Ilustrasi Kuda Sandel yang dikenal memiliki postur kokoh, ideal untuk pacuan dan kerja keras.
Di antara berbagai kekayaan hayati dan budaya Nusantara, Kuda Sandel menempati posisi yang sangat istimewa. Kuda yang berasal dari Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), ini bukan sekadar alat transportasi atau hewan ternak biasa; ia adalah simbol status sosial, penentu adat, dan jantung dari berbagai ritual kebudayaan Sumba yang telah berlangsung turun-temurun. Kuda Sandel, atau yang sering disebut Sandelwood Pony, memiliki sejarah panjang yang terjalin erat dengan masa kejayaan perdagangan kayu cendana (sandalwood) di wilayah tersebut, menjadikannya warisan hidup yang tak ternilai harganya.
Kuda ini terkenal karena daya tahannya yang luar biasa, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kering, serta kecepatannya yang impresif, menjadikannya primadona dalam ajang pacuan kuda lokal yang penuh gengsi. Namun, identitas Kuda Sandel jauh melampaui arena pacu. Dalam struktur masyarakat Sumba, kuda merupakan jembatan antara dunia manusia dan spiritual, sebuah perwujudan keperkasaan yang harus dijaga kemurniannya.
Artikel yang komprehensif ini akan membawa kita menyelami lebih dalam setiap aspek kehidupan Kuda Sandel, mulai dari asal-usul genetiknya, peran sentralnya dalam sistem adat (belis), hingga tantangan pelestarian yang dihadapi di era modern.
Nama 'Sandel' atau 'Sandalwood' secara langsung merujuk pada komoditas utama yang dahulu membuat Pulau Sumba terkenal di mata dunia: kayu cendana. Pada masa lampau, Sumba adalah pusat perdagangan cendana, menarik pedagang dari berbagai penjuru, termasuk Arab, Eropa (Belanda), dan Asia Tenggara. Kuda-kuda lokal Sumba digunakan secara intensif sebagai alat transportasi utama untuk mengangkut kayu cendana yang mahal dari pedalaman ke pelabuhan.
Popularitas kuda Sumba yang cepat, kuat, dan tangkas membuat ia menjadi komoditas ekspor tersendiri. Pedagang asing, terutama Belanda, mulai mengakui kualitas kuda ini dan mengekspornya ke Jawa, Singapura, bahkan Australia. Karena kuda ini secara historis sangat terkait dengan area penghasil Sandalwood, julukan Sandelwood Pony pun melekat erat.
Meskipun Kuda Sandel merupakan ras asli Indonesia, pembentukannya tidak terlepas dari masuknya darah kuda asing. Proses ini terjadi secara alami dan disengaja selama berabad-abad, terutama sejak abad ke-17:
Hasil dari percampuran genetik ini adalah Kuda Sandel modern: seekor poni yang memiliki ketahanan poni lokal namun dengan ciri elegan dan kecepatan kuda ras yang lebih besar. Keseimbangan inilah yang membuatnya sangat berharga.
NTT adalah gudang kuda poni. Kuda Sandel sering dibandingkan dengan ras poni lain di wilayah tersebut, seperti Kuda Sumbawa dan Kuda Timor. Kuda Sandel umumnya memiliki ciri fisik yang sedikit lebih besar dan lebih anggun daripada Kuda Timor, serta memiliki sejarah pacuan yang lebih mendalam dibandingkan Kuda Sumbawa.
Kuda Sandel digolongkan sebagai poni karena tingginya jarang melebihi batas poni standar internasional (14.2 hands atau sekitar 147 cm). Rata-rata tinggi Sandel berkisar antara 110 cm hingga 135 cm diukur dari gumba (pundak). Walaupun ukurannya relatif kecil, Sandel memiliki postur yang sangat kokoh dan proporsional. Karakteristik utamanya meliputi:
Warna Kuda Sandel sangat beragam, yang menjadikannya menarik. Warna yang paling umum ditemukan termasuk:
Kehadiran warna Palomino dan Roan seringkali menjadi indikasi bahwa kuda tersebut memiliki darah campuran yang kaya, sesuatu yang dihargai dalam komunitas peternak Sandel.
Keunggulan utama Sandel adalah daya tahannya. Dibesarkan di padang rumput Sumba yang panas dan kering, kuda ini terbiasa dengan kondisi minim air dan makanan sederhana, menjadikannya sangat efisien secara metabolik. Dalam pacuan lokal, Sandel sering dituntut untuk mempertahankan kecepatan tinggi dalam waktu yang lama, jauh berbeda dengan sprint singkat kuda pacu modern.
Selain lari cepat, banyak Sandel secara alami mampu melakukan gaya berjalan amble atau tolt (seperti pada kuda Islandia), yaitu langkah empat ketukan lateral yang cepat namun sangat mulus. Gaya berjalan ini sangat ideal untuk penunggang yang harus menempuh jarak jauh tanpa cepat lelah.
Di Sumba, kuda memiliki kedudukan setara dengan kerbau—keduanya adalah simbol kekayaan dan status. Kuda Sandel bukan hanya aset material, melainkan mitra spiritual dan penentu hierarki sosial. Perannya dalam adat terbagi menjadi beberapa aspek kritis.
Dalam sistem perkawinan adat Sumba, kuda (selain kerbau dan babi) adalah komponen utama dari belis atau mas kawin yang harus diserahkan pihak pria kepada keluarga wanita. Jumlah, kualitas, dan penampilan Kuda Sandel yang diserahkan akan sangat menentukan status dan kehormatan kedua keluarga.
Proses negosiasi belis ini sangat rumit dan detail. Sebuah kuda Sandel yang memiliki garis keturunan juara pacuan atau memiliki warna yang langka dapat menaikkan nilai belis secara signifikan. Praktik ini memastikan bahwa pemuliaan kuda yang baik tetap menjadi prioritas tinggi di antara para bangsawan Sumba.
Kuda memainkan peran spiritual vital dalam mengantarkan arwah bangsawan ke alam baka. Pada upacara penguburan adat, seringkali Kuda Sandel terbaik milik almarhum akan dikurbankan dan dikuburkan bersamanya. Kepercayaan tradisional Sumba mengajarkan bahwa kuda ini akan melayani penunggangnya di dunia roh, memastikan perjalanan yang cepat dan bermartabat ke tanah leluhur (Marapu).
Meskipun Kuda Sandel identik dengan pacuan, ia juga menjadi bintang dalam festival Pasola. Pasola adalah ritual perang tanding berkuda yang menggunakan tombak kayu tumpul (kini sering menggunakan tombak yang dilempar). Ritual ini diadakan di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, biasanya setelah musim tanam dan dikaitkan dengan perayaan kesuburan.
Kuda yang digunakan dalam Pasola haruslah kuda yang berani, lincah, dan terlatih untuk bergerak cepat dalam kerumunan. Pasola adalah manifestasi dari keberanian dan keterampilan berkuda masyarakat Sumba, sekaligus ritual perdarahan yang dipercaya dapat menyuburkan tanah. Kuda-kuda dalam Pasola dihiasi dengan pernak-pernik adat yang megah, menampilkan keindahan dan kegagahan Sandelwood Pony secara maksimal.
Berbeda dengan Pasola yang melibatkan penunggang, tradisi Pajura melibatkan adu kekuatan fisik antara dua ekor kuda jantan di dalam arena. Walaupun kontroversial, tradisi ini masih dipraktikkan di beberapa daerah Sumba sebagai bagian dari festival budaya atau ritual tertentu. Kuda Sandel yang digunakan haruslah memiliki temperamen yang sangat agresif dan tubuh yang kekar. Keberanian dan kekuatan tempur kuda yang menang dalam Pajura akan sangat meningkatkan harganya.
Pacuan kuda adalah ajang paling prestisius bagi Kuda Sandel dan pemiliknya. Pacuan Sumba memiliki ciri khas yang membedakannya dari pacuan kuda modern (seperti yang dilakukan oleh Thoroughbreds).
Pacuan Sandelwood Pony dikenal karena menggunakan joki anak-anak, bahkan balita yang usianya bisa serendah 5 hingga 7 tahun. Joki muda ini dikenal memiliki bobot sangat ringan, yang memaksimalkan kecepatan kuda tanpa membebani punggungnya. Penggunaan joki cilik ini adalah tradisi turun-temurun dan menunjukkan keahlian berkuda yang ditanamkan sejak dini.
Arena pacuan seringkali merupakan lapangan rumput terbuka atau bahkan pantai. Ini menguji bukan hanya kecepatan Sandel, tetapi juga kemampuan adaptasinya terhadap berbagai jenis permukaan. Hadiah yang diperebutkan sangat bergengsi, meliputi uang tunai, barang berharga, atau peningkatan status sosial bagi keluarga pemilik kuda.
Pelatihan Sandelwood Pony untuk pacuan adalah proses yang memakan waktu dan melibatkan seluruh keluarga. Tahapan pelatihan intensif mencakup:
Perlombaan Sandel dibagi berdasarkan kelas ketinggian (diukur dari gumba) dan usia, memastikan persaingan yang adil:
Kemenangan di kelas tertinggi dapat meningkatkan harga jual Sandel hingga berkali-kali lipat, menjadikannya investasi yang menguntungkan bagi peternak lokal.
Secara tradisional, kuda Sandel dipelihara secara semi-liar (dilepas di padang rumput yang luas) dan hanya dikumpulkan saat ada kebutuhan, seperti pacuan, ritual, atau penandaan. Sistem ini menghasilkan kuda yang sangat mandiri dan tahan penyakit.
Pengelolaan peternakan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan lokal (local wisdom). Pengetahuan mengenai garis keturunan (silsilah), karakteristik temperamen, dan pemilahan induk jantan unggul (pejantan) diwariskan secara lisan. Pejantan terbaik seringkali berasal dari keluarga bangsawan atau pemilik kuda juara.
Meskipun Sandel terkenal kuat, ia rentan terhadap beberapa masalah kesehatan. Karena pola peternakan semi-liar, pengendalian parasit internal (cacing) menjadi tantangan besar. Selain itu, wabah penyakit menular, terutama Surra (Trypanosomiasis), dapat menyebabkan kerugian besar. Upaya modernisasi peternakan mulai memperkenalkan program vaksinasi dan sanitasi yang lebih terstruktur.
Seiring waktu, banyak kuda Sandel yang dikawinsilangkan secara tidak terencana, menyebabkan penurunan kualitas ras. Untuk mengatasi ini, pemerintah daerah dan komunitas peternak mulai mendirikan pusat pembibitan dengan tujuan:
Bagi banyak keluarga di Sumba, Kuda Sandel adalah modal bergerak yang paling berharga. Nilai seekor Sandel sangat fluktuatif, tergantung pada usianya, keahliannya (apakah ia kuda pacu atau kuda kerja), dan terutama garis keturunannya. Kuda juara dapat dijual dengan harga ratusan juta Rupiah, menciptakan siklus investasi yang menguntungkan bagi peternak yang berhasil.
Meskipun motor dan mobil mulai mendominasi, Kuda Sandel masih vital di daerah pedalaman Sumba yang medannya sulit. Mereka digunakan untuk mengangkut hasil panen, membawa air, dan sebagai alat transportasi pribadi yang efisien. Di musim tanam, kekuatan Sandel juga digunakan untuk membajak ladang di beberapa wilayah yang masih mempertahankan metode pertanian tradisional.
Kuda Sandel adalah ikon visual Sumba. Pariwisata memanfaatkan citra ini melalui:
Ancaman terbesar bagi Kuda Sandel adalah degradasi genetik. Ketika permintaan akan kuda yang lebih cepat meningkat, beberapa peternak mencoba mengawinkan Sandel dengan ras kuda luar (misalnya Thoroughbred atau Quarter Horse) secara tidak terkontrol. Walaupun hasilnya mungkin lebih cepat untuk satu generasi, praktik ini secara perlahan mengikis ciri khas genetik Sandel, termasuk ketahanan fisik dan adaptasi iklim yang telah terbentuk selama ratusan tahun.
Pembangunan dan pertumbuhan populasi menyebabkan berkurangnya lahan padang rumput bebas (savana) yang sangat penting untuk penggembalaan Sandel secara tradisional. Konflik antara kebutuhan lahan untuk permukiman/pertanian dan kebutuhan lahan untuk ternak menjadi isu pelik yang harus diselesaikan oleh pemerintah daerah.
Pelestarian Sandel harus melibatkan kolaborasi erat antara pemerintah dan komunitas adat. Pemerintah perlu menyediakan dukungan veterinari dan fasilitas pembibitan, sementara komunitas adat memegang kunci dalam menjaga tradisi seleksi dan pemuliaan yang ketat sesuai kearifan lokal. Beberapa program konservasi berfokus pada pemberian insentif bagi peternak yang berkomitmen menjaga kemurnian ras.
Kuda Sandel yang dihiasi, siap untuk Pasola atau acara adat penting lainnya, mencerminkan perpaduan sempurna antara kekuatan dan tradisi.
Masa depan Kuda Sandel tidak hanya terletak pada arena pacuan, tetapi juga pada identitasnya sebagai ikon budaya yang unik. Dengan strategi yang tepat, Sandel dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi Sumba.
Langkah krusial untuk masa depan adalah standardisasi. Pembentukan asosiasi ras yang kuat, yang mengeluarkan sertifikat kelahiran dan silsilah resmi, akan membantu mencegah kawin silang yang merusak dan meningkatkan nilai ekspor Sandel ke pasar internasional (misalnya untuk olahraga berkuda atau poni terapi).
Sumba memiliki lanskap yang menakjubkan—savana luas, perbukitan, dan pantai yang masih alami. Kuda Sandel sangat ideal untuk dikembangkan dalam sektor ekowisata. Wisatawan dapat mengikuti program jelajah (trekking) berkuda yang menawarkan pengalaman otentik budaya Sumba, yang pada gilirannya akan memberikan nilai ekonomi tambahan bagi peternak yang menjaga kuda mereka tetap sehat dan terlatih.
Kualitas Kuda Sandel telah diakui di berbagai wilayah Indonesia. Mereka sering digunakan untuk memperkuat ras lokal lainnya karena dikenal membawa gen ketahanan yang baik. Mempromosikan Sandel sebagai kuda tunggangan yang ideal untuk pemula dan anak-anak di seluruh Indonesia juga dapat membuka pasar yang lebih luas.
Penutup dan Dedikasi
Kuda Sandel adalah sebuah keajaiban biologis dan budaya. Ia adalah simbol Sumba yang paling nyata: tangguh, indah, dan penuh sejarah. Keperkasaannya dalam menghadapi medan kering dan kecepatan di arena pacu mencerminkan semangat masyarakat Sumba yang gigih mempertahankan tradisi di tengah arus modernisasi. Melestarikan Sandel bukan hanya tentang menjaga ras kuda, tetapi menjaga narasi budaya dan identitas sebuah pulau yang unik.
Setiap langkah kaki Sandel di padang savana adalah langkah kaki yang menapaki ribuan tahun sejarah, menjadikannya warisan yang wajib dijaga oleh generasi sekarang dan yang akan datang. Dari ritual belis hingga gegap gempita Pasola, Kuda Sandel akan selamanya menjadi mahkota yang tak terpisahkan dari Tanah Marapu.
Untuk memahami mengapa Kuda Sandel begitu dihargai, kita harus melihat lebih detail pada fenotipnya. Keseimbangan antara ciri-ciri poni (ketinggian dan kekokohan) dan kuda ras (kecepatan dan kecerdasan) adalah kunci. Fenotip Sandel yang unggul mencakup:
Variasi genetik yang luas dalam populasi Sandel memungkinkan peternak untuk menyeleksi kuda berdasarkan kebutuhan spesifik—kuda yang lebih besar untuk kuda kerja, dan kuda yang lebih kecil dan ramping untuk kecepatan dalam pacuan.
Pulau Sumba dikenal dengan musim kemarau yang panjang dan keras. Adaptasi Kuda Sandel terhadap lingkungan ini adalah bukti evolusi yang luar biasa:
Kemampuan adaptasi ini menjadikannya ras yang ideal tidak hanya untuk Sumba tetapi juga untuk iklim kering di seluruh kepulauan Indonesia.
Kepemilikan kuda di Sumba seringkali melampaui sekadar kepemilikan aset. Jumlah kuda yang dimiliki, terutama kuda yang diwariskan dari garis keturunan bangsawan, menentukan kedudukan seseorang dalam strata sosial. Seseorang yang hanya memiliki satu atau dua kuda Sandel dapat dianggap beruntung, sementara bangsawan atau raja (Raja Sumba) bisa memiliki puluhan hingga ratusan ekor kuda.
Peran kuda sebagai simbol martabat diperkuat melalui upacara dan festival. Ketika seorang tokoh adat menunggangi Sandel yang dihiasi megah, hal itu merupakan pernyataan visual tentang kekuatan dan kekayaan spiritual serta materialnya.
Hubungan antara pemilik dan Kuda Sandel sangat intim, dibangun di atas rasa hormat dan kearifan lokal. Peternak Sumba percaya bahwa kuda adalah makhluk yang memiliki jiwa, dan perlakuan yang baik akan menghasilkan kuda yang bersemangat dan berprestasi.
Sistem pelatihan tradisional seringkali melibatkan penjinakan yang lembut namun tegas, memastikan kuda menghormati penunggangnya tanpa rasa takut yang ekstrem. Pengetahuan ini diwariskan dari ayah ke anak, dan kegagalan dalam melatih kuda dengan etika yang benar dapat membawa malu bagi seluruh keluarga.
Dalam kepercayaan Marapu (agama tradisional Sumba), kuda memiliki peran mediasi. Mereka tidak hanya mengantar arwah, tetapi juga dianggap dapat membawa pesan atau pertanda dari leluhur. Oleh karena itu, ritual yang melibatkan kuda, seperti Pasola atau pengurbanan dalam upacara kematian, dilakukan dengan penuh keseriusan dan ketaatan spiritual.
Kuda dengan warna tertentu, seperti kuda putih atau Palomino, terkadang dikaitkan dengan kekuatan spiritual yang lebih besar atau perlindungan tertentu, menjadikannya lebih dihargai untuk keperluan ritual daripada kuda pacu semata.
Penggunaan joki cilik dalam pacuan Sandel seringkali menimbulkan perdebatan, tetapi tradisi ini memiliki alasan fungsional dan historis yang mendalam di Sumba:
Meskipun ada upaya untuk memastikan keselamatan joki (misalnya penggunaan helm dan pembatasan usia minimum), tradisi ini tetap menjadi ciri khas pacuan Sumba yang paling menonjol.
Berbeda dengan perlengkapan pacuan modern, Pacuan Sandel seringkali sangat minimalis. Joki terkadang hanya menggunakan tali kendali sederhana dan tanpa pelana atau hanya menggunakan selembar kain tipis. Keterampilan joki terletak pada penggunaan kaki dan suara untuk memandu kuda.
Gaya menunggang Sandel dikenal agresif namun seimbang. Joki harus mampu menyesuaikan posisi tubuhnya secara instan untuk mempertahankan keseimbangan saat kuda bermanuver atau berbelok tajam di lapangan pacu yang tidak rata.
Pacuan adalah motor penggerak ekonomi mikro di Sumba. Selama musim pacuan (biasanya sebelum atau sesudah musim panen), terjadi lonjakan aktivitas ekonomi:
Untuk memastikan kelangsungan hidup Kuda Sandel di masa depan, dibutuhkan manajemen kesehatan yang lebih terstruktur. Hal ini mencakup:
Pemerintah daerah perlu mengeluarkan regulasi yang jelas mengenai standar pemuliaan. Regulasi ini harus mencakup:
Dengan adanya standar ini, nilai Sandelwood Pony sebagai ras yang terawat dan otentik akan meningkat di mata dunia.
Meskipun menunggang dan pacuan sering didominasi pria, peran wanita Sumba dalam pemeliharaan dan perawatan kuda tidak bisa diabaikan. Wanita seringkali bertanggung jawab atas pemberian pakan, pembersihan, dan perawatan anak kuda (foal). Program pemberdayaan peternak harus mencakup pelatihan bagi wanita dalam aspek kesehatan dan nutrisi kuda, memastikan pengetahuan tradisional dan modern bersatu untuk kualitas ras yang lebih baik.
Pasola adalah manifestasi yang paling dramatis dari hubungan antara manusia, kuda, dan spiritualitas Sumba. Kata "Pasola" berasal dari kata "sola" atau "hola" yang berarti sejenis tombak. Pasola diselenggarakan sebagai ritual persembahan kepada Marapu, memohon panen yang melimpah dan melindungi masyarakat dari bencana.
Kuda dalam Pasola bukanlah sekadar kendaraan tempur; ia adalah perwujudan energi dan keberanian. Jika kuda jatuh atau terluka, ini dapat diinterpretasikan sebagai pertanda dari leluhur. Persiapan untuk Pasola memakan waktu berbulan-bulan, melibatkan pemilihan dan pelatihan kuda secara intensif untuk memastikan mereka tidak gentar dalam kerumunan lemparan tombak.
Meningkatnya popularitas Pasola sebagai daya tarik wisata membawa dilema. Di satu sisi, pariwisata membawa dana yang dapat digunakan untuk pelestarian kuda dan budaya. Di sisi lain, tekanan untuk melakukan Pasola pada tanggal yang ditetapkan oleh kalender pariwisata (bukan kalender adat yang sesungguhnya) dapat mengganggu kesakralan ritual. Keseimbangan antara pertunjukan dan kesakralan adalah tantangan besar bagi para Rato (pemimpin adat).
Selain dalam Pasola dan Pacuan, Sandelwood Pony juga dihiasi megah dalam berbagai upacara, termasuk peresmian rumah adat (Uma Adat) atau pertemuan penting para bangsawan. Hiasan kuda Sandel mencakup kain tenun Sumba (Ikat) yang rumit dan berwarna-warni, jumbai bulu, dan perak atau manik-manik yang digantungkan di tali kekang. Detail hiasan ini menunjukkan tingkat kekayaan dan keahlian seni tenun keluarga pemilik, menambah lapisan makna budaya pada kehadiran kuda tersebut.
Meskipun Sandelwood Pony belum dikenal seluas ras-ras poni Eropa atau Amerika, potensinya di pasar global sangat besar, terutama dalam kategori poni olahraga (sport pony) atau terapi berkuda. Strukturnya yang kokoh, temperamennya yang stabil (jika dilatih dengan baik), dan daya tahannya menjadikannya kandidat yang kuat.
Pengakuan internasional membutuhkan standarisasi dan promosi yang konsisten. Keunikan genetiknya—sebagai percampuran Asia, Arab, dan Nusantara—harus disorot sebagai nilai jual yang otentik dan tidak dapat ditiru.
Sandelwood Pony menawarkan subjek penelitian yang kaya bagi ahli genetika dan ilmuwan hewan. Studi mengenai adaptasi fisiologisnya terhadap iklim kering, analisis genetik untuk melacak pengaruh kuda Arab, dan penelitian tentang metode tradisional Sumba dalam manajemen kuda dapat memberikan wawasan penting bagi ilmu peternakan global.
Penyebaran informasi ilmiah tentang Kuda Sandel ke jurnal dan konferensi internasional adalah langkah penting untuk mengangkat profil ras ini dari hanya sekadar poni lokal menjadi aset warisan dunia.
Jalan ke depan bagi Kuda Sandel adalah sebuah jembatan yang menghubungkan kearifan tradisional dengan kebutuhan modern. Peternak harus didukung untuk mempertahankan metode penggembalaan alami yang memberikan kekuatan dan ketahanan pada kuda, sementara pada saat yang sama, mereka harus terbuka terhadap teknologi seperti pencatatan silsilah digital dan kontrol kesehatan modern.
Kuda Sandel akan terus menjadi jantung Sumba. Kehadirannya tidak hanya diukur dari kecepatan larinya di pacuan, tetapi dari kemampuan ras ini untuk menjaga identitas budaya Sumba yang agung dan tak tertandingi. Selama masyarakat Sumba masih menghormati leluhur mereka dan merayakan Pasola, semangat dan keperkasaan Kuda Sandel akan terus hidup, berlari kencang melintasi padang savana, membawa kisah warisan Nusantara yang abadi.
Dari upacara belis yang sakral, hingga derap kaki yang memecah keheningan di arena pacu, Kuda Sandel adalah pahlawan sunyi yang memegang teguh tali sejarah Sumba. Perlindungannya adalah perlindungan atas seluruh peradaban yang dibangun di atas punggungnya yang perkasa.
Keterikatan emosional antara Sumba dan Sandelwood Pony adalah janji bahwa kuda ini akan terus berlari, melestarikan warisan genetik dan spiritualnya untuk generasi mendatang, menjadi duta dari keindahan Nusa Tenggara Timur yang liar dan bersemangat.
Pemuliaan Kuda Sandel memerlukan kesabaran, mata yang tajam untuk garis keturunan, dan pemahaman mendalam tentang ekologi lokal. Peternak yang berhasil di Sumba tidak hanya memandang kuda mereka sebagai sumber penghasilan, tetapi sebagai anggota keluarga yang memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan spiritual. Mereka memahami betul bahwa kualitas Sandel tidak dapat diukur hanya dari penampilan fisiknya, tetapi dari nyali, stamina, dan karakter yang diwariskannya.
Kearifan ini, dikombinasikan dengan dukungan regulasi yang kuat dan pengakuan global, akan memastikan bahwa Kuda Sandel tidak hanya bertahan hidup, tetapi berkembang sebagai salah satu ras kuda poni paling istimewa di dunia, sebuah permata yang tak ternilai dari kepulauan tropis Indonesia.