Dalam lorong waktu yang terjalin dengan mitos dan legenda, di mana bayangan menari lebih terang daripada cahaya, hiduplah sebuah entitas atau mungkin sebuah konsep yang dikenal sebagai Capol. Bukanlah nama yang diucapkan dengan mudah di kalangan manusia atau ras lainnya di alam semesta yang luas ini. Capol adalah bisikan di antara para penyihir kuno, sebuah gambaran yang terukir di reruntuhan peradaban yang terlupakan, dan sebuah ketakutan yang merayap di hati mereka yang berani menjelajahi kedalaman realitas yang tersembunyi. Sejak awal mula, Capol telah menjadi inti dari banyak kisah, baik sebagai sumber kekuatan yang tak terhingga, penyebab malapetaka yang tak terhindarkan, atau sebagai ujian terakhir bagi jiwa-jiwa yang ingin melampaui batas-batas mortalitas. Keberadaannya bukan sekadar fiksi; ia adalah benang merah yang mengikat takdir banyak dunia, membentuk lanskap, dan membengkokkan kehendak. Cerita-cerita tentang Capol sering kali dimulai dari bisikan, dari gulungan-gulungan yang hangus terbakar, atau dari artefak yang memancarkan aura kegelapan abadi.
Dunia di mana Capol bersemayam adalah dunia yang dicengkeram oleh bayangan, tempat sihir gelap mengalir seperti sungai, dan di mana moralitas adalah sebuah kemewahan yang jarang ditemukan. Pepohonan menjulang tinggi dengan dahan-dahan yang bengkok seperti jemari penyihir, langit sering kali tertutup awan kelabu yang tak pernah menyingkir, dan tanahnya dipenuhi jejak-jejak pertempuran kuno yang tak terhitung jumlahnya. Di sinilah, di tengah kehampaan dan kekejaman, konsep Capol pertama kali muncul, bukan sebagai dewa yang dipuja, melainkan sebagai kekuatan yang disegani, bahkan ditakuti. Mereka yang mencari Capol melakukannya dengan motif yang beragam: kekuasaan, pengetahuan terlarang, keabadian, atau bahkan kehancuran total. Namun, semua pencarian itu berakhir dengan satu kesamaan: perubahan, sering kali mengerikan dan permanen, baik bagi sang pencari maupun dunia di sekitarnya. Ini bukan kisah tentang kebaikan yang mengalahkan kejahatan, melainkan tentang kekuatan yang begitu murni dan purba sehingga ia melampaui dikotomi sederhana tersebut.
Tak seorang pun yang masih hidup, bahkan para Naga Tua yang telah menyaksikan bergantinya zaman, dapat menceritakan dengan pasti kapan dan bagaimana Capol pertama kali muncul. Legenda terbagi menjadi beberapa faksi. Beberapa mengatakan Capol adalah manifestasi dari Void itu sendiri, sebuah anomali kosmik yang tercipta pada saat alam semesta lahir dari kekosongan. Sebuah entitas tanpa bentuk, tanpa keinginan, namun dengan potensi untuk menciptakan atau menghancurkan segalanya. Dikatakan bahwa Capol bukanlah makhluk hidup dalam pengertian tradisional, melainkan sebuah resonansi, sebuah getaran abadi dari kehampaan yang perlahan-lahan meresap ke dalam realitas, memberikan bentuk pada ketakutan terdalam dan harapan yang paling gelap. Ini adalah asal-usul yang paling ditakuti, karena jika Capol adalah Void, maka ia tidak dapat dihancurkan, hanya dapat ditahan atau dialihkan, dan itu pun hanya untuk sementara.
Versi lain dari asal-usul Capol berbicara tentang sebuah artefak. Sebuah permata hitam pekat yang jatuh dari langit, terkandung di dalamnya esensi bintang-bintang yang mati dan kutukan dari dunia-dunia yang hancur. Permata ini, yang disebut “Jantung Void” dalam beberapa naskah kuno, diyakini sebagai wadah bagi kekuatan Capol. Dikatakan bahwa permata ini memiliki kesadaran, sebuah kesadaran yang sangat tua dan alien sehingga pikiran fana tidak akan mampu memahaminya. Mereka yang menyentuh permata itu akan segera merasakan bisikan Capol merayap ke dalam jiwa mereka, menjanjikan kekuatan yang tak terbatas dengan harga yang tak terlukiskan. Sejarah mencatat beberapa upaya untuk mengendalikan Jantung Void, dan semuanya berakhir dengan tragedi, menciptakan monster, mengutuk seluruh dinasti, atau membuka portal ke dimensi yang lebih gelap. Ini menunjukkan bahwa Capol mungkin bukan entitas tunggal, melainkan kekuatan yang dapat dimanifestasikan melalui berbagai medium, artefak menjadi salah satu yang paling berbahaya.
Dalam gulungan-gulungan yang lebih esoteris, yang hanya dapat diakses oleh sekte-sekte tersembunyi yang mengabdikan diri pada studi eskatologi kosmik, Capol digambarkan sebagai sebuah kutukan purba. Sebuah kutukan yang dilemparkan oleh dewa-dewa yang lebih tua dari waktu, untuk menghukum ras yang arogan yang mencoba meniru penciptaan. Kutukan ini tidak hanya merusak individu, tetapi juga memutarbalikkan realitas itu sendiri, menciptakan domain-domain yang terdistorsi dan memicu konflik abadi. Menurut pandangan ini, Capol adalah sebuah anomali, sebuah erosi terhadap tatanan alam semesta yang terus-menerus mengancam untuk menelan semua yang ada. Para sarjana dari ‘Ordo Penjaga Keseimbangan’ percaya bahwa Capol bukanlah dewa atau artefak, tetapi sebuah entropi kosmik yang diberikan kesadaran oleh pikiran kolektif makhluk hidup yang fana. Setiap ketakutan, setiap kebencian, setiap keinginan gelap memberi makan Capol, memperkuat cengkeramannya pada alam semesta. Ini berarti Capol adalah cerminan dari kegelapan dalam diri kita sendiri, sebuah kebenaran yang lebih menakutkan daripada monster mana pun.
"Capol bukanlah yang datang dari luar, melainkan yang bangkit dari dalam. Ia adalah bayangan dari jiwa-jiwa kita, terwujud dalam kegelapan yang tak terbatas." — Mantra Kuno dari Sekte Obsidian.
Apa pun asal-usulnya, satu hal yang pasti: Capol adalah kekuatan yang tak dapat diabaikan. Kisah-kisah tentang kemunculannya selalu disertai dengan tanda-tanda mengerikan: langit berdarah, sungai-sungai berubah menjadi lumpur hitam, dan bisikan kegilaan merasuki pikiran orang-orang. Beberapa percaya bahwa Capol muncul dalam siklus tertentu, seperti pasang surut kosmik, sementara yang lain berpendapat bahwa ia selalu ada, hanya saja tingkat pengaruhnya yang bervariasi. Para archan-seer di ‘Menara Bintang Jatuh’ mengklaim bahwa Capol adalah ‘ingatan’ alam semesta akan kekosongan sebelum penciptaan, sebuah residu primordial yang menolak untuk sepenuhnya diredakan oleh keberadaan. Mereka melakukan ritual rumit untuk memahami, atau setidaknya memprediksi, manifestasi Capol berikutnya, berharap dapat mempersiapkan dunia untuk kiamat yang akan datang. Sayangnya, prediksi mereka sering kali samar dan sulit diinterpretasikan, meninggalkan banyak orang dalam kebingungan dan ketakutan.
Sifat Capol yang ambigu membuatnya sulit untuk didefinisikan secara konkret. Ia jarang menampakkan diri dalam bentuk fisik yang konsisten, sering kali lebih menyerupai fenomena daripada makhluk. Manifestasinya dapat berupa kabut hitam yang merayap, bisikan tak berwujud yang menghasut kekerasan, atau ilusi yang membelokkan kenyataan. Namun, di balik beragam penampakan ini, ada serangkaian kekuatan inti yang selalu dikaitkan dengan Capol, yang semuanya mengerikan dan merusak. Kekuatan utama Capol adalah kemampuannya untuk memanipulasi realitas dan pikiran. Ia dapat mengubah persepsi, memutarbalikkan ingatan, dan menanamkan kegilaan yang dalam di dalam jiwa korbannya. Mereka yang terkena pengaruh Capol sering kali menjadi agen kehancuran tanpa disadari, melakukan tindakan mengerikan atas perintah yang hanya mereka dengar, atau melihat ilusi yang tidak dapat dibedakan dari kenyataan. Banyak desa yang hancur, dan kerajaan yang jatuh, hanya karena satu individu yang terkena sentuhan Capol.
Salah satu kemampuan paling menonjol dari Capol adalah ‘Distorsi Kehendak’. Ini bukan sekadar kontrol pikiran biasa; Capol mampu membengkokkan esensi keinginan bebas, mengubahnya menjadi sesuatu yang jahat dan merusak. Korban tidak hanya mematuhi, tetapi mereka menginginkan untuk mematuhi, percaya bahwa tindakan mereka adalah kehendak mereka sendiri. Para paladin yang gagah berani dapat tiba-tiba berbalik melawan sumpah mereka, penyihir yang bijaksana dapat jatuh ke dalam sihir terlarang, dan orang suci dapat menjadi pengkhotbah kebencian. Proses ini seringkali lambat dan menghancurkan jiwa, membuat individu yang terdistorsi tidak dapat dikenali lagi, baik oleh diri mereka sendiri maupun oleh orang yang mereka cintai. Para sarjana di ‘Perpustakaan Kuno’ mencatat kasus-kasus di mana seluruh populasi kota telah jatuh di bawah pengaruh ini, menyebabkan kehancuran diri massal atau pengorbanan mengerikan yang dilakukan dengan sukarela.
Selain manipulasi pikiran, Capol juga dikenal memiliki kekuatan destruktif yang fenomenal. Dalam wujud yang lebih aktif, ia dapat memicu bencana alam yang tak terkendali: gempa bumi yang merobek daratan, tsunami yang menelan kota-kota pesisir, dan badai api yang menghanguskan hutan. Kekuatan ini tidak terlihat seperti sihir murni, tetapi lebih seperti alam itu sendiri yang memberontak. Beberapa filsuf percaya bahwa Capol adalah inti dari kekacauan, dan kemunculannya hanya mempercepat kehancuran yang sudah melekat dalam tatanan alam semesta. Wilayah yang pernah disentuh oleh Capol sering kali berubah menjadi ‘Tanah Capol’ – area yang tandus, dilanda badai abadi, dan dipenuhi oleh makhluk-makhluk yang bermutasi dan mengerikan, makhluk-makhluk yang telah dibentuk ulang oleh energi koruptif Capol. Tanaman layu, air menjadi beracun, dan setiap napas terasa seperti racun yang merayap ke dalam paru-paru. Mereka yang mencoba tinggal di sana akhirnya berubah menjadi makhluk yang tak berjiwa, atau menjadi gila, berjalan tanpa tujuan di antara reruntuhan.
Kekuatan ketiga yang sering dikaitkan dengan Capol adalah kemampuannya untuk ‘Membuka Gerbang’. Gerbang-gerbang ini bukan ke dimensi lain, melainkan ke ‘Kosong’ – ruang di antara ruang, tempat di mana hukum fisika tidak berlaku dan entitas-entitas primordial bersembunyi. Ketika Capol membuka gerbang, makhluk-makhluk mengerikan dari Kosong dapat merayap ke alam semesta, membawa serta kengerian yang tak dapat dibayangkan. Monster-monster dengan banyak mata dan tentakel, entitas yang memakan emosi, atau makhluk bayangan yang dapat melewati dinding padat, semuanya telah dilaporkan muncul setelah kemunculan Capol. Gerbang-gerbang ini seringkali muncul di lokasi yang memiliki signifikansi spiritual atau magis yang tinggi, mengubah kuil-kuil suci menjadi sarang kengerian dan menara penyihir menjadi titik masuk bagi invasi kosmik. Kekuatan ini tidak hanya mengancam kehidupan, tetapi juga mengancam kain realitas itu sendiri, karena setiap gerbang yang dibuka mengikis batas antara dunia yang ada dan kehampaan yang menanti di luarnya.
Sejarah peradaban dipenuhi dengan era-era kegelapan, periode di mana bencana alam, perang, dan penderitaan merajalela. Banyak di antaranya dikaitkan dengan bangkitnya Capol. Salah satu periode paling menonjol adalah ‘Malam Abadi’, sebuah era yang terjadi ribuan tahun yang lalu, di mana matahari seolah enggan menampakkan diri selama beberapa dekade. Langit selalu tertutup awan hitam pekat, dan bumi diselimuti oleh kabut tebal yang mencekik. Selama Malam Abadi, tanaman layu, hewan-hewan mati kelaparan, dan ras-ras beradab saling berperang memperebutkan sisa-sisa sumber daya yang semakin menipis. Para sejarawan kuno mencatat bahwa selama periode ini, bisikan Capol terdengar di mana-mana, mendorong individu dan kerajaan untuk melakukan kekejaman yang tak terlukiskan, mempercepat kejatuhan mereka sendiri. Tidak ada yang tahu persis bagaimana Malam Abadi berakhir, tetapi beberapa legenda menyebutkan intervensi para dewa yang lebih tua, sementara yang lain bersikeras bahwa Capol akhirnya menarik diri setelah ‘memakan’ cukup banyak keputusasaan.
Periode kegelapan lain yang terkenal adalah ‘Perang Bayangan’, di mana tiga kerajaan besar yang dulunya sekutu setia tiba-tiba saling mengkhianati dan melancarkan perang yang brutal. Pertempuran-pertempuran itu tidak hanya melibatkan pedang dan sihir, tetapi juga taktik-taktik licik dan kekejaman yang tak terbayangkan, seolah-olah semua nilai moral telah dihapus. Dikatakan bahwa Capol menghembuskan bisikan-bisikan keraguan dan paranoia ke telinga para penguasa, menabur benih ketidakpercayaan dan kebencian. Para penyihir yang seharusnya menjadi pelindung, justru menggunakan sihir terlarang untuk memanggil entitas-entitas gelap, menciptakan medan perang yang mengerikan dan monster-monster yang tak terkendali. Perang itu berlangsung selama berabad-abad, menghancurkan peradaban yang dulunya megah, dan meninggalkan benua yang hancur dan dipenuhi oleh hantu-hantu dari masa lalu. Bahkan setelah perang usai, bekas luka Capol tetap ada, memisahkan orang-orang dan membuat rekonsiliasi menjadi mustahil selama beberapa generasi.
Di wilayah utara yang beku, terdapat kisah tentang ‘Bencana Es’. Sebuah kerajaan yang makmur, dihuni oleh ras yang tangguh dan penyihir elemen yang kuat, tiba-tiba dilanda musim dingin abadi. Bukan musim dingin biasa, tetapi embun beku yang merayap, membekukan darah di pembuluh darah dan mengubah jiwa menjadi es. Dikatakan bahwa Capol mengambil bentuk entitas es yang bernapas dingin, merusak tanah dan mengubah makhluk hidup menjadi patung es yang mengerikan. Seluruh desa ditemukan membeku di tempat, dengan ekspresi ketakutan yang abadi di wajah mereka. Para penyihir terkuat pun tidak mampu menahan serangan es Capol, kekuatan mereka memudar dan tubuh mereka membeku saat mencoba melawan. Kerajaan itu lenyap, terkubur di bawah lapisan es yang tak berujung, menjadi pengingat yang mengerikan akan kekuatan Capol untuk memanipulasi elemen dan membawa kehancuran yang perlahan namun tak terhindarkan. Sekarang, wilayah itu dikenal sebagai ‘Bumi Beku yang Dilupakan’, tempat di mana tidak ada yang berani melangkah.
Namun, tidak semua pengaruh Capol berakhir dengan kehancuran total. Beberapa legenda menyebutkan bahwa ada periode-periode di mana Capol hanya menguji kehendak makhluk hidup, mendorong mereka ke batas-batas mereka untuk melihat apakah mereka bisa melampaui kegelapan. Kisah-kisah ini sering kali lebih langka dan lebih ambigu, tetapi mereka ada. Mereka berbicara tentang individu-individu yang, setelah menghadapi manifestasi Capol, entah bagaimana menjadi lebih kuat, atau menemukan kebenaran yang lebih dalam tentang alam semesta, meskipun dengan harga yang mahal. Ada ‘Pendeta Malam’ yang, setelah bermeditasi di reruntuhan yang tercemar Capol selama bertahun-tahun, kembali dengan kekuatan untuk menyembuhkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan mata yang selalu memancarkan kesedihan mendalam dan bisikan-bisikan aneh yang kadang-kadang keluar dari bibirnya. Ini menunjukkan bahwa Capol mungkin bukan sekadar kekuatan destruktif, tetapi juga katalisator untuk evolusi, meskipun evolusi itu sering kali melibatkan penderitaan yang luar biasa dan pengorbanan yang tak terbayangkan.
Sepanjang sejarah, banyak individu dan kelompok telah terobsesi dengan Capol. Motif mereka beragam, dari pencarian kekuasaan tertinggi, pengetahuan terlarang, hingga upaya untuk menghancurkan atau mengendalikan entitas tersebut. Salah satu kelompok paling terkenal adalah ‘Sekta Capol Merah’, sebuah kultus yang percaya bahwa Capol adalah dewa sejati alam semesta, dan bahwa kehancuran yang dibawanya adalah pembersihan yang diperlukan untuk menciptakan tatanan baru. Mereka melakukan ritual mengerikan, pengorbanan manusia, dan tindakan-tindakan keji lainnya untuk menarik perhatian Capol dan mendapatkan berkatnya. Para anggota sekte ini seringkali adalah individu-individu yang putus asa, yang mencari makna dalam kekacauan, atau yang telah dikorbankan oleh masyarakat dan mencari balas dendam. Mereka rela menyerahkan segalanya, bahkan jiwa mereka, demi janji kekuasaan yang Capol bisikkan. Simbol mereka adalah mata merah yang dikelilingi oleh asap hitam, terukir di tubuh mereka sebagai tanda kesetiaan abadi.
Di sisi lain spektrum, ada ‘Ordo Penjaga Void’, sebuah perkumpulan rahasia para penyihir dan sarjana yang berdedikasi untuk mempelajari Capol dan, jika mungkin, menahannya. Mereka percaya bahwa Capol adalah ancaman eksistensial bagi semua kehidupan, dan bahwa tugas mereka adalah untuk mencegah manifestasi penuhnya. Para penjaga ini menghabiskan hidup mereka untuk meneliti teks-teks kuno, melacak pola-pola kemunculan Capol, dan mengembangkan ritual-ritual pelindung. Mereka adalah para pahlawan yang tidak pernah mendapatkan kemuliaan, karena perjuangan mereka sering kali tidak terlihat oleh mata publik. Banyak dari mereka yang akhirnya gila karena terlalu dalam menyelami pengetahuan terlarang tentang Capol, atau menjadi korban dari manifestasi entitas yang mereka coba kendalikan. Mereka hidup dalam bayang-bayang, sering kali bersembunyi dari sekte-sekte yang menyembah Capol dan dari kerajaan-kerajaan yang tidak memahami bahaya yang mereka hadapi. Perpustakaan mereka yang tersembunyi dipenuhi dengan gulungan-gulungan yang berbahaya, setiap halaman adalah kutukan yang menunggu untuk dilepaskan.
Kemudian ada ‘Para Perampok Jiwa’, sekelompok individu yang bukan pemuja maupun penentang Capol, melainkan oportunis yang mencari cara untuk memanfaatkan kekuatannya. Mereka percaya bahwa kekuatan Capol dapat dijinakkan dan digunakan sebagai senjata, alat untuk mencapai tujuan pribadi mereka, entah itu kekayaan, pengaruh, atau balas dendam. Mereka seringkali mencuri artefak-artefak yang terkontaminasi Capol, atau melakukan eksperimen-eksperimen berbahaya dengan energi gelap. Upaya mereka seringkali berakhir dengan bencana, karena kekuatan Capol jarang dapat dikendalikan sepenuhnya oleh pikiran fana. Banyak dari Perampok Jiwa ini yang akhirnya menjadi monster, tubuh mereka berubah, atau pikiran mereka hancur, menjadi boneka yang tak berjiwa bagi kekuatan yang mereka coba dominasi. Kisah-kisah tentang mereka berfungsi sebagai peringatan yang mengerikan bagi siapa pun yang berani bermain-main dengan Capol.
Salah satu kisah paling tragis tentang pencarian Capol adalah kisah ‘Raja Theron dari Eldoria’. Raja Theron, seorang penguasa yang adil dan bijaksana, terobsesi untuk menemukan Capol setelah kerajaannya dilanda wabah yang mengerikan. Ia percaya bahwa Capol adalah kunci untuk menyembuhkan rakyatnya, atau setidaknya untuk membalikkan kutukan yang menimpa mereka. Ia meninggalkan tahtanya dan berkelana ke tanah-tanah terlarang, meninggalkan kekayaan dan kekuasaannya, hanya untuk mencari petunjuk tentang keberadaan Capol. Perjalanannya berlangsung selama bertahun-tahun, diwarnai oleh penderitaan, pengkhianatan, dan pertempuran melawan makhluk-makhluk mengerikan. Akhirnya, ia menemukan sebuah artefak yang diyakini sebagai manifestasi Capol, sebuah kalung yang terbuat dari kristal gelap yang berdenyut. Namun, alih-alih menyembuhkan kerajaannya, kalung itu justru memperburuk wabah, mengubah rakyatnya menjadi makhluk buas yang haus darah. Raja Theron sendiri, yang percaya ia telah berhasil mengendalikan Capol, menjadi tiran yang kejam, memimpin pasukan monsternya untuk menghancurkan kerajaan tetangga. Ia mengira ia menyelamatkan, padahal ia menghancurkan. Takdirnya berakhir ketika para ksatria yang setia, yang tidak dapat lagi menanggung kekejaman raja mereka, akhirnya mengakhiri hidupnya. Kalung itu pun menghilang, menunggu korban berikutnya.
Untuk sebuah entitas yang begitu misterius, ada banyak ritual dan ramalan yang terkait dengan Capol. Sebagian besar ritual ini bersifat gelap dan berbahaya, bertujuan untuk menarik perhatian Capol atau untuk memohon kekuatannya. Sekte Capol Merah, misalnya, melakukan ‘Ritual Jiwa Berdarah’ di bawah bulan merah, di mana mereka mengorbankan sejumlah besar makhluk hidup, baik hewan maupun manusia, dengan harapan bahwa tumpahan darah akan membuka jalan bagi Capol untuk menampakkan diri. Mereka percaya bahwa penderitaan dan ketakutan yang dilepaskan selama pengorbanan adalah makanan bagi Capol, memperkuatnya dan membuatnya lebih responsif. Ritual ini seringkali berakhir dengan hasil yang tidak terduga, terkadang Capol menampakkan diri dalam bentuk yang mengerikan, terkadang ia hanya meninggalkan kehancuran dan kekosongan. Para pemuja akan menerjemahkan setiap kejadian sebagai tanda dari Capol, entah itu badai mendadak, gempa bumi kecil, atau bisikan di malam hari. Mereka bahkan merayakan kekejaman yang dihasilkan oleh ritual mereka, percaya bahwa itu adalah bagian dari rencana Capol.
Di sisi lain, Ordo Penjaga Void memiliki ‘Ritual Penahanan’ yang rumit, yang dirancang untuk mengusir atau menahan pengaruh Capol. Ritual ini melibatkan penggunaan simbol-simbol kuno, mantra-mantra pelindung yang diucapkan dalam bahasa yang terlupakan, dan penggunaan artefak-artefak suci yang diyakini mampu menangkis kegelapan. Mereka seringkali harus melakukan ritual ini di situs-situs yang telah terkontaminasi Capol, berisiko besar bagi nyawa mereka sendiri. Ritual ini tidak bertujuan untuk menghancurkan Capol, karena mereka percaya itu tidak mungkin, melainkan untuk menciptakan semacam ‘perisai’ atau ‘penjara’ sementara yang dapat menahan kekuatannya. Setiap keberhasilan dalam menahan Capol adalah kemenangan kecil yang dirayakan dengan sangat hati-hati, karena mereka tahu bahwa perjuangan mereka tidak akan pernah berakhir. Ada kasus di mana beberapa Penjaga Void yang paling berpengalaman berhasil menekan manifestasi Capol selama beberapa waktu, meskipun dengan mengorbankan sebagian besar kekuatan magis mereka atau bahkan nyawa mereka sendiri.
Ramalan tentang Capol juga merupakan bagian integral dari lore-nya. ‘Gulungan Takdir’, sebuah koleksi teks profetik yang berusia ribuan tahun, berisi beberapa bagian yang samar-samar merujuk pada Capol. Gulungan-gulungan ini berbicara tentang ‘Bayangan yang akan datang dari kekosongan’, ‘Penghancur Realitas’, dan ‘Pencabut Kehendak’. Namun, karena sifatnya yang samar dan multi-interpretasi, tidak ada yang dapat memahami dengan pasti kapan atau bagaimana ramalan ini akan terwujud. Beberapa sarjana percaya bahwa ramalan ini merujuk pada kemunculan fisik Capol, sementara yang lain berpendapat bahwa itu lebih merupakan metafora untuk era kehancuran atau perubahan besar yang akan datang. Para peramal yang mencoba menguraikan Gulungan Takdir seringkali berakhir dengan kegilaan, pikiran mereka tidak mampu menahan beratnya pengetahuan tentang masa depan yang mengerikan. Mereka melihat fragmen-fragmen kiamat, bayangan yang tak terlukiskan, dan bisikan-bisikan dari kekosongan yang merasuki mereka, meninggalkan mereka sebagai cangkang kosong.
Ada juga ‘Ramalan Bulan Darah’, yang mengklaim bahwa Capol akan mencapai puncak kekuatannya ketika Bulan Darah muncul di langit, sebuah fenomena astronomi langka di mana bulan tampak berwarna merah padam. Ramalan ini telah menyebabkan kepanikan massal di masa lalu, dengan orang-orang yang bersembunyi di bawah tanah atau melakukan tindakan ekstrem untuk mencegah apa yang mereka yakini sebagai akhir dunia. Ketika Bulan Darah muncul, banyak kejadian aneh dan mengerikan memang terjadi, tetapi apakah itu karena Capol, atau hanya karena kepanikan dan paranoia massa yang memanifestasikan ketakutan mereka, masih menjadi perdebatan. Namun, korelasi antara kemunculan Bulan Darah dan peningkatan aktivitas Capol terlalu sering terjadi untuk diabaikan, membuat banyak orang percaya bahwa ada hubungan mistis antara siklus langit dan kekuatan purba ini. Para astronom kuno yang mempelajari siklus Bulan Darah mencatat bahwa setiap kemunculan telah diikuti oleh bencana skala besar, dari wabah hingga perang yang menghancurkan kerajaan.
Kehadiran Capol, baik secara langsung maupun melalui bisikan dan pengaruhnya, telah membentuk peradaban dan sistem magis di banyak dunia. Di beberapa peradaban, ketakutan akan Capol telah mendorong pengembangan sistem pertahanan magis yang kuat, mantra-mantra pelindung yang rumit, dan teknologi anti-sihir yang canggih. Kota-kota dibangun dengan dinding-dinding yang diperkuat oleh sihir, dan menara-menara penjaga yang terus-menerus memindai langit untuk tanda-tanda kemunculan Capol. Prajurit-prajarit dilatih tidak hanya dalam ilmu pedang, tetapi juga dalam teknik-teknik untuk melawan ilusi dan pengaruh mental, serta bagaimana mengenali tanda-tanda korupsi Capol pada diri mereka sendiri atau orang lain. Seluruh tatanan sosial diatur untuk menghadapi ancaman ini, dengan hukum-hukum yang ketat terhadap praktik sihir gelap dan pemujaan entitas jahat. Mereka yang dicurigai terinfeksi oleh Capol segera diisolasi atau dihukum mati demi keamanan bersama, menciptakan masyarakat yang paranoid dan seringkali kejam.
Di sisi lain, ada juga peradaban yang mencoba memeluk kekuatan Capol, percaya bahwa itu adalah jalan menuju evolusi atau dominasi. Peradaban-peradaban ini seringkali jatuh ke dalam kegelapan dan kehancuran, mengubah diri mereka menjadi kekaisaran monster atau masyarakat yang dilanda kegilaan. Sebagai contoh, ‘Kekaisaran Malam’ kuno, yang pernah menjadi kekuatan dominan di benua bagian selatan, dengan bangga mengklaim telah menguasai esensi Capol. Mereka menggunakan sihir gelap yang didorong oleh Capol untuk menciptakan pasukan undead, mengubah lanskap menjadi gurun yang tandus, dan menaklukkan kerajaan-kerajaan tetangga dengan kekejaman yang tak terbayangkan. Arsitektur mereka mencerminkan kegelapan ini: benteng-benteng yang terbuat dari tulang dan batu obsidian, dihiasi dengan simbol-simbol Capol, menjulang tinggi di bawah langit yang selalu gelap. Namun, kekaisaran itu akhirnya runtuh dari dalam, para pemimpinnya saling bunuh di tengah paranoia dan kegilaan yang ditanamkan oleh Capol itu sendiri, mengubah kekuasaan yang mereka inginkan menjadi kutukan yang menghancurkan mereka.
Sistem magis juga sangat terpengaruh. Beberapa sekolah sihir telah mendedikasikan diri untuk mempelajari Capol, mencoba memahami cara kerjanya dan mengembangkan mantra-mantra untuk melawannya. Namun, pengetahuan ini sangat berbahaya, dan banyak penyihir yang mencoba mempelajarinya akhirnya menjadi korban dari kekuatan yang mereka coba kuasai. Ada ‘Sihir Void’ yang merupakan bentuk sihir yang paling berbahaya, lahir dari upaya untuk meniru atau memanfaatkan energi Capol. Ini adalah sihir yang merusak, yang dapat memanipulasi ruang dan waktu, memanggil makhluk-makhluk dari Kosong, atau mencuri kekuatan vital dari makhluk hidup. Namun, setiap penggunaan Sihir Void datang dengan harga yang mahal: pengguna akan secara perlahan terkikis, pikiran mereka tercemar, dan tubuh mereka berubah menjadi sesuatu yang bukan lagi manusia. Para penyihir yang berani mempelajari Sihir Void seringkali dikucilkan atau bahkan diburu, karena potensi bahaya yang mereka bawa terlalu besar untuk diabaikan. Kitab-kitab tentang Sihir Void seringkali ditemukan terikat dengan rantai dan disegel dengan mantra pelindung yang kuat, hanya untuk dibuka dalam situasi paling putus asa.
Keberadaan Capol juga mempengaruhi kepercayaan religius. Beberapa agama menganggap Capol sebagai iblis yang harus dimusnahkan, perwujudan kejahatan mutlak. Kuil-kuil mereka seringkali memiliki ruang-ruang penyucian dan ritual-ritual untuk membersihkan diri dari pengaruh Capol. Mereka mengkhotbahkan bahwa iman yang kuat dan hati yang murni adalah satu-satunya pertahanan terhadap bisikan gelapnya. Di sisi lain, ada sekte-sekte yang memuja Capol sebagai dewa penciptaan dan kehancuran, percaya bahwa ia adalah kekuatan alam semesta yang paling murni dan bahwa kehancuran yang dibawanya adalah bagian dari siklus kehidupan yang lebih besar. Mereka mempraktikkan pengorbanan dan tindakan kekerasan, percaya bahwa mereka sedang membantu Capol dalam misinya untuk membersihkan alam semesta. Kontras dalam pandangan ini seringkali menyebabkan konflik agama yang brutal, menambahkan lapisan kekacauan lain yang mungkin secara tidak langsung diperkuat oleh kehadiran Capol. Pertempuran antara ‘Para Ksatria Cahaya Abadi’ dan ‘Legiun Capol Merah’ adalah salah satu yang paling berdarah dalam sejarah, pertarungan antara keyakinan yang berlawanan tentang esensi alam semesta.
Banyak kisah heroik dan tragis yang terjalin dengan nama Capol. Salah satunya adalah kisah ‘Pahlawan yang Dilupakan, Aerion’. Aerion adalah seorang ksatria yang sangat setia dan tak kenal takut, yang hidup di era di mana Capol mengancam akan menelan seluruh kerajaan. Dikatakan bahwa Capol telah merasuki ratu, memutarbalikkan pikirannya menjadi kegilaan, dan membuatnya memerintahkan kekejaman yang tak terlukiskan. Aerion, yang mencintai ratunya dan kerajaannya, bersumpah untuk membebaskannya dari pengaruh Capol. Ia memulai perjalanan berbahaya untuk mencari artefak kuno yang konon memiliki kekuatan untuk mengusir entitas gelap. Perjalanannya membawanya melalui hutan-hutan berhantu, gua-gua yang dihuni monster, dan reruntuhan peradaban yang dilupakan. Setelah berjuang melewati banyak rintangan, dan kehilangan banyak teman seperjalanan, ia akhirnya menemukan ‘Cermin Hati’, sebuah artefak yang dapat menunjukkan kebenaran terdalam seseorang. Ia kembali ke istana dan menghadapi ratu, memegang cermin itu di depannya. Cermin itu menunjukkan ratu yang telah menjadi monster yang mengerikan, tetapi juga sekilas jiwanya yang murni, yang masih berjuang di dalam. Untuk sesaat, cermin itu memecah ilusi Capol, dan ratu berhasil merebut kembali kendali atas dirinya, meskipun hanya untuk sesaat. Dalam momen singkat kejernihan itu, ia memohon Aerion untuk membunuhnya, sebelum Capol bisa mengambil alih kembali. Dengan hati yang hancur, Aerion memenuhi permintaan itu, mengorbankan cintanya demi keselamatan kerajaannya. Capol pun mundur, tetapi Aerion tidak pernah lagi sama. Ia menghabiskan sisa hidupnya sebagai pengembara, hantu dari masa lalu yang terus menghantui, membawa beban keputusasaan dan pengorbanan.
Kisah lain yang terkenal adalah ‘Peristiwa Kota Bayangan’, sebuah insiden di mana sebuah kota metropolis yang ramai tiba-tiba lenyap. Tidak ada kehancuran fisik, tidak ada reruntuhan, tidak ada jejak pertempuran. Kota itu hanya... menghilang, seolah-olah ditarik dari realitas. Para saksi mata yang selamat (mereka yang berada di luar kota pada saat itu) melaporkan melihat gelombang kabut hitam yang pekat menyelimuti kota, dan kemudian, keheningan total. Upaya untuk menemukan kota itu sia-sia; di tempat yang dulunya berdiri megah, kini hanya ada hamparan tanah kosong yang diselimuti oleh aura keheningan yang menyeramkan. Beberapa percaya bahwa Capol telah ‘memakan’ kota itu, menariknya ke dalam dimensi kosong yang tak terlukiskan. Lainnya berpendapat bahwa kota itu mungkin masih ada, tetapi di alam keberadaan yang berbeda, terperangkap di antara realitas, dihuni oleh hantu-hantu dari masa lalu. Peristiwa ini menjadi peringatan keras tentang kekuatan Capol untuk memanipulasi ruang dan waktu, dan meninggalkan ketakutan mendalam di hati orang-orang, bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman dari cengkeramannya. Para penjelajah yang berani mencoba mencari sisa-sisa kota itu melaporkan mendengar bisikan-bisikan dari kehampaan, melihat bayangan yang menari di sudut mata mereka, dan merasakan dingin yang merasuk ke tulang mereka, seolah-olah berada di ambang keberadaan itu sendiri.
Ada juga ‘Legenda Pedang Capol’. Ini adalah kisah tentang sebuah pedang mistis, ditempa dari logam bintang jatuh dan diresapi dengan esensi Capol itu sendiri. Pedang ini konon memiliki kekuatan untuk membelah realitas, memanggil kekuatan kosmik, dan menghancurkan apa pun yang disentuhnya. Namun, kekuatannya datang dengan harga yang mengerikan: setiap kali pedang itu digunakan, penggunanya akan semakin terkorupsi, pikiran mereka dipenuhi dengan kegelapan dan keinginan untuk menghancurkan. Banyak ksatria dan raja telah mencoba mengklaim Pedang Capol, percaya bahwa mereka dapat mengendalikan kekuatannya, tetapi mereka semua berakhir sebagai boneka yang gila, memimpin pasukan kehancuran dan membawa malapetaka ke tanah mereka sendiri. Pedang itu, yang juga disebut ‘Penelan Jiwa’, tidak hanya memakan musuh-musuhnya tetapi juga penggunanya sendiri. Akhirnya, pedang itu disembunyikan di tempat yang paling dalam dan paling gelap di dunia, dilindungi oleh mantra-mantra kuno dan dijaga oleh makhluk-makhluk yang bukan hidup maupun mati, untuk mencegah agar tidak ada lagi yang jatuh ke dalam godaan Capol. Beberapa percaya bahwa pedang itu memiliki kehendaknya sendiri, sebuah perpanjangan dari Capol, yang menunggu dengan sabar untuk korban berikutnya.
Kisah-kisah ini, dan banyak lagi yang lainnya, tersebar di seluruh dunia, diceritakan di sekitar api unggun, diukir di dinding gua, dan dicatat dalam gulungan-gulungan yang memudar. Mereka berfungsi sebagai pengingat akan kekuatan Capol, baik sebagai ancaman yang menghancurkan maupun sebagai kekuatan yang tidak dapat sepenuhnya dipahami. Beberapa kisah bahkan menunjukkan adanya perlawanan yang gigih, di mana individu atau kelompok berhasil menunda atau bahkan mengusir pengaruh Capol, meskipun dengan pengorbanan besar. Misalnya, kisah ‘Tiga Pahlawan dari Arcanum’, sebuah persekutuan penyihir yang mengorbankan hidup mereka untuk menutup sebuah portal yang dibuka oleh Capol, mengurung diri mereka sendiri bersama entitas yang mereka lawan. Meskipun mereka mati, pengorbanan mereka menyelamatkan seluruh benua. Kisah-kisah ini menyoroti bahwa bahkan dalam kegelapan yang paling pekat, percikan harapan dan perlawanan masih dapat ditemukan, meskipun seringkali dengan biaya yang tak terbayangkan. Mereka mengajarkan bahwa Capol adalah ujian, bukan hanya musuh, dan bahwa bagaimana seseorang merespons ujian tersebutlah yang menentukan nasib mereka.
Seperti banyak entitas primordial, Capol diselimuti oleh kontroversi dan interpretasi yang beragam. Apakah Capol itu jahat, netral, atau bahkan bentuk kebaikan yang terdistorsi? Pertanyaan ini telah menjadi sumber perdebatan sengit di antara para sarjana, teolog, dan filsuf selama berabad-abad. Banyak yang melihat Capol sebagai perwujudan kejahatan mutlak, sebuah entitas yang hanya membawa kehancuran dan penderitaan. Mereka menunjukkan bukti-bukti berupa wabah, perang, dan kegilaan yang selalu menyertai kemunculannya. Bagi mereka, Capol adalah antagonis kosmik, sebuah kekuatan yang harus dilawan dan dimusnahkan dengan segala cara. Mereka menganggap setiap tindakan yang dilakukan di bawah pengaruh Capol sebagai tindakan kejahatan yang tidak dapat dimaafkan, dan setiap pemuja Capol sebagai musuh bagi semua kehidupan. Doktrin ‘Gereja Cahaya Abadi’ dengan tegas mengutuk Capol sebagai manifestasi dari ‘Bayangan Besar’, kekuatan anti-kehidupan yang bertujuan untuk mengembalikan alam semesta ke dalam kekosongan primordialnya.
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa Capol adalah kekuatan netral, sebuah fenomena alam semesta seperti gravitasi atau pembusukan. Mereka percaya bahwa Capol tidak memiliki kehendak, melainkan hanya bereaksi terhadap energi dan emosi makhluk hidup. Jika ia membawa kehancuran, itu karena ia diberi makan oleh kebencian dan ketakutan manusia. Jika ia memberikan kekuatan, itu karena ia adalah sumber energi mentah yang dapat disalurkan oleh siapa pun yang berani mengambil risikonya. Menurut pandangan ini, Capol tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan mengerikan yang dilakukan di bawah pengaruhnya, melainkan manusia itu sendirilah yang memanifestasikan kegelapan mereka melalui Capol. Mereka melihat Capol sebagai cermin, yang memantulkan kembali apa pun yang dilemparkan padanya. Sekte ‘Filsuf Void’ berpendapat bahwa Capol adalah bagian intrinsik dari keseimbangan kosmik, sebuah kekuatan yang menyeimbangkan penciptaan dengan kehancuran, dan bahwa mencoba menghancurkannya akan mengganggu tatanan alam semesta secara fundamental. Mereka percaya bahwa tujuan sejati bukanlah untuk melawan Capol, melainkan untuk memahaminya dan hidup berdampingan dengannya, mengakui tempatnya dalam keberadaan.
Yang paling kontroversial adalah pandangan yang menganggap Capol sebagai bentuk kebaikan yang terdistorsi, atau setidaknya sebagai kekuatan yang dapat membawa pada ‘pencerahan’ atau ‘transformasi’ yang lebih tinggi. Para penganut pandangan ini seringkali adalah individu-individu yang telah menghadapi Capol dan entah bagaimana selamat, atau yang telah menggunakan kekuatannya untuk tujuan yang mereka anggap mulia. Mereka berpendapat bahwa kehancuran yang dibawanya adalah cara untuk membersihkan yang lama agar yang baru dapat tumbuh, bahwa kegilaan yang ditanamkannya adalah cara untuk menghancurkan batasan-batasan pikiran fana, dan bahwa kekuatan yang diberikannya adalah kunci untuk melampaui batas-batas mortalitas. Mereka percaya bahwa untuk memahami Capol, seseorang harus merangkul kegelapan, bukan melarikan diri darinya. Sekte ‘Para Pelukis Malam’ percaya bahwa Capol adalah muse, inspirasi di balik semua bentuk seni yang paling menakutkan dan paling indah, dan bahwa melalui kegelapan yang ia berikan, manusia dapat mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang keindahan sejati. Mereka menciptakan karya seni yang mengerikan namun memukau, diyakini terinspirasi oleh Capol, yang seringkali menyebabkan gangguan mental pada penontonnya.
"Apakah angin yang merobohkan pohon itu jahat? Atau gunung berapi yang melahap desa? Capol adalah kekuatan, sebuah realitas yang tak dapat disangkal. Bagaimana kita menghadapinya, itulah yang menentukan kebaikan dan kejahatan." — Ajaran dari Kultus Keseimbangan Gelap.
Perdebatan ini tidak hanya bersifat akademis. Interpretasi yang berbeda tentang Capol seringkali memicu konflik dan perang. Para pemuja Capol Merah, yang melihatnya sebagai dewa pembersihan, seringkali berperang melawan Ordo Penjaga Void, yang melihatnya sebagai ancaman. Masing-masing pihak yakin bahwa mereka benar, dan bahwa tindakan mereka dibenarkan oleh pemahaman mereka tentang Capol. Perbedaan pandangan ini bahkan dapat memecah belah keluarga dan komunitas, dengan individu-individu yang berpihak pada satu interpretasi atau yang lain, mengasingkan diri dari orang-orang yang mereka cintai demi keyakinan mereka. Dalam arti tertentu, Capol adalah ujian bagi moralitas dan filosofi setiap peradaban, memaksa mereka untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan sulit tentang sifat kebaikan, kejahatan, dan tempat mereka sendiri di alam semesta yang luas dan seringkali kejam. Pada akhirnya, mungkin tidak ada satu pun kebenaran mutlak tentang Capol, melainkan hanya cermin yang memantulkan ketakutan dan harapan terdalam dari hati makhluk hidup.
Meskipun Capol telah muncul dan surut sepanjang sejarah, ancamannya tidak pernah sepenuhnya hilang. Seperti bayangan yang selalu mengikuti cahaya, Capol adalah kekuatan abadi yang terus-menerus mengancam untuk kembali dalam kekuatan penuhnya. Para sarjana dari Ordo Penjaga Void terus-menerus memantau tanda-tanda kemunculannya, membaca ramalan, dan melacak anomali di alam semesta. Mereka tahu bahwa ini adalah perjuangan yang tidak akan pernah berakhir, sebuah pertempuran yang harus terus-menerus diperjuangkan oleh setiap generasi. Mereka juga percaya bahwa setiap kali Capol bangkit, ia belajar, ia beradaptasi, dan ia menjadi lebih licik, membuat pertahanan yang lama menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan metode baru untuk melawannya adalah prioritas utama mereka, meskipun seringkali dengan mengorbankan keamanan dan kewarasan mereka sendiri. Beberapa penjaga telah mengabdikan hidup mereka untuk memetakan ‘pola resonansi’ Capol, berharap dapat menemukan frekuensi yang dapat mengganggu atau bahkan membalikkan efeknya.
Beberapa ramalan kuno berbicara tentang ‘Era Penyatuan’, di mana Capol akan akhirnya menyatu dengan alam semesta, menghapus batas antara keberadaan dan kekosongan. Ramalan ini sangat ditakuti, karena itu berarti akhir dari segalanya, kembali ke kondisi primordial tanpa bentuk, tanpa kehidupan, tanpa harapan. Namun, beberapa sekte pemuja Capol justru menyambut ramalan ini, percaya bahwa itu adalah tujuan akhir dari alam semesta, sebuah pembersihan total yang akan membuka jalan bagi penciptaan yang lebih murni. Mereka secara aktif bekerja untuk mempercepat Era Penyatuan ini, melakukan ritual-ritual yang lebih ekstrem dan menyebarkan kekacauan di mana pun mereka pergi, percaya bahwa setiap tindakan destruktif membawa mereka selangkah lebih dekat ke visi mereka tentang ‘keilahian sejati’. Konflik antara mereka yang ingin mempertahankan realitas dan mereka yang ingin merangkul kehancurannya adalah konflik yang mengancam untuk merobek tatanan alam semesta.
Ada juga teori tentang ‘Capol Tidur’. Beberapa ahli mistik percaya bahwa Capol tidak pernah sepenuhnya pergi, melainkan hanya tertidur di kedalaman alam semesta, menunggu saat yang tepat untuk bangkit kembali. Mereka berpendapat bahwa setiap kali Capol muncul, itu hanyalah ‘bisikan’ atau ‘mimpi’ dari entitas yang lebih besar yang sedang tidur, dan bahwa manifestasi penuhnya akan jauh lebih mengerikan daripada apa pun yang pernah disaksikan. Teori ini menimbulkan ketakutan yang mendalam, karena itu berarti bahwa semua perjuangan di masa lalu hanyalah pertarungan melawan bayangan, dan ancaman yang sebenarnya masih belum terungkap. Para sarjana yang mendalami teori ini seringkali menjadi sangat paranoid, melihat tanda-tanda Capol Tidur di setiap kejadian aneh, di setiap bayangan yang menari, dan di setiap bisikan angin malam. Mereka mencari ‘penjara’ atau ‘tempat tidur’ Capol, berharap dapat menemukannya dan memastikan ia tidak akan pernah bangkit sepenuhnya, meskipun sebagian dari mereka diam-diam bertanya-tanya apakah itu benar-benar mungkin.
Kisah-kisah tentang Capol berfungsi sebagai pengingat abadi bahwa alam semesta ini lebih besar dan lebih misterius dari yang bisa kita bayangkan. Ada kekuatan-kekuatan di luar pemahaman kita, entitas-entitas yang melampaui batas-batas moralitas dan eksistensi. Baik Capol itu adalah iblis, dewa, kekuatan alam, atau cermin dari kegelapan dalam diri kita sendiri, ia adalah sebuah entitas yang tidak dapat diabaikan. Ia terus-menerus menantang manusia dan ras lainnya untuk menghadapi ketakutan terdalam mereka, untuk memilih antara cahaya dan kegelapan, antara tatanan dan kekacauan. Dan selama ada kehidupan di alam semesta ini, selama ada harapan dan ketakutan, Capol akan tetap menjadi bagian dari kisah yang tak pernah berakhir, sebuah bayangan yang menari di ambang realitas, menunggu gilirannya untuk mempengaruhi takdir sekali lagi. Perjuangan melawan Capol adalah perjuangan abadi, yang membentuk karakter pahlawan dan penjahat, dan yang terus menulis ulang sejarah alam semesta dengan tinta kehancuran dan harapan yang rapuh.
Capol adalah lebih dari sekadar nama dalam legenda; ia adalah arsitek dari era-era kegelapan, pemecah kehendak, dan pemicu perubahan yang tak terhindarkan. Dari bisikan-bisikan purba di Void hingga manifestasinya yang mengerikan di dunia fana, keberadaan Capol telah membentuk narasi alam semesta, mengukir kisah-kisah keberanian dan keputusasaan, pencerahan dan kegilaan. Ia adalah paradoks, kekuatan destruktif yang terkadang memicu evolusi, entitas tanpa bentuk yang memanifestasikan kengerian yang nyata, dan misteri abadi yang terus-menerus membayangi hati setiap makhluk. Baik sebagai permata hitam yang berdenyut, kabut yang menghasut, atau bisikan yang mengikis jiwa, Capol tetap menjadi enigma yang mempesona sekaligus menakutkan, sebuah benang kusut yang terjalin erat dengan kain realitas.
Perjalanan memahami Capol adalah perjalanan tanpa akhir, di mana setiap penemuan baru hanya membuka lebih banyak pertanyaan dan mengungkap kedalaman kegelapan yang lebih luas. Ia mengajarkan kita bahwa ada batas-batas pengetahuan yang tidak boleh dilampaui, dan kekuatan-kekuatan yang tidak boleh diremehkan. Legenda Capol bukan hanya tentang pertempuran antara kebaikan dan kejahatan, tetapi tentang perjuangan abadi untuk mempertahankan akal sehat di hadapan kekacauan kosmik, untuk menjaga harapan tetap menyala di tengah bayang-bayang yang paling pekat, dan untuk menemukan makna dalam kehampaan yang mengancam untuk menelan segalanya. Kisahnya akan terus diceritakan, di setiap sudut dunia yang gelap dan fantastis ini, sebagai peringatan, sebagai ramalan, dan sebagai gema abadi dari kekosongan yang selalu menanti.