Hedonofobia, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, hedone (kesenangan) dan phobos (ketakutan), adalah kondisi psikologis yang ditandai dengan ketakutan yang intens dan irasional terhadap kesenangan, kebahagiaan, atau bahkan hanya gagasan untuk menikmati hidup. Ini bukan sekadar preferensi untuk gaya hidup yang sederhana atau asketisme—ini adalah sebuah kecemasan yang melumpuhkan, sebuah penolakan bawah sadar terhadap segala bentuk kepuasan, karena takut akan konsekuensi negatif yang menyertainya.
Seseorang yang hidup dengan hedonofobia mungkin secara aktif menghindari kegiatan yang secara umum dianggap menyenangkan—pesta, liburan, hobi baru, bahkan makanan lezat. Di permukaan, perilaku ini sering disalahartikan sebagai disiplin diri yang ekstrem, kerendahan hati yang berlebihan, atau sikap pesimistis. Namun, di baliknya, terdapat mekanisme pertahanan yang kompleks: keyakinan kuat bahwa kenikmatan adalah jebakan, pintu gerbang menuju rasa sakit, hukuman, kerugian, atau kehancuran moral.
Fobia ini menempatkan individu dalam kondisi paradoksal. Secara naluriah, manusia didorong oleh "prinsip kenikmatan" (pleasure principle), mencari rasa nyaman dan menghindari rasa sakit. Hedonofobia membalikkan prinsip fundamental ini, menciptakan konflik batin yang konstan. Setiap momen kegembiraan disambut bukan dengan relaksasi, melainkan dengan lonjakan kecemasan: “Ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan,” atau “Saya harus segera dihentikan sebelum hal buruk terjadi.”
Meskipun tampak serupa, hedonofobia berbeda dari anhedonia. Anhedonia adalah ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan. Penderita anhedonia tidak takut pada kesenangan; mereka hanya tidak merasakannya. Sebaliknya, penderita hedonofobia *mampu* merasakan kesenangan, tetapi mereka secara sadar atau tidak sadar *menghindari* kesenangan tersebut karena memicu kecemasan yang luar biasa.
Dalam masyarakat modern yang terkadang terlalu fokus pada pencapaian dan produktivitas, hedonofobia sering kali tersembunyi di balik jubah workaholism atau pengorbanan diri yang dianggap mulia. Artikel ini akan menjelajahi kedalaman kondisi ini, mulai dari akar sejarah dan psikologisnya hingga manifestasi dalam kehidupan sehari-hari, serta langkah-langkah nyata untuk mulai memeluk kebahagiaan tanpa rasa bersalah.
Visualisasi konflik internal: tubuh yang menghindar dari kenikmatan.
Untuk memahami kedalaman hedonofobia, kita perlu menelusuri bagaimana konsep kesenangan dan rasa bersalah telah berinteraksi sepanjang sejarah pemikiran dan teori psikologis.
Sejak zaman kuno, ada ketegangan abadi antara kebutuhan untuk menikmati hidup dan kewaspadaan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh kelebihan (ekses). Filsafat yang paling sering disalahartikan, Hedonisme (seperti yang dipopulerkan oleh Epicurus), sebenarnya mengajarkan bahwa kesenangan tertinggi adalah ataraxia—keadaan tenang, bebas dari rasa takut dan nyeri, bukan pesta pora yang liar. Namun, selama berabad-abad, konsep kesenangan telah digeser, sering kali dikaitkan dengan kemerosotan moral.
Puritanisme dan Etika Kerja Protestan: Abad-abad reformasi di Eropa melahirkan budaya yang sangat menekankan kerja keras, penghematan, dan penundaan kepuasan (deferred gratification). Max Weber mencatat bahwa etika Protestan secara efektif mengaitkan kesuksesan finansial (melalui kerja keras) sebagai tanda berkah ilahi, sementara kesenangan yang berlebihan atau waktu luang dianggap sebagai dosa kemalasan. Dalam lingkungan sosiologis seperti ini, kesenangan dilihat sebagai penghalang produktivitas dan, yang lebih penting, sebagai provokasi terhadap takdir—jika Anda terlalu bahagia sekarang, Anda pasti akan dihukum nanti.
Budaya Martir: Banyak budaya dan keluarga menghargai pengorbanan diri dan penderitaan sebagai bentuk kemuliaan. Individu yang bahagia dan puas sering dicurigai, seolah-olah mereka telah mengambil jalan pintas atau tidak berjuang cukup keras. Dalam konteks ini, menghindari kesenangan menjadi cara untuk mendapatkan validasi dan penerimaan sosial. Hedonofobia berfungsi sebagai alat kepatuhan terhadap norma yang menghargai kesedihan di atas kegembiraan.
Dalam kerangka psikologi klinis, hedonofobia sering berakar pada interaksi antara trauma masa lalu, mekanisme kognitif, dan perkembangan ego.
Sigmund Freud membagi psikhe menjadi beberapa bagian. Id didorong oleh Prinsip Kenikmatan—kebutuhan segera untuk memenuhi keinginan dan menghindari rasa sakit. Sebaliknya, Ego didorong oleh Prinsip Realitas, yang menunda pemuasan Id demi hasil yang lebih baik di masa depan. Pada penderita hedonofobia, Ego telah belajar melalui pengalaman bahwa pemenuhan kenikmatan yang cepat (Prinsip Kenikmatan) selalu diikuti oleh hukuman yang tidak proporsional (Realitas yang keras).
Mekanisme ini menciptakan super-ego yang terlalu ketat, yang melihat kenikmatan sebagai bentuk pelanggaran moral yang harus ditekan dengan kecemasan. Ketakutan itu sendiri menjadi hukuman preventif, suatu cara untuk menghindari hukuman eksternal yang dibayangkan akan datang.
Teori pembelajaran menunjukkan bahwa fobia sering kali tercipta melalui asosiasi traumatis. Jika seseorang mengalami kenikmatan yang ekstrem (misalnya, masa kecil yang sangat bahagia) segera sebelum kejadian yang menghancurkan (misalnya, perceraian orang tua, kecelakaan, atau kehilangan finansial), otak dapat mengkodekan kesenangan itu sendiri sebagai sinyal bahaya. Otak secara keliru menyimpulkan: "Kebahagiaan menyebabkan bencana."
Contoh Asosiasi Trauma Kunci:
Hedonofobia diperkuat oleh sejumlah distorsi kognitif. Yang paling umum adalah:
Hedonofobia jarang hadir sebagai rasa takut yang tunggal terhadap satu jenis kesenangan, melainkan sebagai pola perilaku yang luas yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan. Gejalanya bervariasi dari reaksi fisik akut hingga strategi penghindaran perilaku yang kronis.
Ketika individu yang menderita hedonofobia dihadapkan pada situasi yang seharusnya memunculkan kegembiraan atau relaksasi, mereka justru mengalami respons pertarungan atau lari (fight-or-flight response) yang khas pada fobia spesifik. Kenikmatan diinterpretasikan sebagai ancaman internal.
Gejala Fisik Saat Merasakan Kesenangan:
Secara emosional, momen kebahagiaan sering disertai oleh rasa bersalah yang intens, kecemasan yang melonjak, dan dorongan kompulsif untuk "menghancurkan" momen tersebut atau mencari cara untuk menyeimbangkan kegembiraan dengan rasa sakit. Mereka mungkin tiba-tiba membuat keputusan yang buruk atau menciptakan konflik, secara tidak sadar berusaha membawa diri mereka kembali ke keadaan "netral" atau menderita yang terasa lebih aman.
Kesenangan emosional, terutama yang datang dari koneksi intim, sering dihindari. Hubungan dekat berisiko tinggi karena kebahagiaan yang dialami dalam hubungan tersebut dianggap rapuh dan pasti akan berakhir menyakitkan. Penderita mungkin secara kompulsif menjaga jarak emosional, menolak sentuhan, atau menyabotase hubungan pada puncak kebahagiaannya.
Kesuksesan adalah bentuk kesenangan yang sangat dihindari karena menarik perhatian dan meningkatkan risiko kegagalan di masa depan. Hedonofobia seringkali bermanifestasi sebagai ‘sindrom imposter’ yang ekstrem. Individu akan:
Ini adalah area di mana hedonofobia paling sering disalahpahami. Penderita mungkin mengadopsi gaya hidup yang sangat ketat, bukan karena prinsip moral yang kuat, tetapi karena menghindari segala sesuatu yang dapat memicu rasa bersalah atau kenikmatan. Ini mencakup pembatasan ekstrem pada makanan, penolakan hiburan, atau penolakan pengeluaran uang untuk hal-hal non-esensial, bahkan ketika mereka mampu melakukannya.
Ketakutan terhadap kesenangan sering berwujud dalam ketidakmampuan untuk menikmati hasil kerja keras secara finansial. Seseorang dengan pendapatan yang layak mungkin hidup dalam kemiskinan sukarela, menolak membeli barang yang meningkatkan kualitas hidup (pakaian baru, perbaikan rumah, makanan sehat). Mereka merasa bahwa memiliki terlalu banyak kenyamanan adalah undangan untuk kehilangan segalanya atau bahwa mereka tidak "layak" mendapatkannya.
Karena hedonofobia tidak terdaftar sebagai diagnosis resmi dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM), gejalanya sering tumpang tindih atau disalahartikan sebagai kondisi lain. Namun, fobia ini seringkali menjadi komorbiditas (penyakit penyerta) yang signifikan.
Hedonofobia dan Depresi: Meskipun keduanya mengakibatkan kurangnya kegembiraan, depresi melibatkan suasana hati yang sangat rendah dan hilangnya minat. Hedonofobia melibatkan kegembiraan yang *dihindari* karena rasa takut. Namun, penolakan terus-menerus terhadap sumber kegembiraan pasti akan menyebabkan isolasi sosial, kurangnya penghargaan, dan pada akhirnya, depresi.
Hedonofobia dan Gangguan Kecemasan Umum (GAD): Kecemasan adalah inti dari hedonofobia. Penderita sering memiliki GAD karena mereka terus-menerus mengkhawatirkan konsekuensi negatif yang akan datang setelah setiap momen positif. Kecemasan adalah cara mereka memprediksi dan mencoba mengendalikan masa depan yang dipenuhi hukuman.
Penyebab hedonofobia bersifat multifaktorial, melibatkan warisan biologis (walaupun kecil), lingkungan masa kecil, dan interpretasi budaya yang terinternalisasi. Intinya, fobia ini adalah respons adaptif terhadap lingkungan yang tidak stabil atau menghukum, di mana kesenangan adalah sinyal bahaya, bukan keamanan.
Pola pengasuhan memainkan peran yang sangat besar dalam menanamkan keyakinan inti bahwa kegembiraan itu berbahaya. Terdapat dua skenario utama:
Dalam keluarga di mana cinta bersifat kondisional, anak belajar bahwa mereka harus "mendapatkan" kebahagiaan mereka melalui penderitaan atau kerja keras. Jika seorang anak menunjukkan kegembiraan yang terlalu besar, mereka mungkin dimarahi atau dihukum. Contohnya adalah orang tua yang mengatakan: "Jangan tertawa terlalu keras, nanti menangis," atau "Kamu senang-senang di luar sana, sementara ibumu harus bekerja keras." Pesan yang diterima adalah: kesenangan Anda adalah beban bagi orang lain, dan itu harus dibayar mahal.
Jika lingkungan rumah tidak terduga, di mana momen-momen hangat dan bahagia tiba-tiba disela oleh kemarahan, kekerasan, atau krisis, anak mengembangkan kewaspadaan yang tinggi. Mereka belajar bahwa suasana hati yang baik adalah indikator palsu dan bahwa mereka harus selalu waspada terhadap serangan yang akan datang. Dalam kondisi ini, keadaan tenang atau bahagia adalah lebih menakutkan daripada keadaan cemas, karena kecemasan menyiapkan mereka untuk hal terburuk, sementara kebahagiaan membuat mereka lengah.
Banyak sistem kepercayaan, ketika diinterpretasikan secara kaku atau ekstrem, dapat menumbuhkan pandangan negatif terhadap kesenangan duniawi. Jika individu diajarkan bahwa tubuh adalah wadah dosa, bahwa kenikmatan adalah godaan Setan, atau bahwa penderitaan di dunia adalah satu-satunya jalan menuju penebusan di akhirat, mereka mungkin menginternalisasi hedonofobia sebagai kebajikan moral.
Mereka yang sangat religius mungkin merasa bersalah setiap kali mereka membeli sesuatu yang mewah, menikmati hubungan fisik, atau sekadar beristirahat. Kesenangan dilihat sebagai hambatan spiritual, dan ini memicu ketakutan akan hukuman ilahi yang maha besar jika mereka menyerah pada ‘godaan’ kesenangan.
Pada tingkat yang lebih dalam, hedonofobia dapat terkait dengan kecemasan eksistensial—ketakutan terhadap ketidakpastian hidup, kematian, dan hilangnya kendali. Kenikmatan seringkali berarti menyerahkan kendali, hidup di saat ini, dan mengakui kerentanan diri. Jika seseorang mengizinkan dirinya untuk bahagia, mereka mengakui bahwa kebahagiaan itu dapat diambil kapan saja.
Oleh karena itu, menghindari kesenangan adalah cara untuk mengendalikan kehilangan yang tidak terhindarkan. Jika Anda tidak pernah benar-benar bahagia, Anda tidak akan pernah benar-benar terluka oleh hilangnya kebahagiaan tersebut. Ini adalah pertahanan emosional yang cacat yang ditujukan untuk meminimalkan potensi rasa sakit di masa depan.
1. Peluang Kesenangan: Ada kesempatan untuk menikmati hidup (misalnya, berlibur atau beristirahat).
2. Lonjakan Kecemasan: Pikiran negatif muncul ("Ini akan berakhir buruk," "Saya tidak pantas mendapatkannya").
3. Penghindaran/Sabotase: Individu menolak kesempatan tersebut atau menciptakan masalah agar tidak perlu merasa terlalu bahagia.
4. Rasa Aman Palsu: Individu merasa lega karena kecemasan mereda (penguatan negatif), tetapi juga merasakan kekecewaan mendalam dan kesedihan yang meningkat.
5. Konfirmasi Keyakinan: Keputusan ini memperkuat keyakinan bahwa menghindari kenikmatan adalah satu-satunya cara untuk tetap aman, mengunci individu lebih dalam ke dalam fobia.
Proses ini, yang terus berulang, memastikan bahwa individu yang menderita hedonofobia semakin menjauh dari potensi mereka untuk hidup yang memuaskan. Mereka mungkin memiliki kehidupan yang terstruktur rapi, sangat disiplin, dan tampaknya sukses di mata orang lain, tetapi secara internal, mereka hidup dalam penjara psikologis yang dibangun atas dasar ketakutan terhadap sukacita.
Dalam konteks modern, di mana kebahagiaan sering dipromosikan sebagai tujuan utama, penderita hedonofobia mengalami kesulitan ganda: mereka takut pada kebahagiaan itu sendiri, dan mereka merasa gagal karena tidak bisa meraih apa yang dianggap semua orang capai dengan mudah. Mereka mungkin sangat curiga terhadap "budaya positif beracun" (toxic positivity), melihat setiap senyuman dan optimisme sebagai façade yang pasti akan runtuh.
Dampak hedonofobia jauh melampaui sekadar menghindari pesta atau makanan enak. Ini mengikis kualitas hidup secara fundamental, memengaruhi hubungan interpersonal, jalur karier, dan kesehatan fisik jangka panjang.
Hubungan yang sehat didasarkan pada kerentanan dan kemampuan untuk berbagi momen bahagia dan sedih. Bagi penderita hedonofobia, berbagi kebahagiaan adalah tindakan yang paling berbahaya.
Untuk menghindari kejutan emosional (baik positif maupun negatif), penderita menjaga dinding yang tinggi. Mereka mungkin kesulitan untuk menerima kasih sayang, pujian, atau bantuan. Tindakan ini membuat pasangan atau teman merasa ditolak, sehingga hubungan menjadi dangkal atau terputus. Kesenangan bersama, seperti merayakan ulang tahun atau mencapai tujuan bersama, disabotase dengan kritik atau pesimisme.
Jika mereka menerima cinta atau perhatian yang tulus, mereka secara otomatis mencurigainya. Mereka beroperasi di bawah keyakinan bahwa kebahagiaan ini hanya sementara dan bahwa orang yang memberikan kesenangan ini akan segera meninggalkan mereka atau mengkhianati mereka. Hal ini dapat menyebabkan perilaku menguji (testing behavior) yang merusak hubungan—mendorong orang menjauh hanya untuk membuktikan bahwa ramalan negatif mereka benar.
Di tempat kerja, hedonofobia menghambat pertumbuhan dan kepuasan profesional. Produktivitas tinggi mungkin ada, tetapi didorong oleh kecemasan, bukan kegembiraan atau gairah.
Akibatnya, mereka hidup dalam lingkaran monoton dan keterbatasan, menghabiskan energi yang besar untuk mempertahankan kehidupan yang netral dan bebas risiko, yang ironisnya, terasa menyakitkan.
Stres kronis yang ditimbulkan oleh penolakan kebahagiaan memiliki konsekuensi fisik yang serius. Tubuh penderita hedonofobia secara permanen berada dalam keadaan kewaspadaan tinggi (hypervigilance).
Konsekuensi Fisik Jangka Panjang:
Secara esensial, penderita hedonofobia menggunakan tubuh mereka untuk membayar biaya emosional dari kebahagiaan yang mereka tolak, menciptakan keadaan hidup di mana mereka akhirnya mendapatkan penderitaan yang secara paradoks mereka cari sebagai ‘keamanan’.
Hedonofobia merampas kemampuan individu untuk merasakan rasa syukur, rasa kagum (awe), dan makna hidup yang lebih dalam. Kesenangan dan sukacita seringkali merupakan pintu gerbang untuk merasakan koneksi dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Dengan menolak pintu gerbang tersebut, penderita merasa hampa dan terputus.
Mereka mungkin menjalani hidup yang seolah-olah ‘berhenti’ atau ditangguhkan, selalu menunggu hari yang aman untuk bahagia—hari yang, dalam realitas kognitif mereka, tidak akan pernah tiba. Kebahagiaan menjadi janji yang selalu ditangguhkan, sebuah hadiah yang tidak pernah mereka izinkan untuk dibuka.
Mengatasi hedonofobia membutuhkan proses yang panjang dan seringkali menantang, karena melibatkan penulisan ulang narasi inti tentang nilai diri dan bahaya kegembiraan. Intervensi yang paling efektif menggabungkan terapi profesional dengan praktik pribadi yang konsisten.
CBT sangat efektif dalam mengidentifikasi dan menantang distorsi kognitif yang mempertahankan fobia. Tujuannya adalah untuk memutus siklus di mana kesenangan secara otomatis dikaitkan dengan bencana.
Restrukturisasi Kognitif: Terapis akan membantu pasien mengidentifikasi “Pikiran Otomatis Negatif” (PAN) seperti “Jika saya menikmati ini, saya pasti akan dihukum.” Pikiran-pikiran ini kemudian dianalisis: Apa buktinya? Apa skenario alternatif yang lebih realistis? Proses ini mengubah keyakinan inti dari “Kesenangan = Bahaya” menjadi “Kesenangan = Netral/Potensi Positif, dan saya layak menerimanya.”
Seperti fobia spesifik lainnya, terapi paparan (exposure) adalah kunci. Namun, daripada menghadapi laba-laba, penderita hedonofobia harus menghadapi kegembiraan dalam dosis kecil yang terkontrol. Ini dikenal sebagai “Paparan terhadap Kenikmatan (Exposure to Joy)":
Bagi mereka yang fobianya berakar pada trauma masa kecil atau pengabaian emosional, Terapi Berbasis Skema membantu memperbaiki "Skema Kerentanan/Cacat" yang mendalam. Terapi ini berfokus pada pengalaman emosional yang hilang di masa kecil dan membantu individu untuk kembali "menghidupkan" Anak Bahagia (Happy Child Mode) yang telah lama mereka tekan.
Proses pemulihan: perjalanan bertahap dari kecemasan menuju penerimaan.
Pemulihan dari hedonofobia sangat bergantung pada perubahan kebiasaan sehari-hari dan cara seseorang berinteraksi dengan momen-momen kecil yang menyenangkan.
Tugasnya adalah secara sadar mengidentifikasi dan "memperpanjang" momen-momen kecil yang positif. Ini bisa sesederhana menikmati kehangatan matahari di kulit, rasa kopi pertama, atau momen tawa singkat. Alih-alih segera mengalihkan perhatian, individu dilatih untuk tinggal sejenak dalam sensasi fisik dan emosional dari kesenangan tersebut. Latihan ini disebut juga savoring.
Ini adalah alat untuk melawan distorsi kognitif. Setiap malam, penderita mencatat tiga hal yang menyenangkan yang terjadi hari itu, seberapa besar kenikmatan yang mereka rasakan, dan apa konsekuensi yang terjadi setelah itu. Dengan bukti nyata, mereka akan melihat bahwa sebagian besar kenikmatan tidak diikuti oleh hukuman atau bencana yang dibayangkan.
Mindfulness mengajarkan individu untuk mengamati emosi mereka tanpa menghakimi atau bereaksi terhadapnya. Ketika lonjakan kecemasan muncul setelah momen bahagia, alih-alih panik atau menghindar, penderita dilatih untuk mengakui: "Saya sedang merasakan kecemasan karena kebahagiaan. Ini hanyalah sisa emosi lama, bukan ramalan masa depan." Ini memisahkan perasaan (kecemasan) dari keyakinan (bencana).
Inti dari hedonofobia adalah rasa tidak layak. Pemulihan memerlukan pekerjaan untuk mengubah keyakinan dasar ini. Beberapa langkah kunci meliputi:
Pemulihan bukanlah tentang menjadi hedonis dalam arti modern (mencari kesenangan ekstrem secara terus-menerus), melainkan tentang mencapai keseimbangan yang sehat, yang oleh Epicurus disebut ataraxia—ketenangan batin yang dicapai melalui kebebasan dari rasa takut. Ini adalah kemampuan untuk menikmati kehidupan sehari-hari tanpa tercekik oleh ancaman hukuman yang dibayangkan.
Hedonofobia mengajarkan kita banyak hal tentang bagaimana budaya dan pengalaman traumatis dapat membelokkan naluri biologis kita yang paling mendasar. Naluri untuk mencari kenyamanan dan kebahagiaan adalah bagian dari mekanisme kelangsungan hidup. Ketika naluri ini diubah menjadi sumber ketakutan, individu terperangkap dalam kondisi eksistensial yang menyakitkan.
Penting untuk mengubah persepsi tentang kesenangan. Kesenangan seharusnya tidak dilihat sebagai hadiah yang harus diperoleh melalui penderitaan, atau dosa yang harus dihindari. Sebaliknya, kesenangan harus dilihat sebagai data penting. Kenikmatan memberi tahu kita apa yang penting bagi kita, apa yang memberi makna pada hidup kita, dan di mana koneksi kita dengan orang lain paling kuat.
Ketika kita mengizinkan diri kita untuk menikmati hobi, karier, atau hubungan, kita mendapatkan informasi berharga tentang apa yang membuat kita berkembang. Menolak kesenangan sama dengan menolak informasi tentang diri sendiri. Kebahagiaan menjadi kompas, bukan jebakan.
Ketakutan terbesar bagi penderita hedonofobia adalah kerentanan yang datang bersama kebahagiaan. Membiarkan diri bahagia berarti mengakui bahwa kebahagiaan itu mungkin hanya sementara, dan bahwa ketika hilang, itu akan menyakitkan. Ini adalah risiko yang harus diambil.
Proses pemulihan adalah proses berdamai dengan ketidakpastian hidup. Itu berarti menerima bahwa: (a) Saya layak mendapatkan kebahagiaan; (b) Kebahagiaan tidak menjamin masa depan, tetapi membuatnya lebih kaya; dan (c) Jika kebahagiaan hilang, saya memiliki sumber daya internal untuk menghadapi rasa sakit, tanpa perlu menghindarinya terlebih dahulu.
Ini adalah pengakuan terhadap kemanusiaan kita yang kompleks. Manusia ditakdirkan untuk merasakan spektrum emosi—dari kesedihan yang mendalam hingga sukacita yang murni. Hedonofobia mencoba untuk membatasi spektrum itu menjadi hanya keadaan netral atau sedih karena dianggap lebih aman. Keberanian sejati dalam mengatasi fobia ini terletak pada kesediaan untuk merasakan kegembiraan, terlepas dari risiko emosional yang menyertainya.
Pada akhirnya, mengatasi hedonofobia adalah perjalanan menuju otonomi emosional. Individu belajar bahwa mereka dapat mengizinkan diri mereka untuk menikmati hidup tanpa perlu hukuman eksternal untuk ‘menyeimbangkan’ kebahagiaan tersebut. Mereka menggantikan suara kritis internal yang kaku—yang menuntut penderitaan dan penolakan—dengan suara diri yang berbelas kasih—yang mengakui kelayakan mereka untuk hidup yang puas dan penuh makna.
Proses ini memerlukan kesabaran yang besar. Bagi yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun atau puluhan tahun membangun benteng pertahanan terhadap sukacita, langkah pertama untuk membuka benteng itu, bahkan hanya sedikit, adalah tindakan yang sangat berani. Penerimaan kesenangan bukan hanya tentang kegembiraan itu sendiri, tetapi tentang penerimaan diri seutuhnya, termasuk kerentanan dan kelayakan bawaan untuk mendapatkan kedamaian.
Hidup yang sepenuhnya dijalani mencakup semua nuansa, termasuk momen-momen kegembiraan yang cemerlang. Melepaskan hedonofobia berarti melepaskan belenggu masa lalu yang terus-menerus menuntut kita untuk membayar harga atas kebahagiaan kita. Ini adalah pembebasan untuk hidup, dan benar-benar, untuk merasa bahagia.