau ada pahala khusus yang tidak ada dalilnya yang shahih secara spesifik).

5.2. Ulama yang Mengkritik/Tidak Menganjurkan Tahlil

Di sisi lain, beberapa ulama, terutama dari kalangan yang lebih berorientasi pada literalisme teks (misalnya sebagian ulama dari madzhab Hanbali, dan juga gerakan Salafi atau Wahabi), mengkritik praktik tahlil dengan alasan-alasan berikut. Mereka fokus pada pentingnya mengikuti sunnah secara ketat dan menghindari inovasi dalam ibadah:

1. Tidak Ada Contoh dari Rasulullah SAW dan Salafush Shalih: Kritikan utama adalah bahwa praktik tahlil secara berjamaah dengan rangkaian bacaan yang baku, serta penetapan waktu-waktu tertentu (seperti 3, 7, 40, 100 hari atau 1 tahun), tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, para sahabat, atau generasi salafus shalih (generasi terbaik umat Islam). Mereka menganggap ini sebagai bid'ah idhafiyyah (bid'ah yang menyertai suatu ibadah), yaitu ibadah yang asalnya disyariatkan namun dilakukan dengan tata cara, waktu, atau tempat yang tidak ada contohnya dari Nabi. Bagi mereka, ibadah haruslah berdasarkan dalil yang jelas dan praktik yang dicontohkan.
2. Perbedaan dalam Sampainya Pahala Bacaan Al-Qur'an kepada Mayit: Meskipun mereka sepakat bahwa doa dapat sampai kepada mayit, namun mereka berbeda pendapat mengenai sampainya pahala bacaan Al-Qur'an yang dihadiahkan. Sebagian berpendapat bahwa pahala bacaan Al-Qur'an hanya untuk pembacanya, kecuali jika ada dalil khusus yang jelas. Hadis "Bacalah Yasin untuk orang-orang mati kalian" dianggap lemah atau ditafsirkan sebagai anjuran membaca Yasin saat seseorang menghadapi sakaratul maut, bukan setelah meninggal. Mereka berargumen bahwa tidak ada dalil shahih yang tegas menyatakan bahwa pahala membaca Al-Qur'an secara spesifik dapat dihadiahkan kepada mayit, kecuali doa saja.
3. Memberatkan Keluarga Mayit: Mereka khawatir tahlil, terutama jika disertai dengan penyediaan hidangan makanan yang mewah dan mengundang banyak orang, dapat memberatkan keluarga yang sedang berduka. Padahal, seharusnya keluarga mayit yang dibantu dan diberi makanan, bukan sebaliknya. Kekhawatiran ini didasarkan pada ajaran Nabi SAW yang memerintahkan untuk membuat makanan bagi keluarga Ja'far bin Abi Thalib saat ia syahid, sebagai bentuk dukungan.
4. Khawatir Mengarah pada Perkara yang Dilarang (Bid'ah dan Syirik Kecil): Ada kekhawatiran bahwa praktik tahlil bisa mengarah pada keyakinan yang keliru atau syirik kecil, seperti menganggap tahlil sebagai wajib syar'i, meyakini bahwa arwah masih gentayangan pada hari-hari tertentu, atau mengkultuskan orang yang meninggal. Mereka berpendapat bahwa praktik semacam ini, jika tidak dilandasi pemahaman yang benar, bisa menggeser fokus ibadah dari Allah semata.

5.3. Pentingnya Toleransi dan Pemahaman

Dalam menyikapi perbedaan pandangan ini, penting bagi umat Islam untuk mengedepankan sikap toleransi (tasamuh) dan saling menghargai. Baik pihak yang membolehkan maupun yang mengkritik memiliki dalil dan argumentasi masing-masing yang bersumber dari pemahaman terhadap syariat Islam. Keduanya bertujuan untuk kebaikan umat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, meskipun dengan metode penafsiran yang berbeda.

• Bagi yang Melaksanakan Tahlil: Hendaknya melakukannya dengan niat yang tulus karena Allah, bukan karena adat semata, dan tidak menganggapnya sebagai kewajiban mutlak. Penting untuk memahami esensi zikir dan doa, serta menghindari keyakinan-keyakinan yang menyimpang atau berlebihan. Memastikan bahwa praktik tahlil tidak memberatkan keluarga yang berduka adalah hal penting.
• Bagi yang Tidak Melaksanakan Tahlil: Hendaknya menghormati saudara-saudaranya yang melaksanakannya, tidak mudah mengkafirkan atau membid'ahkan secara ekstrem, selama mereka tetap berada dalam koridor akidah Ahlussunnah wal Jama'ah dan niatnya adalah beribadah kepada Allah. Perbedaan dalam masalah furu'iyah (cabang-cabang agama) adalah hal yang lumrah dalam sejarah Islam dan tidak seharusnya menjadi penyebab perpecahan.

Perdebatan mengenai tahlil menunjukkan dinamika pemikiran dalam Islam. Yang terpenting adalah menjaga ukhuwah Islamiyah, fokus pada esensi ibadah: mengesakan Allah (tauhid), meneladani Rasulullah SAW, serta beramal saleh dengan ikhlas. Setiap Muslim bertanggung jawab atas amalnya sendiri, dan Allah SWT Maha Mengetahui niat dan upaya hamba-Nya.

6. Bertahlil dalam Konteks Sosial Budaya Indonesia

Di Indonesia, bertahlil telah jauh melampaui sekadar praktik keagamaan murni. Ia telah menyatu dan mengakar kuat dalam jalinan sosial budaya masyarakat, terutama di Jawa dan Sumatera, menjadi bagian integral dari siklus kehidupan yang penting, khususnya terkait dengan peristiwa kematian dan peringatan arwah. Fenomena ini menunjukkan betapa adaptifnya Islam di Nusantara.

6.1. Integrasi dengan Tradisi Lokal

Sebagaimana disinggung di bagian sejarah, tahlil merupakan salah satu contoh gemilang dari akulturasi budaya yang dilakukan oleh para penyebar Islam di Nusantara. Sebelum Islam datang, masyarakat Jawa memiliki tradisi selamatan atau kenduri untuk memperingati kematian yang berakar pada kepercayaan animisme atau Hindu-Buddha. Para wali dan ulama tidak serta-merta melarang, melainkan mengubah substansinya. Ritual-ritual yang tadinya bernuansa lokal diisi dengan bacaan-bacaan zikir, doa, dan ayat-ayat Al-Qur'an yang islami. Dengan demikian, tradisi tahlilan menjadi jembatan yang efektif untuk memperkenalkan dan menyebarkan ajaran Islam tanpa konfrontasi, menjadikannya lebih mudah diterima dan dipraktikkan oleh masyarakat luas.

Seiring waktu, tahlil tidak hanya menjadi kegiatan keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari urf (adat) atau tradisi yang dipegang teguh. Masyarakat merasa wajib melaksanakannya, bukan dalam arti syariat, melainkan dalam konteks sosial sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada mendiang dan sebagai cara untuk menghibur keluarga yang berduka. Penyelenggaraan tahlil menjadi penanda bahwa sebuah keluarga telah melaksanakan kewajibannya dalam menghormati yang meninggal dan menjaga hubungan dengan komunitas.

6.2. Fungsi Sosial dan Perekat Komunitas

Di luar dimensi spiritualnya, tahlil memiliki beberapa fungsi sosial yang vital dalam masyarakat Indonesia. Ini adalah perekat yang kuat dalam sebuah komunitas:

• Solidaritas dan Empati: Penyelenggaraan tahlil menjadi ekspresi solidaritas dan empati dari tetangga, kerabat, dan komunitas terhadap keluarga yang sedang berduka. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan moral, berbagi beban kesedihan, dan membantu keluarga melewati masa-masa sulit. Bantuan bisa berupa tenaga, sumbangan materi, atau sekadar kehadiran yang menguatkan.
• Penguatan Silaturahmi: Tahlil menyediakan wadah bagi masyarakat untuk berkumpul dan bersilaturahmi. Di tengah kesibukan hidup modern, momen tahlilan seringkali menjadi kesempatan langka untuk bertemu, berbincang, dan mempererat tali persaudaraan antarwarga. Ini adalah salah satu cara menjaga keharmonisan sosial dalam masyarakat.
• Edukasi Keagamaan Informal: Bagi banyak orang, tahlil adalah salah satu bentuk pendidikan keagamaan informal yang efektif. Mereka belajar bacaan-bacaan Al-Qur'an, zikir, dan doa secara berjamaah, serta mendapatkan pemahaman tentang makna kematian, kehidupan akhirat, dan pentingnya beribadah. Terkadang, pemimpin tahlil juga menyampaikan sedikit tausiyah (nasihat agama) yang relevan.
• Media Sosial dan Pertukaran Informasi: Dalam beberapa konteks, tahlil juga berfungsi sebagai media pertemuan sosial di mana informasi penting tentang lingkungan, kabar gembira atau duka, serta masalah-masalah komunitas dapat dibagikan dan dibahas. Ini adalah forum komunitas yang informal namun seringkali sangat efektif.
• Identitas Kultural: Bagi banyak kelompok masyarakat, tahlil adalah bagian dari identitas kultural mereka sebagai Muslim Indonesia. Melaksanakannya berarti menjaga warisan nenek moyang dan menunjukkan ketaatan pada tradisi yang telah mengakar, sekaligus menegaskan identitas keislaman mereka di tengah keragaman budaya.

6.3. Ritual Peringatan Kematian yang Terstruktur

Tahlil sering kali diadakan pada hari-hari tertentu setelah kematian: hari ke-3 (telung dino), ke-7 (pitung dino), ke-40 (patangpuluh dino), ke-100 (nyatus), hingga peringatan ke-1000 hari (nyewu) atau satu tahun (haul). Peringatan ini bukan berarti arwah masih gentayangan atau membutuhkan ritual pada hari-hari spesifik tersebut. Melainkan lebih sebagai penanda waktu bagi keluarga dan masyarakat untuk kembali mendoakan almarhum/almarhumah, merenungkan hikmah kematian, dan sebagai pengingat akan akhirat.

Angka-angka ini adalah hasil adaptasi dari tradisi pra-Islam yang kemudian diisi dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa doa dan zikir terus mengalir untuk almarhum/almarhumah secara berkelanjutan. Meskipun ada kritik terhadap penetapan waktu-waktu ini dari sebagian ulama, bagi mayoritas masyarakat, ini adalah cara yang terstruktur untuk secara kolektif mengirimkan doa dan menjaga ingatan terhadap orang yang telah meninggal, sekaligus sebagai upaya untuk mendidik generasi berikutnya tentang pentingnya mendoakan orang tua dan kerabat.

Secara keseluruhan, bertahlil di Indonesia adalah manifestasi unik dari Islam yang adaptif, yang mampu memadukan esensi ajaran agama dengan kearifan lokal, menciptakan sebuah praktik yang kaya akan nilai spiritual dan sosial, serta menjadi tulang punggung bagi kohesi masyarakat Muslim. Keberadaannya adalah bukti hidup bahwa Islam dapat berinteraksi secara harmonis dengan budaya lokal tanpa kehilangan esensi ajarannya.

7. Tips Melaksanakan Bertahlil dengan Khusyuk

Agar pelaksanaan bertahlil tidak hanya menjadi rutinitas semata, tetapi benar-benar mendatangkan manfaat spiritual dan keberkahan yang maksimal, penting untuk melaksanakannya dengan khusyuk. Kekhusyukan adalah kunci untuk merasakan kedekatan dengan Allah SWT dan agar doa-doa yang dipanjatkan lebih diijabah. Kekhusyukan akan mengubah ibadah menjadi pengalaman spiritual yang mendalam. Berikut beberapa tips untuk mencapai kekhusyukan saat bertahlil:

1. Niat yang Ikhlas dan Lurus: Mulailah dengan niat yang murni karena Allah SWT. Niatkan untuk berzikir, mendoakan almarhum/almarhumah, dan mencari ridha Allah semata, bukan karena paksaan adat, ingin dipuji, atau motif duniawi lainnya. Niat yang tulus adalah fondasi utama ibadah dan penentu kualitas amalan.
2. Pahami Makna Setiap Bacaan: Jangan hanya sekadar melafalkan tanpa arti, tetapi usahakan untuk memahami makna setiap ayat dan kalimat zikir yang diucapkan. Dengan memahami artinya, hati akan lebih mudah tersentuh dan pikiran akan fokus pada keagungan Allah, kebesaran-Nya, serta harapan akan ampunan dan rahmat-Nya. Pengetahuan tentang makna akan meningkatkan penghayatan.
3. Hadirkan Hati dan Pikiran Sepenuhnya: Hindari pikiran yang melayang-layang atau memikirkan hal-hal duniawi. Pusatkan perhatian pada bacaan dan doa. Anggaplah setiap kalimat adalah dialog dengan Allah SWT. Ingatlah bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui isi hati kita. Jaga fokus agar hati dan lisan selaras.
4. Sadar akan Kehadiran Allah (Muraqabah): Bayangkan bahwa kita sedang berada di hadapan Allah SWT yang Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengawasi. Kesadaran akan kehadiran-Nya akan meningkatkan rasa takut (khauf) dan harapan (raja') kepada-Nya, yang merupakan pilar kekhusyukan. Rasa takut akan mendorong untuk berhati-hati, dan harapan akan memotivasi untuk berdoa lebih sungguh-sungguh.
5. Tadabbur Al-Qur'an: Saat membaca surat Yasin atau ayat-ayat lain dari Al-Qur'an, usahakan untuk mentadabburi, merenungkan kandungan maknanya. Al-Qur'an adalah petunjuk hidup, dan merenungkan ayat-ayatnya akan membuka pintu hikmah, menambah keimanan, dan menguatkan hati.
6. Merendahkan Diri (Tawadhu) dan Merasa Butuh: Saat berdoa, rasakan diri kita sebagai hamba yang lemah, penuh dosa, dan sangat membutuhkan pertolongan Allah. Hindari kesombongan atau perasaan bahwa doa kita pasti dikabulkan karena kebaikan kita. Sikap rendah hati akan membuat doa lebih tulus dan mudah dikabulkan.
7. Yakin Doa Dikabulkan: Berdoalah dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doa, terutama doa untuk almarhum/almarhumah, sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya. Keyakinan ini adalah bagian dari adab berdoa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Allah berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan kabulkan bagimu." (QS. Ghafir: 60).
8. Lingkungan yang Kondusif: Jika memungkinkan, pilihlah tempat yang tenang dan jauh dari gangguan saat bertahlil secara individu. Jika berjamaah, usahakan untuk menjaga ketertiban, keheningan, dan fokus bersama. Hindari percakapan yang tidak perlu yang dapat mengganggu konsentrasi.
9. Jangan Tergesa-gesa: Lafalkan setiap bacaan dengan tenang, jelas, dan tidak tergesa-gesa. Berikan hak setiap huruf dan kalimat agar pengucapannya benar (sesuai makhraj dan tajwid) dan maknanya tersampaikan dengan baik. Kualitas lebih penting daripada kuantitas.
10. Merasakan Duka dan Harapan: Bagi keluarga yang berduka, hadirkan rasa duka atas kehilangan, namun juga hadirkan harapan besar akan rahmat dan ampunan Allah bagi almarhum/almarhumah. Bagi yang mendoakan, hadirkan rasa kasih sayang dan kepedulian kepada sesama Muslim, baik yang masih hidup maupun yang telah berpulang.

Bertahlil dengan khusyuk akan mengubahnya dari sekadar ritual menjadi pengalaman spiritual yang mendalam, yang tidak hanya bermanfaat bagi almarhum/almarhumah tetapi juga bagi peningkatan kualitas spiritual diri sendiri. Ini adalah investasi akhirat yang berharga.

8. Kesimpulan

Bertahlil adalah sebuah praktik keagamaan yang kaya akan nilai dan makna dalam tradisi Muslim Indonesia. Berakar pada inti ajaran Islam tentang zikir (mengingat Allah), doa, dan tilawah Al-Qur'an, praktik ini telah berkembang menjadi sebuah ritual komunal yang tidak hanya berfungsi spiritual tetapi juga sosial-budaya yang kuat dan mengakar dalam kehidupan masyarakat.

Meskipun bentuk formalnya tidak ada pada masa Nabi SAW, namun setiap elemen pembentuknya memiliki dalil syar'i yang kokoh dari Al-Qur'an dan Sunnah. Mulai dari pengukuhan tauhid dengan lafal "Lā ilāha illallāh" yang merupakan fondasi iman, penenang hati melalui zikir yang mendalam, penghapusan dosa dengan istighfar dan tasbih, hingga pengiriman doa bagi mereka yang telah berpulang—bertahlil menawarkan manfaat yang holistik dan komprehensif bagi seluruh umat Muslim.

Dalam konteks sosial, tahlil berperan sebagai perekat silaturahmi yang efektif, ekspresi solidaritas dan empati terhadap keluarga yang berduka, serta media edukasi keagamaan informal yang penting untuk meneruskan nilai-nilai Islam antar generasi. Ini adalah bukti kemampuan Islam beradaptasi dengan kearifan lokal, membentuk tradisi yang menjaga keseimbangan antara ibadah mahdhah (ritual murni) dan muamalah (interaksi sosial). Dengan demikian, tahlil menjadi bagian integral dari identitas keislaman di Indonesia, yang menunjukkan keindahan dan keluwesan ajaran Islam dalam berinteraksi dengan budaya setempat.

Meskipun ada perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai praktik ini, yang mencerminkan keragaman interpretasi dalam fiqh Islam, penting bagi umat Muslim untuk mengedepankan toleransi dan pemahaman. Fokus utama harus selalu pada niat ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan. Setiap Muslim diharapkan melaksanakan bertahlil dengan hati yang bersih dan pemahaman yang benar, tidak menjadikan perbedaan sebagai pemicu perpecahan.

Pada akhirnya, bertahlil adalah ajakan abadi untuk senantiasa mengingat Allah, mendoakan sesama, dan mempererat tali persaudaraan. Dengan melaksanakannya secara khusyuk, dengan pemahaman yang benar tentang makna dan tujuannya, bertahlil dapat menjadi sarana yang ampuh untuk meraih ketenangan hati, keberkahan, ampunan dari Sang Pencipta, serta menumbuhkan kepekaan sosial dan spiritual, baik bagi yang hidup maupun yang telah meninggal dunia.