Cacar Unggas: Pencegahan, Pengobatan, dan Pengendalian Komprehensif

Cacar unggas, atau yang dikenal juga dengan Avian Pox, adalah salah satu penyakit viral yang paling umum dan tersebar luas pada populasi unggas di seluruh dunia. Penyakit ini memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas peternakan, menyebabkan kerugian ekonomi yang substansial bagi para peternak. Meskipun angka kematian yang disebabkan oleh cacar unggas cenderung rendah pada kasus-kasus ringan, infeksi berat dapat menyebabkan penurunan produksi telur, pertumbuhan yang terhambat, bahkan kematian pada unggas muda. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang penyakit ini, mulai dari penyebab, gejala, penularan, hingga strategi pencegahan dan pengobatan, menjadi krusial bagi keberhasilan usaha peternakan.

Artikel komprehensif ini akan membahas secara tuntas berbagai aspek cacar unggas, memberikan panduan lengkap bagi peternak, praktisi kesehatan hewan, maupun siapa saja yang berkecimpung dalam industri perunggasan. Dari etiologi virus yang bertanggung jawab, manifestasi klinis yang bervariasi, hingga metode diagnosis terkini, serta strategi pencegahan yang efektif melalui vaksinasi dan biosekuriti, hingga opsi pengobatan suportif. Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk membekali pembaca dengan pengetahuan yang relevan dan praktis untuk mengelola risiko cacar unggas secara efisien, sehingga kesehatan dan produktivitas kawanan unggas dapat terjaga optimal.

1. Pengenalan Cacar Unggas

Cacar unggas adalah penyakit viral akut atau kronis yang ditandai dengan lesi proliferatif (pembentukan nodul) pada kulit yang tidak berbulu atau lesi difteritik pada membran mukosa saluran pernapasan bagian atas dan pencernaan. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus *Avipoxvirus*, famili *Poxviridae*. Avipoxvirus sangat resisten terhadap lingkungan luar, memungkinkan virus ini bertahan hidup dalam waktu lama di litter, debu, atau bangkai unggas yang terinfeksi. Resistensi ini menjadi salah satu faktor utama dalam penyebaran dan persistensi penyakit di lingkungan peternakan.

Meskipun seringkali dianggap sebagai penyakit yang tidak mematikan, cacar unggas dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan. Penurunan berat badan, penurunan produksi telur, kelesuan, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi sekunder bakteri adalah beberapa dampak yang merugikan. Pada kasus yang parah, terutama bentuk difteritik, dapat terjadi kesulitan bernapas dan menelan yang berujung pada kematian. Kehadiran lesi pada jengger atau pial juga dapat menurunkan nilai estetika unggas, yang penting bagi peternak unggas hias atau pembibitan.

1.1 Sejarah dan Distribusi

Cacar unggas telah dikenal dan didokumentasikan selama berabad-abad, menjadi salah satu penyakit unggas tertua yang pernah dicatat. Distribusinya bersifat kosmopolitan, artinya ditemukan di hampir semua wilayah di dunia di mana unggas dipelihara. Virus ini dapat menginfeksi berbagai spesies unggas, termasuk ayam, kalkun, burung puyuh, merpati, kenari, dan banyak spesies burung liar lainnya. Keragaman inang ini turut berkontribusi pada kesulitan dalam mengendalikan penyebaran penyakit, karena burung liar dapat bertindak sebagai reservoir dan vektor virus.

Berbagai strain Avipoxvirus telah diidentifikasi, dan beberapa di antaranya menunjukkan spesifisitas inang tertentu, meskipun infeksi silang antarspesies juga dapat terjadi. Misalnya, virus cacar ayam (Fowl Pox Virus) adalah yang paling umum pada ayam, sementara ada juga virus cacar kalkun, cacar merpati, dan lain-lain. Strain virus ini dapat memiliki tingkat virulensi yang berbeda, menjelaskan mengapa gejala klinis dapat bervariasi dari kasus yang sangat ringan hingga parah.

2. Etiologi: Virus Avipoxvirus

Cacar unggas disebabkan oleh virus dari genus *Avipoxvirus*, yang termasuk dalam famili *Poxviridae*. Poxviridae adalah famili virus DNA beruntai ganda (dsDNA) terbesar, dan anggotanya dikenal karena menghasilkan lesi kulit karakteristik pada inang yang terinfeksi. Virus Avipoxvirus memiliki morfologi yang khas, berbentuk bata atau ovoid dengan ukuran yang relatif besar (sekitar 200-400 nm), membuatnya menjadi salah satu virus terbesar yang menginfeksi hewan.

2.1 Struktur dan Karakteristik Virus

Genom Avipoxvirus terdiri dari DNA beruntai ganda linier yang sangat besar, mengkode ratusan protein. Struktur virusnya kompleks, dengan inti (core) yang mengandung genom DNA dan enzim-enzim penting untuk replikasi, dikelilingi oleh membran internal dan selubung luar yang mengandung glikoprotein. Selubung luar inilah yang berinteraksi dengan sel inang dan memainkan peran kunci dalam proses infeksi. Virion Avipoxvirus sangat stabil di lingkungan, mampu bertahan di luar inang selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, terutama di lingkungan yang kering dan sejuk.

Resistensi terhadap desinfektan umum juga cukup tinggi, meskipun sensitif terhadap eter, kloroform, dan desinfektan yang mengandung yodium atau klorin dalam konsentrasi tinggi. Kemampuan bertahan hidup yang lama di lingkungan ini menjadi alasan mengapa sanitasi dan biosekuriti yang ketat sangat penting dalam pencegahan penyebaran cacar unggas. Virus ini dapat tetap menular dalam serpihan kulit kering atau krusta yang terkelupas dari lesi, serta dalam debu di kandang.

2.2 Jenis-Jenis Avipoxvirus

Meskipun ada banyak strain Avipoxvirus, yang paling sering dijumpai pada unggas domestik meliputi:

• Fowl Pox Virus (FPV): Menyebabkan cacar pada ayam, kalkun, dan beberapa spesies burung liar. Ini adalah yang paling relevan untuk industri perunggasan.
• Pigeon Pox Virus (PGPV): Umumnya menginfeksi merpati, tetapi dapat menginfeksi ayam dan kalkun, meskipun dengan gejala yang lebih ringan dibandingkan FPV.
• Canary Pox Virus (CNPV): Menginfeksi kenari dan beberapa burung kicau lainnya. Lebih parah pada inang spesifiknya.
• Turkey Pox Virus (TPV): Mirip dengan FPV, menyebabkan cacar pada kalkun.

Infeksi silang antarspesies Avipoxvirus dapat terjadi, namun derajat keparahan penyakit dan kemampuan replikasi virus bervariasi tergantung pada spesies inang dan strain virus. Misalnya, vaksin cacar merpati (Pigeon Pox Vaccine) kadang digunakan pada ayam karena menyebabkan reaksi yang lebih ringan, namun proteksinya mungkin tidak sekuat vaksin cacar ayam itu sendiri.

3. Penularan Cacar Unggas

Penularan Avipoxvirus terutama terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan unggas yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi. Kulit yang rusak, baik oleh gigitan serangga, luka, atau abrasi kecil, adalah jalur masuk utama bagi virus.

3.1 Kontak Langsung

Penularan dari unggas sakit ke unggas sehat dapat terjadi melalui kontak fisik langsung. Ini termasuk sentuhan antar unggas, terutama di area yang terdapat lesi kulit aktif. Luka atau abrasi pada kulit unggas yang sehat menjadi pintu masuk virus dari lesi yang terbuka atau krusta yang terkelupas dari unggas terinfeksi. Di dalam kandang padat atau area umbaran, kontak langsung ini sangat sulit dihindari.

3.2 Kontak Tidak Langsung (Fomites)

Fomites adalah benda mati yang terkontaminasi virus dan dapat menjadi sumber penularan. Ini termasuk:

• Peralatan kandang: Wadah pakan, tempat minum, sarang, dan peralatan lainnya yang tidak didesinfeksi dengan baik.
• Pakaian dan sepatu petugas: Petugas kandang yang berpindah dari satu kandang ke kandang lain tanpa sanitasi yang memadai dapat membawa virus.
• Kendaraan: Truk pengangkut unggas, pakan, atau telur dapat menjadi vektor penularan antar peternakan.
• Debu dan litter: Virus dapat bertahan hidup lama di dalam debu kandang atau litter yang kering, yang kemudian dapat terhirup atau masuk melalui luka pada unggas.

3.3 Vektor Mekanis

Vektor mekanis memainkan peran krusial dalam penyebaran cacar unggas, terutama selama musim di mana serangga banyak berpopulasi.

• Nyamuk: Ini adalah vektor penularan paling penting. Nyamuk yang menggigit unggas terinfeksi dapat membawa virus pada proboscis (mulutnya) dan menularkannya ke unggas sehat saat menggigit lagi. Virus dapat bertahan di nyamuk selama beberapa minggu.
• Kutu dan Tungau: Meskipun peran mereka tidak sepenting nyamuk, kutu dan tungau juga dapat membawa virus secara mekanis.
• Burung Liar: Burung liar dapat membawa Avipoxvirus dan menyebarkannya ke unggas domestik melalui kontak langsung, kontaminasi pakan/air, atau sebagai reservoir virus. Spesies burung liar yang rentan termasuk burung gereja, jalak, dan burung pipit.

Memahami jalur penularan ini sangat penting untuk merancang strategi biosekuriti yang efektif guna meminimalkan risiko infeksi di peternakan.

4. Gejala Klinis Cacar Unggas

Gejala klinis cacar unggas sangat bervariasi tergantung pada strain virus, spesies unggas, umur, kondisi kekebalan, dan lokasi lesi. Secara umum, penyakit ini diklasifikasikan menjadi dua bentuk utama: bentuk kutan (kering) dan bentuk difteritik (basah), meskipun bentuk gabungan juga sering terjadi.

4.1 Bentuk Kutan (Kering)

Bentuk kutan adalah yang paling umum dan ditandai dengan lesi pada kulit yang tidak berbulu. Area yang paling sering terkena adalah jengger, pial, kelopak mata, sudut paruh, dan kaki. Lesi ini berkembang melalui beberapa tahapan:

1. Papula: Awalnya muncul sebagai bintik-bintik kecil, berwarna putih keabuan, seperti jerawat atau kutil kecil pada kulit. Ini adalah respons proliferatif sel epitel terhadap infeksi virus.
2. Vesikel/Pustula: Papula kemudian membesar dan dapat berisi cairan, membentuk vesikel atau pustula. Ini jarang terlihat karena vesikel biasanya cepat pecah.
3. Krusta (Keropeng): Vesikel yang pecah mengering dan membentuk krusta atau keropeng yang tebal, berwarna kuning kecoklatan hingga hitam. Keropeng ini seringkali menyerupai bunga kol atau kutil.
4. Penyembuhan: Setelah 3-4 minggu, krusta akan mengelupas, meninggalkan bekas luka putih keabuan yang kemudian sembuh total. Selama fase ini, virus akan terlepas ke lingkungan bersama dengan krusta.

Meskipun lesi kutan tidak selalu mematikan, lesi pada kelopak mata dapat menyebabkan pembengkakan, kebutaan sementara, dan kesulitan makan/minum, yang pada akhirnya dapat menyebabkan unggas kelaparan atau dehidrasi. Lesi pada sudut paruh juga dapat mengganggu kemampuan unggas untuk makan.

4.2 Bentuk Difteritik (Basah)

Bentuk difteritik jauh lebih serius dan seringkali menyebabkan angka kematian yang lebih tinggi. Lesi berkembang pada membran mukosa saluran pernapasan bagian atas dan saluran pencernaan bagian atas.

• Mulut dan Faring: Lesi muncul sebagai plak atau nodul berwarna putih kekuningan, menonjol, dan terkadang menyerupai keju. Plak ini dapat menyatu, membentuk membran difteritik yang menutupi sebagian besar rongga mulut dan faring.
• Laring dan Trakea: Lesi di laring dan trakea dapat menyebabkan kesulitan bernapas yang parah. Membran difteritik dapat menghalangi saluran udara, menyebabkan unggas megap-megap, batuk, dan bahkan sesak napas yang fatal.
• Esofagus: Dalam beberapa kasus, lesi juga ditemukan di esofagus, menyebabkan kesulitan menelan dan penurunan nafsu makan.

Unggas dengan bentuk difteritik seringkali menunjukkan gejala pernapasan seperti mengap-megap, batuk, dan suara serak. Mereka juga kesulitan makan dan minum, menjadi lesu, dan mengalami penurunan berat badan drastis. Kematian dapat terjadi karena asfiksia (cekikan) atau kelaparan.

4.3 Bentuk Gabungan

Tidak jarang unggas yang terinfeksi menunjukkan kedua bentuk, baik kutan maupun difteritik, secara bersamaan. Ini menunjukkan infeksi yang lebih parah dan prognosis yang lebih buruk. Selain lesi lokal, gejala umum lain yang dapat menyertai cacar unggas meliputi:

• Kelesuan dan depresi
• Penurunan nafsu makan dan minum
• Penurunan produksi telur pada unggas petelur
• Penurunan pertumbuhan pada unggas pedaging
• Peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri sekunder, terutama pada lesi yang terbuka.

Masa inkubasi penyakit bervariasi antara 4 hingga 14 hari, tergantung pada jalur infeksi dan virulensi strain virus.

5. Patologi dan Patogenesis

Patogenesis cacar unggas melibatkan replikasi virus dalam sel epitel kulit atau mukosa, menyebabkan hiperplasia (penebalan) dan hiperkeratosis (penumpukan keratin) pada sel-sel yang terinfeksi. Proses ini menghasilkan lesi karakteristik yang terlihat secara makroskopis.

5.1 Invasi dan Replikasi Virus

Virus Avipoxvirus masuk ke dalam tubuh unggas melalui kerusakan pada kulit atau membran mukosa. Setelah masuk, virus menginfeksi sel-sel epitel di lokasi masuk. Di dalam sel, virus bereplikasi di sitoplasma, membentuk badan inklusi sitoplasma yang besar, dikenal sebagai Borrel bodies atau Bollinger bodies. Badan inklusi ini adalah ciri khas infeksi poxvirus dan dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.

Replikasi virus menyebabkan pembengkakan sel (balonisasi), degenerasi seluler, dan akhirnya lisis (pecahnya) sel, melepaskan virion baru yang kemudian menginfeksi sel-sel di sekitarnya. Sel-sel yang terinfeksi juga merangsang sel-sel epitel yang berdekatan untuk berproliferasi, menyebabkan penebalan epidermis dan pembentukan nodul atau plak yang terlihat secara klinis.

5.2 Perubahan Makroskopis

• Bentuk Kutan: Lesi kulit berkembang dari papula kecil menjadi nodul yang lebih besar, kemudian menjadi vesikel, pustula, dan akhirnya krusta. Pembengkakan ini disebabkan oleh proliferasi sel epitel, infiltrasi sel-sel inflamasi, dan edema. Pada jengger dan pial, lesi dapat menyebabkan deformitas dan nekrosis (kematian jaringan) pada kasus yang parah.
• Bentuk Difteritik: Lesi pada mukosa ditandai dengan pembentukan plak atau membran pseudodifteritik. Plak ini terdiri dari sel-sel epitel yang terinfeksi, sel-sel inflamasi, fibrin, dan debris seluler. Membran ini melekat erat pada mukosa dan jika dilepaskan, akan meninggalkan permukaan yang berdarah. Peradangan dan pembengkakan pada laring dan trakea dapat menyebabkan penyempitan saluran napas, mengakibatkan kesulitan bernapas.

5.3 Perubahan Mikroskopis (Histopatologi)

Pada pemeriksaan histopatologi, lesi cacar unggas menunjukkan:

• Proliferasi sel epitel: Lapisan epidermis menebal secara signifikan, dengan sel-sel epitel menunjukkan hiperplasia dan hiperkeratosis.
• Balonisasi dan degenerasi seluler: Sel-sel epitel yang terinfeksi membengkak dan mengalami degenerasi vakuolar.
• Badan Inklusi Intrasitoplasmik (Bollinger Bodies): Ini adalah penemuan diagnostik kunci. Badan inklusi eosinofilik yang besar dapat terlihat di sitoplasma sel epitel yang terinfeksi. Badan-badan ini terdiri dari kumpulan virion dan material virus.
• Inflamasi: Terjadi infiltrasi sel-sel inflamasi seperti limfosit, makrofag, dan heterofil di sekitar lesi.
• Nekrosis: Pada kasus yang parah, terutama pada lesi difteritik, dapat terjadi nekrosis jaringan dan pembentukan pseudomembran.

Pemahaman mengenai patologi ini membantu dalam diagnosis penyakit dan menjelaskan mengapa gejala klinis dapat bervariasi serta mengapa pengobatan spesifik menjadi sulit.

6. Diagnosis Cacar Unggas

Diagnosis cacar unggas didasarkan pada kombinasi gejala klinis, lesi patologi, dan konfirmasi laboratorium. Akurasi diagnosis sangat penting untuk membedakan cacar unggas dari penyakit lain dengan gejala serupa.

6.1 Diagnosis Klinis

Pada banyak kasus, diagnosis awal dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan visual lesi karakteristik:

• Bentuk Kutan: Kehadiran nodul, krusta, atau lesi seperti kutil pada kulit yang tidak berbulu (jengger, pial, kelopak mata, kaki) biasanya cukup untuk diagnosis klinis yang kuat, terutama jika ada riwayat paparan atau wabah di daerah tersebut.
• Bentuk Difteritik: Pemeriksaan rongga mulut dan faring untuk mencari plak kekuningan atau membran pseudodifteritik dapat mengindikasikan bentuk difteritik. Gejala pernapasan seperti mengap-megap atau batuk juga mendukung diagnosis ini.

Meskipun demikian, diagnosis klinis saja mungkin tidak cukup untuk membedakan Avipoxvirus dari penyakit lain yang menyebabkan lesi serupa, seperti mikotoksikosis atau defisiensi vitamin A, yang dapat menyebabkan lesi pada mukosa. Oleh karena itu, konfirmasi laboratorium seringkali diperlukan, terutama pada kasus yang tidak jelas atau untuk tujuan epidemiologi.

6.2 Diagnosis Laboratorium

Beberapa metode laboratorium dapat digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan Avipoxvirus:

1. Histopatologi: Pemeriksaan histopatologi pada sampel jaringan lesi adalah metode diagnostik yang sangat efektif. Kehadiran badan inklusi intrasitoplasmik yang eosinofilik (Bollinger bodies) di dalam sel-sel epitel adalah diagnostik patognomonik untuk cacar unggas. Sampel jaringan biasanya diambil dari lesi kulit atau membran mukosa dan diwarnai dengan Hematoxylin-Eosin (HE).
2. Isolasi dan Identifikasi Virus: Virus dapat diisolasi dari lesi kulit atau membran mukosa yang terinfeksi. Sampel diambil dan diinokulasikan pada membran korialantois (CAM) telur ayam berembrio (EAC). Poxvirus akan menghasilkan lesi pock yang karakteristik pada CAM setelah beberapa hari inkubasi. Virus yang diisolasi kemudian dapat diidentifikasi lebih lanjut menggunakan mikroskop elektron untuk melihat morfologi virus yang khas, atau melalui uji netralisasi serum.
3. Polymerase Chain Reaction (PCR): PCR adalah metode molekuler yang sangat sensitif dan spesifik untuk mendeteksi DNA virus. Sampel DNA dari lesi atau jaringan dapat diekstraksi dan diperbanyak menggunakan primer spesifik Avipoxvirus. Metode ini cepat, akurat, dan dapat mendeteksi virus bahkan dalam jumlah kecil. Real-time PCR juga tersedia untuk kuantifikasi viral load.
4. Serologi: Uji serologi seperti Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap Avipoxvirus dalam serum unggas. Ini menunjukkan paparan sebelumnya terhadap virus atau status vaksinasi. Uji ini berguna untuk survei epidemiologi atau untuk mengevaluasi respons imun terhadap vaksinasi, tetapi tidak selalu mengindikasikan infeksi aktif.
5. Mikroskop Elektron: Mikroskop elektron dapat digunakan untuk visualisasi langsung partikel virus Avipoxvirus dari homogenat lesi atau biakan sel, menunjukkan morfologi virus yang berbentuk bata.

6.3 Diagnosis Banding

Penting untuk membedakan cacar unggas dari penyakit lain yang memiliki gejala serupa:

• Defisiensi Vitamin A: Dapat menyebabkan lesi pada mukosa mulut dan saluran pernapasan, menyerupai bentuk difteritik cacar unggas. Namun, defisiensi vitamin A tidak menghasilkan lesi kulit dan tidak ada badan inklusi.
• Infeksi Fungi: Beberapa infeksi jamur dapat menyebabkan lesi kulit atau mukosa, tetapi jarang menyerupai lesi cacar unggas secara persis.
• Avian Influenza (AI) atau Newcastle Disease (ND) (pada bentuk pernapasan): Dapat menyebabkan gejala pernapasan yang mirip dengan bentuk difteritik cacar unggas, tetapi tidak ada lesi kulit khas atau lesi difteritik pada mulut/faring.
• Parasit Ektoparasit (misalnya tungau): Gigitan tungau atau kutu dapat menyebabkan iritasi kulit, tetapi tidak membentuk nodul proliferatif seperti cacar.
• Reaksi Vaksin: Terkadang, vaksinasi cacar unggas yang berhasil dapat menimbulkan "take" atau bintik-bintik kecil pada lokasi vaksinasi (biasanya sayap), yang mirip dengan lesi awal cacar. Penting untuk membedakan ini dari infeksi lapangan.

Dengan melakukan diagnosis yang tepat, peternak dan dokter hewan dapat mengambil tindakan pengendalian yang sesuai dan efektif.

7. Pencegahan Cacar Unggas

Pencegahan adalah strategi paling efektif dan ekonomis dalam mengendalikan cacar unggas. Kombinasi vaksinasi dan praktik biosekuriti yang ketat merupakan kunci utama.

7.1 Vaksinasi

Vaksinasi adalah tulang punggung program pencegahan cacar unggas. Vaksin yang tersedia umumnya adalah vaksin hidup yang dilemahkan.

7.1.1 Jenis Vaksin

• Vaksin Cacar Ayam (Fowl Pox Vaccine): Vaksin ini terbuat dari virus cacar ayam hidup yang dilemahkan. Memberikan kekebalan yang kuat dan tahan lama terhadap FPV. Dianjurkan untuk digunakan pada ayam pedaging, petelur, dan pembibit.
• Vaksin Cacar Merpati (Pigeon Pox Vaccine): Terbuat dari virus cacar merpati hidup yang dilemahkan. Vaksin ini lebih ringan reaksinya dibandingkan FPV, dan kadang digunakan pada ayam muda atau unggas hias. Namun, tingkat proteksinya terhadap FPV mungkin tidak sekuat vaksin FPV asli.

7.1.2 Cara Pemberian Vaksin

Metode pemberian vaksin cacar unggas yang paling umum adalah melalui metode tusuk sayap (wing web puncture).

• Tusuk Sayap (Wing Web Puncture): Menggunakan jarum ganda atau aplikator khusus yang dicelupkan ke dalam vaksin, kemudian ditusukkan melalui selaput tipis di bawah sayap (wing web) unggas. Pastikan jarum tidak menusuk otot atau tulang. Setelah vaksinasi, akan muncul reaksi lokal (take) berupa bengkak kecil atau keropeng di lokasi tusukan setelah 7-10 hari. Ini adalah indikator bahwa vaksinasi berhasil dan kekebalan sedang terbentuk. Jika tidak ada reaksi, vaksinasi perlu diulang atau dievaluasi ulang program vaksinasinya.
• Follikel Bulu (Follikel Scarification): Metode ini kurang umum, dilakukan dengan mencabut beberapa bulu dari paha dan mengoleskan vaksin ke folikel bulu yang terbuka.

7.1.3 Jadwal Vaksinasi

Jadwal vaksinasi dapat bervariasi tergantung jenis unggas, tingkat risiko di peternakan, dan kondisi epidemiologi di wilayah tersebut.

• Ayam Petelur dan Pembibit: Vaksinasi biasanya dilakukan pada umur muda (sekitar 6-10 minggu) sebelum masa produksi dimulai. Booster mungkin diperlukan pada umur yang lebih tua di daerah dengan risiko tinggi.
• Ayam Pedaging: Karena siklus hidupnya yang singkat, vaksinasi cacar unggas jarang dilakukan pada ayam pedaging kecuali di daerah dengan tekanan infeksi yang sangat tinggi atau riwayat wabah berulang. Jika dilakukan, biasanya pada umur sangat muda.
• Unggas Hias/Hobi: Vaksinasi seringkali dianjurkan untuk melindungi individu yang berharga.

Penting untuk selalu mengikuti rekomendasi produsen vaksin dan berkonsultasi dengan dokter hewan untuk jadwal vaksinasi yang paling sesuai.

7.2 Biosekuriti

Biosekuriti adalah serangkaian praktik untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit di peternakan. Ini adalah lini pertahanan pertama dan terpenting, bahkan ketika vaksinasi sudah dilakukan.

7.2.1 Kontrol Akses

• Pembatasan Pengunjung: Batasi akses ke area peternakan hanya untuk personel penting. Terapkan protokol sanitasi ketat untuk pengunjung, termasuk mandi, ganti pakaian, dan desinfeksi sepatu.
• Pagar dan Gerbang: Pasang pagar di sekeliling area peternakan untuk mencegah masuknya hewan liar atau orang yang tidak berkepentingan.
• Pintu Masuk Tunggal: Desain peternakan dengan titik masuk tunggal yang dikontrol ketat.

7.2.2 Sanitasi dan Desinfeksi

• Pembersihan Kandang: Bersihkan kandang secara menyeluruh antara siklus produksi. Buang litter dan kotoran.
• Desinfeksi: Lakukan desinfeksi kandang dan semua peralatan secara rutin dengan desinfektan yang efektif terhadap virus. Fokus pada area yang sulit dijangkau.
• Footbath/Wheel Dip: Sediakan bak desinfektan (footbath) di pintu masuk setiap kandang untuk desinfeksi sepatu. Untuk kendaraan, gunakan semprotan atau bak celup (wheel dip).
• Kebersihan Peralatan: Pastikan semua peralatan (tempat pakan, minum, alat panen) dicuci dan didesinfeksi secara teratur.

7.2.3 Pengendalian Vektor

• Pengendalian Nyamuk: Nyamuk adalah vektor utama. Gunakan kelambu, fogging (pengasapan), atau insektisida untuk mengurangi populasi nyamuk di sekitar kandang. Eliminasi genangan air di sekitar peternakan yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
• Pengendalian Lalat dan Serangga Lain: Terapkan program pengendalian lalat dan serangga lain yang mungkin bertindak sebagai vektor mekanis.
• Pengendalian Rodensia: Tikus dan hewan pengerat lainnya dapat menyebarkan penyakit dan merusak fasilitas. Terapkan program pengendalian rodensia yang efektif.

7.2.4 Manajemen Unggas

• Sistem All-in, All-out: Terapkan sistem ini di mana semua unggas dalam satu kandang dipelihara bersama dan dikeluarkan bersamaan, diikuti dengan periode kosong untuk pembersihan dan desinfeksi sebelum unggas baru masuk.
• Isolasi Unggas Baru: Unggas baru atau yang baru dibeli harus diisolasi di kandang terpisah selama setidaknya 2-3 minggu sebelum digabungkan dengan kawanan utama, untuk memastikan mereka bebas penyakit.
• Pembuangan Bangkai: Buang bangkai unggas secara higienis, misalnya dengan pembakaran atau penguburan yang dalam, untuk mencegah penyebaran virus.
• Pakan dan Air Bersih: Pastikan unggas mendapatkan pakan dan air minum yang bersih dan tidak terkontaminasi.

Kombinasi antara vaksinasi yang tepat dan implementasi biosekuriti yang ketat adalah kunci untuk melindungi kawanan unggas dari cacar unggas dan menjaga kesehatan serta produktivitas peternakan.

8. Pengobatan dan Pengendalian Cacar Unggas

Tidak ada obat antivirus spesifik yang efektif untuk menyembuhkan cacar unggas. Pengobatan lebih bersifat suportif, bertujuan untuk mengurangi gejala, mencegah infeksi sekunder, dan membantu unggas pulih. Pengendalian wabah memerlukan tindakan cepat dan terkoordinasi.

8.1 Pengobatan Suportif

Setelah diagnosis cacar unggas ditegakkan, langkah-langkah berikut dapat diambil untuk mendukung unggas yang terinfeksi:

1. Antiseptik dan Perawatan Luka Lokal:
   • Untuk lesi kulit (bentuk kutan), bersihkan lesi dengan larutan antiseptik ringan seperti povidone-iodine encer atau larutan klorheksidin.
   • Oleskan salep antibiotik topikal atau salep yang mengandung vitamin A pada lesi untuk mencegah infeksi bakteri sekunder dan mempercepat penyembuhan. Salep ini juga dapat melembutkan krusta dan membantu pengelupasannya.
   • Pastikan unggas dapat melihat dan makan/minum, terutama jika ada lesi di sekitar mata atau mulut. Bersihkan lesi yang menghalangi penglihatan atau makan.
2. Antibiotik untuk Infeksi Sekunder:
   • Infeksi virus cacar unggas seringkali melemahkan sistem kekebalan tubuh unggas dan menyebabkan kerusakan mukosa, yang membuka peluang bagi bakteri patogen untuk menyebabkan infeksi sekunder.
   • Pemberian antibiotik spektrum luas (misalnya, tetrasiklin, amoksisilin) melalui air minum atau pakan dapat membantu mengendalikan infeksi bakteri sekunder, terutama pada bentuk difteritik atau jika ada tanda-tanda infeksi bakteri pada lesi kulit.
   • Konsultasikan dengan dokter hewan untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan dosis yang akurat.
3. Vitamin dan Elektrolit:
   • Berikan suplemen vitamin (terutama vitamin A, C, dan E) dan elektrolit melalui air minum. Vitamin A penting untuk integritas sel epitel dan penyembuhan luka. Vitamin C dan E adalah antioksidan yang mendukung sistem kekebalan tubuh.
   • Elektrolit membantu menjaga keseimbangan cairan dan mencegah dehidrasi, terutama pada unggas yang kesulitan makan dan minum.
4. Nutrisi yang Adekuat:
   • Pastikan unggas mendapatkan pakan yang berkualitas tinggi dan mudah dicerna. Jika perlu, berikan pakan lunak atau basah untuk unggas dengan lesi mulut yang parah.
   • Tingkatkan asupan pakan dan air minum dengan memastikan tempat pakan dan minum mudah diakses dan bersih.
5. Pengelolaan Lingkungan:
   • Jaga kondisi kandang agar tetap bersih, kering, dan berventilasi baik untuk mengurangi stres pada unggas dan meminimalkan beban patogen di lingkungan.
   • Hindari kepadatan kandang yang berlebihan.

Penting untuk diingat bahwa pengobatan suportif tidak akan menghilangkan virus dari tubuh unggas, tetapi membantu unggas bertahan hidup melewati fase akut penyakit dan pulih. Unggas yang telah pulih akan memiliki kekebalan terhadap strain virus yang sama.

8.2 Pengendalian Wabah

Jika terjadi wabah cacar unggas di peternakan, tindakan pengendalian yang cepat dan tegas diperlukan untuk membatasi penyebaran dan meminimalkan kerugian.

1. Isolasi Unggas Sakit: Segera pisahkan unggas yang menunjukkan gejala klinis dari kawanan yang sehat. Tempatkan mereka di kandang isolasi terpisah.
2. Vaksinasi Darurat: Pada kawanan yang belum divaksinasi atau pada kawanan yang terinfeksi sebagian, vaksinasi darurat dapat dipertimbangkan. Vaksinasi ini mungkin tidak mencegah infeksi pada unggas yang sudah dalam masa inkubasi, tetapi dapat membantu mengurangi keparahan penyakit dan melindungi unggas yang belum terinfeksi. Vaksinasi ulang pada kawanan yang telah divaksinasi dapat memperkuat kekebalan.
3. Biosekuriti yang Lebih Ketat: Tingkatkan semua tindakan biosekuriti secara drastis:
   • Batasi pergerakan personel dan peralatan antar kandang yang terinfeksi dan kandang sehat.
   • Lakukan desinfeksi peralatan, pakaian, dan sepatu setiap kali berpindah kandang.
   • Tingkatkan pengendalian vektor, terutama nyamuk.
   • Buang bangkai secara aman dan higienis.
4. Sanitasi Menyeluruh Pasca-Wabah: Setelah wabah mereda atau setelah kawanan terinfeksi dikeluarkan, lakukan pembersihan dan desinfeksi kandang serta peralatan secara menyeluruh. Periode kosong (depopulasi dan downtime) yang cukup lama sebelum memasukkan unggas baru sangat dianjurkan untuk memastikan virus mati di lingkungan.
5. Pemberitahuan kepada Otoritas: Laporkan wabah kepada otoritas kesehatan hewan setempat untuk mendapatkan panduan lebih lanjut dan membantu dalam pemetaan epidemiologi penyakit.
6. Eradikasi (Jika Diperlukan): Dalam kasus yang sangat parah atau pada peternakan pembibitan yang sangat bernilai, eliminasi selektif unggas yang sakit parah atau bahkan depopulasi seluruh kawanan mungkin dipertimbangkan untuk menghentikan penyebaran penyakit, meskipun ini adalah keputusan yang sulit dan terakhir.

Dengan menerapkan strategi pengobatan suportif dan pengendalian wabah yang komprehensif, dampak negatif cacar unggas dapat diminimalkan, dan peternakan dapat pulih lebih cepat.

9. Dampak Ekonomi Cacar Unggas

Cacar unggas, meskipun seringkali tidak secara langsung menyebabkan kematian massal, memiliki dampak ekonomi yang signifikan dan multifaset terhadap industri perunggasan. Kerugian ini dapat dirasakan oleh peternak skala kecil maupun industri besar.

9.1 Penurunan Produksi

• Penurunan Produksi Telur: Pada ayam petelur yang terinfeksi, terutama pada puncak produksi, cacar unggas dapat menyebabkan penurunan drastis dalam jumlah dan kualitas telur. Unggas yang sakit akan mengalami stres, lesu, dan kehilangan nafsu makan, yang secara langsung berdampak pada fungsi reproduksi mereka. Penurunan produksi ini bisa berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan, bahkan setelah unggas pulih secara klinis, karena membutuhkan waktu untuk kembali ke performa optimal.
• Penurunan Berat Badan dan Pertumbuhan: Pada ayam pedaging dan unggas muda, cacar unggas menghambat pertumbuhan. Lesi pada mulut dan tenggorokan menyulitkan unggas untuk makan dan minum, menyebabkan malnutrisi dan dehidrasi. Akibatnya, bobot badan akhir yang dicapai lebih rendah dari target, memperpanjang waktu panen atau mengurangi nilai jual.

9.2 Biaya Pengobatan dan Pencegahan

• Biaya Vaksinasi: Vaksinasi adalah langkah pencegahan yang efektif, namun biayanya menjadi beban operasional bagi peternak. Ini mencakup harga vaksin itu sendiri dan biaya tenaga kerja untuk pemberian vaksin.
• Biaya Obat-obatan dan Suplemen: Pengobatan suportif memerlukan pembelian antibiotik, vitamin, dan elektrolit. Meskipun tidak menyembuhkan virus, obat-obatan ini diperlukan untuk mengurangi keparahan gejala dan mencegah komplikasi, menambah pengeluaran yang tidak terencana.
• Biaya Tenaga Kerja Tambahan: Perawatan unggas yang sakit, termasuk pembersihan lesi, pemberian obat individu, dan monitoring, memerlukan waktu dan tenaga kerja ekstra yang berdampak pada efisiensi operasional.

9.3 Kerugian Akibat Kematian dan Kulling

• Kematian Langsung: Meskipun angka kematian karena cacar unggas relatif rendah pada bentuk kutan, bentuk difteritik dapat menyebabkan kematian karena asfiksia atau kelaparan.
• Kematian Akibat Infeksi Sekunder: Unggas yang sistem kekebalannya melemah karena cacar unggas lebih rentan terhadap infeksi bakteri atau virus lain, yang dapat menyebabkan kematian.
• Kulling (Penyisihan): Unggas dengan lesi yang parah atau yang pertumbuhannya sangat terhambat seringkali harus disisihkan (culling) karena tidak lagi produktif atau tidak layak jual, yang berarti kerugian langsung dari investasi pada unggas tersebut.

9.4 Kerugian Tidak Langsung

• Penurunan Kualitas Karkas: Pada ayam pedaging, lesi kulit yang tidak sembuh sempurna dapat menurunkan kualitas karkas dan nilai jual di pasaran.
• Pembatasan Perdagangan: Wabah cacar unggas di suatu wilayah dapat menyebabkan pembatasan pergerakan unggas atau produk unggas, mengganggu rantai pasokan dan pasar.
• Biaya Pengendalian dan Biosekuriti: Investasi dalam tindakan biosekuriti yang ketat, meskipun penting, juga merupakan biaya operasional yang harus ditanggung peternak.
• Stres dan Morbiditas: Unggas yang terinfeksi mengalami stres yang signifikan, dan morbiditas (tingkat penyakit) yang tinggi dapat menurunkan kesejahteraan hewan secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi citra peternakan.

Secara keseluruhan, dampak ekonomi cacar unggas bukan hanya terlihat dari angka kematian, tetapi juga dari hilangnya potensi produksi, biaya pengobatan dan pencegahan yang tinggi, serta kerugian tidak langsung lainnya yang merugikan profitabilitas peternakan.

10. Aspek Epidemiologi dan Mitigasi Risiko

Memahami bagaimana cacar unggas menyebar di populasi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi risiko infeksi adalah kunci untuk mengembangkan strategi mitigasi yang efektif. Epidemiologi mempelajari pola, penyebab, dan efek penyakit pada populasi.

10.1 Faktor Risiko Epidemiologi

Beberapa faktor meningkatkan risiko terjadinya dan penyebaran cacar unggas:

• Populasi Unggas yang Rentan: Unggas yang tidak divaksinasi atau memiliki kekebalan yang rendah (misalnya, ayam muda, ayam yang stres) jauh lebih rentan terhadap infeksi.
• Kepadatan Populasi: Kandang dengan kepadatan unggas yang tinggi memfasilitasi penularan virus melalui kontak langsung dan kontaminasi lingkungan.
• Keberadaan Vektor: Musim dengan populasi nyamuk yang tinggi (misalnya, musim hujan, daerah dengan genangan air) secara signifikan meningkatkan risiko penularan.
• Biosekuriti yang Lemah: Praktik biosekuriti yang tidak memadai, seperti kontrol akses yang longgar, sanitasi yang buruk, dan kurangnya desinfeksi, memungkinkan virus masuk dan menyebar di peternakan.
• Kontak dengan Unggas Liar: Peternakan yang dekat dengan habitat burung liar atau yang memungkinkan kontak antara unggas domestik dan liar memiliki risiko lebih tinggi, karena burung liar dapat menjadi reservoir virus.
• Pembelian Unggas dari Sumber Tidak Jelas: Memasukkan unggas baru tanpa karantina yang memadai atau dari sumber yang tidak memiliki riwayat kesehatan yang jelas dapat membawa virus ke dalam kawanan.
• Peralatan dan Petugas yang Terkontaminasi: Peralatan yang tidak didesinfeksi atau petugas yang berpindah antar kandang tanpa protokol biosekuriti yang ketat dapat menularkan virus.
• Stres Lingkungan: Perubahan suhu ekstrem, ventilasi buruk, kualitas pakan yang rendah, dan stres lainnya dapat menurunkan kekebalan unggas dan membuat mereka lebih rentan.

10.2 Strategi Mitigasi Risiko

Berdasarkan pemahaman epidemiologi, strategi mitigasi risiko cacar unggas harus mencakup pendekatan yang holistik:

1. Program Vaksinasi yang Konsisten:
   • Terapkan jadwal vaksinasi yang ketat dan sesuaikan dengan tingkat risiko di lokasi peternakan.
   • Pastikan vaksin disimpan dan diberikan dengan benar untuk menjaga efektivitasnya.
   • Monitor "take" vaksin untuk memastikan kekebalan terbentuk.
2. Peningkatan Biosekuriti Secara Menyeluruh:
   • **"Barrier" Fisik:** Gunakan pagar, kelambu anti-nyamuk pada kandang terbuka, dan desain kandang yang meminimalkan kontak dengan lingkungan luar.
   • **Kontrol Higienis:** Terapkan protokol sanitasi dan desinfeksi yang ketat untuk semua peralatan, kendaraan, dan personel. Gunakan desinfektan yang terbukti efektif terhadap poxvirus.
   • **Manajemen Unggas:** Terapkan sistem "all-in, all-out" jika memungkinkan. Lakukan karantina untuk unggas baru. Buang bangkai dengan benar.
3. Pengendalian Vektor yang Agresif:
   • Fokus pada eliminasi tempat berkembang biak nyamuk (genangan air).
   • Gunakan insektisida yang aman dan efektif, baik untuk fogging maupun aplikasi residual di sekitar kandang.
   • Jaga kebersihan area sekitar kandang untuk mengurangi populasi serangga dan hewan pengerat.
4. Monitoring dan Surveilans:
   • Lakukan pengamatan harian terhadap unggas untuk mendeteksi tanda-tanda awal penyakit.
   • Jika ada kecurigaan, segera lakukan diagnosis dan ambil tindakan yang diperlukan.
   • Simpan catatan kesehatan kawanan secara lengkap, termasuk riwayat vaksinasi dan kasus penyakit.
5. Manajemen Stres:
   • Sediakan lingkungan kandang yang nyaman (suhu, ventilasi, kepadatan).
   • Pastikan ketersediaan pakan dan air minum yang berkualitas.
   • Minimalkan gangguan dan stres pada unggas.
6. Edukasi dan Pelatihan:
   • Berikan pelatihan rutin kepada petugas kandang tentang pentingnya biosekuriti, identifikasi penyakit, dan prosedur penanganan.
   • Tingkatkan kesadaran akan cacar unggas dan risiko penularannya.

Dengan menerapkan langkah-langkah mitigasi risiko ini secara konsisten, peternak dapat secara signifikan mengurangi kemungkinan terjadinya wabah cacar unggas dan melindungi kesehatan serta produktivitas kawanan mereka.

11. Kesimpulan

Cacar unggas adalah penyakit virus yang tersebar luas dengan dampak ekonomi yang signifikan pada industri perunggasan. Meskipun angka kematiannya mungkin tidak setinggi penyakit lain, kerugian akibat penurunan produksi telur, hambatan pertumbuhan, peningkatan biaya pengobatan, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi sekunder dapat sangat membebani peternak. Disebabkan oleh virus Avipoxvirus, penyakit ini memiliki dua bentuk utama: kutan (kering) yang ditandai lesi kulit seperti kutil, dan difteritik (basah) yang menyerang membran mukosa saluran pernapasan dan pencernaan, dengan bentuk basah yang lebih mematikan.

Penularan virus utamanya terjadi melalui kontak langsung dengan unggas terinfeksi, kontak tidak langsung melalui fomites yang terkontaminasi, dan yang paling penting, melalui vektor mekanis seperti nyamuk. Diagnosis didasarkan pada pengamatan klinis lesi yang khas, didukung oleh konfirmasi laboratorium seperti histopatologi (mencari Bollinger bodies), isolasi virus, atau PCR yang cepat dan akurat. Penting untuk membedakan cacar unggas dari penyakit lain dengan gejala serupa, seperti defisiensi vitamin A.

Strategi pencegahan adalah kunci utama dalam mengelola cacar unggas. Vaksinasi menggunakan vaksin hidup yang dilemahkan, terutama melalui metode tusuk sayap, telah terbukti sangat efektif dalam membangun kekebalan. Namun, vaksinasi harus selalu didampingi oleh penerapan biosekuriti yang ketat. Biosekuriti mencakup kontrol akses, sanitasi dan desinfeksi rutin, serta pengendalian vektor (terutama nyamuk) yang agresif. Sistem manajemen "all-in, all-out" dan karantina untuk unggas baru juga merupakan komponen penting dari biosekuriti yang kuat.

Ketika wabah terjadi, tidak ada pengobatan antivirus spesifik. Penanganan berfokus pada terapi suportif, seperti pemberian antiseptik topikal untuk lesi kulit, antibiotik untuk mencegah infeksi bakteri sekunder, serta suplemen vitamin dan elektrolit untuk mendukung pemulihan unggas. Pengendalian wabah memerlukan tindakan cepat, termasuk isolasi unggas sakit, vaksinasi darurat (jika sesuai), peningkatan biosekuriti secara drastis, dan sanitasi menyeluruh pasca-wabah. Pemahaman mendalam tentang epidemiologi, termasuk faktor-faktor risiko seperti kepadatan populasi, keberadaan vektor, dan biosekuriti yang lemah, memungkinkan peternak untuk merancang strategi mitigasi risiko yang proaktif.

Dengan pengetahuan yang komprehensif dan penerapan praktik terbaik dalam pencegahan, deteksi dini, dan pengelolaan yang tepat, peternak dapat melindungi investasi mereka, menjaga kesehatan dan produktivitas kawanan unggas, serta berkontribusi pada keberlanjutan industri perunggasan secara keseluruhan. Cacar unggas adalah tantangan yang dapat diatasi dengan pendekatan yang terinformasi dan terdisiplin.

12. Tanya Jawab Umum (FAQ) tentang Cacar Unggas

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan mengenai cacar unggas:

Q1: Apa itu cacar unggas?

A1: Cacar unggas adalah penyakit viral pada unggas yang disebabkan oleh Avipoxvirus. Ditandai dengan lesi kulit seperti kutil atau plak pada membran mukosa saluran pernapasan/pencernaan.

Q2: Apakah cacar unggas menular ke manusia?

A2: Tidak, cacar unggas tidak menular ke manusia. Virus Avipoxvirus sangat spesifik untuk inang unggas dan tidak menyebabkan penyakit pada manusia.

Q3: Bagaimana cara utama penularan cacar unggas?

A3: Penularan utama melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, kontak langsung dengan unggas sakit, atau kontak tidak langsung melalui fomites (peralatan, debu) yang terkontaminasi.

Q4: Apa perbedaan antara bentuk kutan dan difteritik?

A4: Bentuk kutan (kering) menyerang kulit yang tidak berbulu (jengger, pial, kaki) dengan lesi seperti kutil/keropeng. Bentuk difteritik (basah) menyerang membran mukosa mulut, tenggorokan, dan saluran pernapasan dengan plak kekuningan yang dapat menyulitkan bernapas dan menelan. Bentuk difteritik lebih parah.

Q5: Bisakah unggas yang terinfeksi cacar unggas sembuh?

A5: Ya, banyak unggas dapat pulih dari cacar unggas, terutama bentuk kutan, dengan perawatan suportif. Unggas yang pulih akan mengembangkan kekebalan terhadap strain virus yang sama.

Q6: Apakah ada obat untuk cacar unggas?

A6: Tidak ada obat antivirus spesifik untuk cacar unggas. Pengobatan bersifat suportif, bertujuan untuk meredakan gejala, mencegah infeksi bakteri sekunder (dengan antibiotik), dan mendukung pemulihan dengan vitamin/elektrolit.

Q7: Bagaimana cara mencegah cacar unggas di peternakan?

A7: Pencegahan terbaik adalah dengan vaksinasi teratur (metode tusuk sayap) dan penerapan biosekuriti yang ketat. Ini termasuk pengendalian nyamuk, sanitasi kandang yang baik, pembatasan akses, dan karantina unggas baru.

Q8: Kapan waktu terbaik untuk memvaksinasi unggas terhadap cacar unggas?

A8: Umumnya pada unggas petelur dan pembibit, vaksinasi dilakukan pada usia muda (sekitar 6-10 minggu) sebelum masuk masa produksi. Konsultasikan dengan dokter hewan untuk jadwal spesifik yang sesuai dengan kondisi peternakan Anda.

Q9: Apa yang harus saya lakukan jika ada unggas yang menunjukkan gejala cacar unggas?

A9: Segera pisahkan unggas yang sakit. Konsultasikan dengan dokter hewan untuk diagnosis dan saran pengobatan suportif. Tingkatkan biosekuriti di seluruh peternakan dan pertimbangkan vaksinasi darurat untuk unggas yang belum terinfeksi.

Q10: Apakah saya bisa mengonsumsi telur atau daging dari unggas yang terkena cacar unggas?

A10: Ya, cacar unggas tidak menjadi masalah keamanan pangan bagi manusia. Daging dan telur dari unggas yang terinfeksi aman untuk dikonsumsi setelah dimasak dengan benar, asalkan unggas tersebut tidak diobati dengan obat-obatan yang memiliki masa henti (withdrawal period) yang belum terpenuhi.

Q11: Berapa lama virus cacar unggas dapat bertahan di lingkungan?

A11: Avipoxvirus sangat resisten dan dapat bertahan di lingkungan (misalnya, di krusta kering, debu, atau litter) selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, terutama di lingkungan yang sejuk dan kering. Oleh karena itu, sanitasi menyeluruh dan periode kosong kandang sangat penting.

Q12: Apakah semua jenis unggas rentan terhadap cacar unggas?

A12: Avipoxvirus dapat menginfeksi berbagai spesies unggas, termasuk ayam, kalkun, merpati, burung puyuh, dan burung liar. Beberapa strain virus lebih spesifik pada inang tertentu, tetapi infeksi silang dapat terjadi.

Semoga informasi ini bermanfaat dalam memahami dan mengelola cacar unggas di peternakan Anda.