Teluk Likas, sebuah permata di pesisir barat laut Borneo, merupakan salah satu wilayah paling dinamis dan signifikan di Kota Kinabalu, Sabah. Lebih dari sekadar garis pantai yang indah, Likas adalah sebuah narasi kompleks tentang keseimbangan antara keindahan alam liar yang rapuh dan desakan pembangunan metropolitan yang tak terhindarkan. Kawasan ini mewakili titik temu historis, ekologis, dan sosiologis, menjadikannya subjek studi yang tak pernah kering dan destinasi yang wajib dieksplorasi secara mendalam.
Nama Likas sendiri telah menjadi sinonim bagi berbagai entitas: teluk itu sendiri, kawasan perumahan elit, pusat rekreasi olahraga, dan yang terpenting, salah satu cagar alam bakau terpenting di Asia Tenggara. Memahami Likas berarti menyelami kontradiksi yang menyegarkan: di satu sisi terdapat hutan bakau purba yang dilindungi, di sisi lain, hamparan tanah reklamasi modern yang menopang ambisi arsitektur masa depan. Artikel ini akan membedah setiap lapisan identitas Likas, menganalisis bagaimana sejarah, ekologi, dan perencanaan kota berinteraksi untuk membentuk wajah Sabah kontemporer.
Teluk Likas membentang ke utara dari pusat Kota Kinabalu (KK), menawarkan pemandangan Gunung Kinabalu yang megah pada hari-hari cerah. Lokasinya yang strategis, terlindung dari gelombang keras Laut Cina Selatan, telah menjadikannya kawasan penting sejak era pra-kolonial. Secara geografis, ia dicirikan oleh dataran rendah pesisir yang dulunya didominasi oleh ekosistem payau dan bakau yang luas—sebuah bentang alam yang kini sebagian besar telah digantikan oleh infrastruktur modern.
Sebelum kedatangan kekuasaan kolonial Inggris, kawasan Likas kemungkinan besar merupakan wilayah perburuan dan penangkapan ikan bagi masyarakat adat Bajau dan Kadazan-Dusun. Meskipun KK modern berpusat di Jesselton (nama kolonialnya), wilayah Likas di utara mulai menarik perhatian karena potensinya sebagai lahan datar yang luas. Pada masa penjajahan, sebagian besar pesisir Teluk Likas dianggap tidak cocok untuk pembangunan besar karena sifatnya yang rawa-rawa, namun pandangan ini berubah drastis pasca-kemerdekaan Malaysia.
Keputusan untuk memindahkan atau mendirikan fasilitas penting di luar pusat kota yang padat mendorong perkembangan Likas. Pada dekade 1970-an dan 1980-an, kawasan ini mulai dikenal sebagai lokasi untuk fasilitas publik berskala besar. Inilah titik awal bagi proyek-proyek reklamasi besar-besaran yang mengubah batas alam Teluk Likas, mengubah garis pantai yang berliku menjadi bentuk yang lebih terstruktur dan berorientasi pada pembangunan kota. Proyek-proyek ini dilakukan dengan tujuan spesifik untuk menyediakan ruang bagi perumahan, institusi pendidikan, dan, yang paling terkenal, kompleks olahraga nasional.
Perubahan morfologi Teluk Likas adalah studi kasus klasik dalam pembangunan pesisir di Asia Tenggara, di mana kebutuhan akan lahan perkotaan modern seringkali diprioritaskan di atas integritas ekologis asli. Kontras antara apa yang hilang dan apa yang diperoleh adalah inti dari identitas Likas saat ini.
Pembangunan infrastruktur jalan raya yang memadai, seperti Jalan Tun Fuad Stephens yang membentang sepanjang teluk, semakin mempercepat integrasi Likas ke dalam kerangka metropolitan Kota Kinabalu. Ini bukan hanya membuka akses; ini secara efektif mendefinisikan kembali Teluk Likas, mengubahnya dari pinggiran kota yang tenang menjadi arteri utama kehidupan urban Sabah.
Di tengah pesatnya urbanisasi, sebuah anomali ekologis yang krusial berhasil dipertahankan: Taman Hutan Bakau Likas (Likas Wetland), yang sering disebut sebagai Cagar Alam Bakau Kota Kinabalu. Keberadaan cagar alam ini di tengah salah satu ibu kota provinsi yang paling cepat berkembang di Malaysia adalah sebuah keajaiban konservasi, meskipun terus-menerus menghadapi ancaman dari pembangunan di sekitarnya.
Hutan bakau Likas adalah benteng pertahanan alami. Secara ekologis, fungsinya jauh melampaui sekadar 'pemandangan hijau'. Ekosistem ini menyediakan serangkaian layanan ekosistem yang tak ternilai harganya bagi Kota Kinabalu dan Sabah secara keseluruhan:
Meskipun ukurannya telah menyusut akibat tekanan pembangunan, Taman Hutan Bakau Likas masih menampung keragaman flora dan fauna yang mengesankan. Kawasan ini dikenal sebagai habitat penting bagi berbagai spesies burung migran dan residen. Pengamat burung sering mengunjungi Likas untuk menyaksikan spesies seperti Kingfisher, Heron, dan berbagai raptor. Selain itu, kawasan ini merupakan rumah bagi Monyet Ekor Panjang (Long-tailed Macaque) dan beberapa spesies reptil air payau.
Konservasi di Likas adalah upaya berkelanjutan yang menuntut kesadaran publik dan dukungan pemerintah. Statusnya sebagai cagar alam diakui, namun tantangan berupa limbah plastik, intrusi air asin yang berlebihan akibat perubahan tata ruang, dan ancaman perluasan infrastruktur tetap menjadi momok. Setiap proyek pembangunan baru di sekitar Teluk Likas harus diuji ketat terhadap dampaknya terhadap keseimbangan ekosistem bakau ini.
Jika Taman Bakau mewakili masa lalu ekologis, kawasan reklamasi di sepanjang Teluk Likas mewakili masa depan yang ambisius. Teluk ini telah menjadi kanvas utama untuk perluasan Kota Kinabalu ke utara, sebuah proses yang telah berlangsung selama beberapa dekade dan mengubah secara radikal lanskap pesisir.
Reklamasi di Teluk Likas adalah salah satu proyek pembangunan lahan terpenting di Sabah. Tujuannya adalah untuk menciptakan lahan baru yang premium, yang dapat menampung pertumbuhan populasi dan kebutuhan komersial KK. Proyek ini melibatkan pengerukan material dari dasar laut dan pengisian area pesisir yang dangkal. Hasilnya adalah garis pantai yang jauh lebih lurus dan buatan, yang kini menjadi lokasi berbagai proyek prestisius.
Pengembangan Likas telah menarik investasi besar, baik domestik maupun internasional. Kawasan ini sekarang menampung kompleks apartemen mewah, pusat perbelanjaan, dan fasilitas pemerintahan. Ini secara signifikan meningkatkan nilai properti di seluruh Kota Kinabalu, memposisikan Likas sebagai kawasan perumahan dan komersial yang paling dicari. Perkembangan ini juga menciptakan ribuan lapangan kerja, meskipun sebagian besar berada di sektor konstruksi dan jasa.
Salah satu pilar utama identitas non-ekologis Likas adalah Kompleks Olahraga Likas (Likas Sports Complex). Dibangun sebagai pusat fasilitas olahraga terkemuka di Sabah, kompleks ini memiliki:
Kompleks ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat pelatihan dan kompetisi, tetapi juga sebagai ruang publik yang sangat penting bagi masyarakat Sabah. Keberadaannya menanamkan rasa kebersamaan dan kebanggaan regional, menjadikannya titik fokus kegiatan sosial dan kesehatan masyarakat.
Jalan Lingkaran KK (Kota Kinabalu Outer Ring Road) dan perluasan Jalan Tun Fuad Stephens memastikan bahwa Likas sangat mudah diakses. Namun, peningkatan jumlah penduduk dan proyek-proyek perumahan besar telah menyebabkan kemacetan yang signifikan pada jam sibuk. Ini memunculkan tantangan perencanaan kota yang berkelanjutan—bagaimana mengelola pertumbuhan tanpa mengorbankan kualitas hidup, terutama dalam hal transportasi umum dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.
Likas, dengan perpaduan antara fasilitas rekreasi dan lingkungan yang tenang, menawarkan gaya hidup yang unik bagi penduduknya. Ini adalah area di mana kesehatan dan aktivitas luar ruangan menjadi prioritas, sangat berbeda dari hiruk pikuk pusat kota yang padat.
Salah satu ciri khas Likas yang paling populer adalah jalur pejalan kaki dan jogging yang membentang sepanjang teluk. Jalur ini, sering disebut sebagai "pantai rekreasi KK," adalah magnet bagi penduduk setempat dan wisatawan. Di pagi hari dan sore hari, kawasan ini dipenuhi oleh:
Jalur ini mewakili ruang publik yang berfungsi optimal. Ini bukan hanya tentang olahraga; ini adalah tempat pertemuan sosial, relaksasi mental, dan apresiasi kolektif terhadap alam, meskipun alam tersebut kini telah direkayasa ulang. Interaksi di sepanjang jalur ini mencerminkan multikulturalisme Sabah, dengan berbagai etnis dan kelompok usia berbagi ruang yang sama.
Kawasan Likas dikenal sebagai lokasi beberapa perumahan kelas atas dan menengah atas, termasuk kawasan yang disebut Likas C dan Likas Jaya. Perkembangan properti vertikal (apartemen dan kondominium) juga semakin menjamur di lahan reklamasi baru. Pola perumahan ini telah membentuk komunitas dengan karakteristik sosio-ekonomi yang berbeda, namun terikat oleh akses bersama ke fasilitas rekreasi dan pendidikan berkualitas yang tersedia di kawasan tersebut.
Meskipun Likas merupakan kisah sukses pembangunan perkotaan, masa depannya bergantung pada bagaimana Kota Kinabalu mengatasi tantangan lingkungan dan perencanaan yang berkelanjutan. Konflik antara pembangunan dan konservasi di sini sangat akut.
Dampak ekologis dari reklamasi Teluk Likas sangat mendalam. Meskipun proyek-proyek ini menciptakan lahan berharga, mereka juga:
Karena Likas adalah area dataran rendah yang menerima limpasan air hujan dari kawasan perumahan padat, pengelolaan sampah dan polusi air adalah masalah kronis. Meskipun upaya pembersihan rutin dilakukan, sampah plastik dan organik yang berasal dari saluran air perkotaan sering berakhir di hutan bakau Likas Wetland atau hanyut ke teluk. Polusi ini mengancam kesehatan ekosistem bakau yang berfungsi sebagai filter terakhir sebelum laut.
Sabah, seperti banyak wilayah pesisir di Asia Tenggara, sangat rentan terhadap kenaikan permukaan laut. Sebagai kawasan reklamasi, sebagian besar Teluk Likas berada di ketinggian yang relatif rendah. Perencanaan infrastruktur masa depan harus secara serius mempertimbangkan mitigasi risiko banjir pesisir dan intrusi air asin ke dalam lapisan air tanah. Kompleksitas pembangunan di Likas menuntut solusi rekayasa pesisir yang inovatif dan berkelanjutan.
Visi untuk Likas di masa depan tidak hanya melibatkan perluasan fisik tetapi juga integrasi yang lebih baik antara manusia dan alam. Konsep kota yang tangguh (resilient city) menjadi kunci dalam setiap rencana pengembangan Teluk Likas selanjutnya.
Pendekatan perencanaan harus bergerak melampaui sekadar 'pembangunan' menuju 'rekonfigurasi ekologis'. Ini berarti mengintegrasikan infrastruktur hijau (seperti ruang terbuka publik, penghijauan perkotaan) dan infrastruktur biru (manajemen air, restorasi lahan basah) ke dalam cetak biru kota. Restorasi bakau di sekitar area yang masih memungkinkan, serta penciptaan koridor satwa liar, dapat membantu meningkatkan vitalitas Taman Hutan Bakau Likas yang terisolasi.
Taman Hutan Bakau Likas memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pusat ekowisata dan pendidikan lingkungan. Dengan menyediakan fasilitas yang memadai untuk pengunjung tanpa merusak habitat (seperti jembatan kayu yang ditinggikan dan pusat interpretasi), Likas dapat menjadi laboratorium hidup yang mengajarkan masyarakat Sabah tentang pentingnya konservasi pesisir. Ini akan mengubah cagar alam tersebut dari sekadar 'sisa lahan' menjadi aset edukasi yang berharga.
Untuk mengatasi kemacetan yang meningkat, perencanaan di Likas harus berfokus pada pengembangan sistem transportasi publik yang efisien, menghubungkan kawasan perumahan utama dengan pusat bisnis KK. Konsep Transit-Oriented Development (TOD) di sekitar simpul transportasi baru di Teluk Likas dapat mengurangi penggunaan mobil pribadi dan membuat kawasan ini lebih ramah pejalan kaki.
Likas tidak hanya penting bagi Kota Kinabalu; ia juga berfungsi sebagai cermin bagi perkembangan pesisir Sabah secara keseluruhan. Apa yang terjadi di Teluk Likas sering kali menetapkan preseden bagi kabupaten pesisir lainnya di negara bagian itu.
Kawasan Likas juga menampung sejumlah institusi penting yang mendukung fungsi administratif dan sosial Sabah. Kehadiran sekolah-sekolah unggulan, institusi pelatihan, dan kantor-kantor pemerintahan regional semakin memperkuat peran Likas sebagai pusat kekuatan non-komersial Kota Kinabalu. Hal ini memberikan dimensi kestabilan dan fokus jangka panjang yang terkadang hilang dalam proyek-proyek komersial murni.
Misalnya, kehadiran institusi pendidikan di Likas menjadikannya pusat bagi keluarga yang mengutamakan aksesibilitas ke sekolah berkualitas tinggi. Ini menciptakan komunitas yang terikat oleh fokus pada pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia—sebuah investasi yang krusial bagi masa depan Sabah.
Selain itu, fasilitas kesehatan dan pelayanan publik di kawasan ini dirancang untuk melayani populasi yang semakin meluas di pinggiran utara KK. Perencanaan utilitas publik di Likas harus selalu proaktif, mengantisipasi lonjakan permintaan air bersih, listrik, dan sistem pembuangan limbah yang efisien, terutama mengingat sensitivitas lingkungan di sekitar cagar bakau.
Pesisir Borneo selalu didefinisikan oleh interaksi yang kaya antara daratan dan lautan. Di Likas, interaksi ini direkayasa secara modern. Keberadaan jalur jogging yang populer dan Kompleks Olahraga Likas menunjukkan bagaimana masyarakat Sabah modern telah menyesuaikan diri dengan pesisir yang berubah. Mereka mungkin tidak lagi mengandalkan laut untuk mata pencaharian harian seperti nenek moyang mereka, tetapi mereka tetap menggunakannya sebagai ruang vital untuk rekreasi dan kesejahteraan mental.
Pengelolaan garis pantai di Likas mengajarkan pelajaran penting tentang pentingnya konsultasi publik dan transparansi dalam proyek reklamasi. Keputusan besar tentang bagaimana dan di mana reklamasi dilakukan memiliki konsekuensi jangka panjang yang mempengaruhi hak publik untuk mengakses dan menikmati pesisir. Kisah Likas adalah seruan untuk memprioritaskan konservasi sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi, bukan sekadar renungan.
Kembali ke jantung hijau Likas, studi mendalam mengenai Taman Hutan Bakau Likas mengungkapkan kompleksitas kehidupan yang berjuang untuk bertahan di antara beton dan baja. Konservasi di sini tidak hanya tentang melestarikan pepohonan, tetapi juga tentang melindungi jaringan kehidupan yang rumit di bawahnya.
Hutan bakau di Likas didominasi oleh spesies-spesies yang toleran terhadap salinitas tinggi, menunjukkan zonasi yang khas. Beberapa spesies bakau utama yang dapat ditemukan meliputi:
Keragaman genetik di dalam hutan bakau ini harus dilindungi karena mereka mewakili stok genetik yang mungkin lebih tangguh terhadap penyakit atau perubahan lingkungan masa depan. Program penanaman kembali dan pemantauan kesehatan hutan bakau adalah elemen kunci dari strategi konservasi di Likas.
Kehidupan paling produktif di Likas Wetland seringkali tidak terlihat. Tanah lumpur di sini adalah rumah bagi populasi besar makroinvertebrata—terutama kepiting fiddler (Uca spp.) dan berbagai jenis udang lumpur. Organisme-organisme ini adalah insinyur ekosistem yang berperan penting dalam mengaerasi lumpur dan menguraikan materi organik. Mereka juga merupakan sumber makanan utama bagi burung-burung yang bermigrasi ke wilayah ini.
Perubahan dalam kualitas air, seperti masuknya air limbah atau peningkatan sedimen, dapat dengan cepat memusnahkan populasi invertebrata ini, yang pada gilirannya akan berdampak buruk pada spesies yang lebih tinggi dalam rantai makanan, termasuk monyet dan burung pantai.
Pembangunan di Teluk Likas telah menciptakan lanskap arsitektur modern yang kontras tajam dengan latar belakang alamnya. Arsitektur di sini ditandai oleh proyek-proyek skala besar yang berorientasi pada pemanfaatan pemandangan laut yang spektakuler, yang secara tidak langsung memberikan insentif untuk pembangunan tinggi.
Banyak proyek properti residensial di Likas menerapkan desain yang memaksimalkan pandangan ke arah laut dan juga ke Gunung Kinabalu. Hal ini menghasilkan bangunan-bangunan yang tinggi dengan orientasi jendela besar. Meskipun estetika ini menarik bagi pembeli, densitas bangunan yang tinggi juga menimbulkan pertanyaan tentang manajemen bayangan, ventilasi alami, dan bagaimana bangunan-bangunan ini berkontribusi terhadap efek pulau panas perkotaan di Kota Kinabalu.
Pemerintah kota perlu menerapkan panduan desain yang ketat di Teluk Likas untuk memastikan bahwa pembangunan baru tidak hanya bersifat estetika tetapi juga berkelanjutan dan peka terhadap iklim tropis setempat, misalnya dengan mendorong penggunaan material lokal dan desain yang hemat energi.
Selain jalur jogging, lahan reklamasi Likas juga telah dialokasikan untuk pembangunan taman-taman kota dan area terbuka hijau yang baru. Ini adalah upaya untuk mengimbangi hilangnya ruang alamiah. Taman-taman ini, meskipun buatan, berfungsi sebagai paru-paru kota dan tempat rekreasi terstruktur. Keberhasilan ruang-ruang ini bergantung pada pemeliharaan yang baik dan integrasi yang mulus dengan jaringan pejalan kaki yang ada.
Salah satu fokus dalam perencanaan ruang publik di Likas adalah memastikan aksesibilitas universal. Desain jalan setapak, fasilitas toilet, dan area tempat duduk harus dapat diakses oleh semua segmen masyarakat, menegaskan kembali fungsi Likas sebagai ruang komunal untuk seluruh warga Kota Kinabalu, terlepas dari usia atau kemampuan fisik.
Setiap proyek pembangunan berskala besar seperti reklamasi Teluk Likas selalu membawa isu tentang hak akses dan penggunaan tanah tradisional, terutama bagi masyarakat yang secara historis bergantung pada sumber daya pesisir.
Sebelum reklamasi besar-besaran, perairan dangkal di Teluk Likas adalah daerah penangkapan ikan dan kerang yang produktif bagi nelayan tradisional. Perubahan garis pantai dan hilangnya ekosistem bakau telah secara signifikan mengurangi area penangkapan ikan yang tersedia. Komunitas nelayan sering melaporkan perlunya pergi lebih jauh ke laut untuk mendapatkan hasil yang sama, meningkatkan biaya operasional dan risiko.
Pemerintah Sabah harus mengeksplorasi mekanisme kompensasi atau program mata pencaharian alternatif bagi komunitas yang terdampak. Pelibatan nelayan dalam pengelolaan Cagar Alam Bakau Likas (misalnya, sebagai pemandu ekowisata atau pemantau lingkungan) dapat menjadi cara untuk memadukan konservasi dengan mata pencaharian tradisional.
Peningkatan populasi dan kepadatan di Likas menciptakan konflik baru dalam pemanfaatan ruang. Misalnya, bagaimana menyeimbangkan kebutuhan ruang parkir untuk fasilitas olahraga besar dengan kebutuhan akan ruang terbuka hijau yang berkelanjutan? Atau, bagaimana memastikan bahwa pembangunan kondominium mewah tidak membatasi akses publik ke pantai atau pandangan alami?
Untuk memitigasi konflik ini, diperlukan proses zonasi yang dinamis dan transparan. Zonasi tidak hanya harus mendefinisikan apa yang dapat dibangun, tetapi juga mendefinisikan koridor visual dan hak akses publik yang tidak dapat diganggu gugat di sepanjang pesisir Likas.
Kisah pembangunan Likas, dengan dilema antara alam dan ambisi, adalah mikro kosmos dari tantangan yang dihadapi oleh kota-kota pesisir di seluruh dunia yang berada di jalur pembangunan cepat, seperti Singapura, Dubai, atau bahkan beberapa kota di Tiongkok.
Pengalaman Likas dapat memberikan pelajaran berharga bagi kota-kota lain. Salah satu pelajaran terpenting adalah bahwa upaya konservasi harus dilakukan di awal proses pembangunan, bukan sebagai pemikiran akhir. Keberhasilan pelestarian Taman Hutan Bakau Likas, meskipun terisolasi, adalah karena penetapan status perlindungannya yang relatif awal, meskipun ancaman tetap ada.
Selain itu, Likas mengajarkan pentingnya diversifikasi ekonomi. Dengan membangun fasilitas olahraga kelas dunia, Likas telah berhasil menciptakan identitas yang melampaui sekadar pusat perbelanjaan atau perumahan, menarik acara-acara nasional dan internasional yang memberikan dorongan ekonomi non-tradisional.
Masa depan pengelolaan Likas harus memanfaatkan teknologi. Misalnya, penggunaan sensor dan drone untuk memantau kesehatan bakau, melacak polusi air, dan mengukur erosi pantai dapat memberikan data waktu nyata yang krusial bagi pengambil keputusan. Integrasi data ini ke dalam sistem perencanaan kota pintar (smart city) akan memungkinkan Kota Kinabalu untuk bereaksi cepat terhadap ancaman lingkungan.
Pemanfaatan aplikasi seluler yang memungkinkan warga melaporkan masalah lingkungan atau menyumbangkan data tentang keanekaragaman hayati (citizen science) juga dapat meningkatkan partisipasi publik dalam perlindungan Likas.
Teluk Likas adalah sebuah karya yang terus ditulis—sebuah babak vital dalam sejarah Kota Kinabalu yang belum selesai. Ia mencerminkan aspirasi pembangunan Sabah yang tinggi, keberanian dalam merekayasa lahan, sekaligus pengakuan yang semakin mendalam akan pentingnya warisan alam. Kontras abadi antara hutan bakau yang tenang dan jalur jogging yang ramai, antara rumah-rumah tradisional dan kondominium pencakar langit, adalah inti dari pesona dan kompleksitas Likas.
Tantangan yang tersisa sangat besar, namun juga menawarkan peluang besar. Melalui perencanaan yang bijaksana, investasi dalam infrastruktur hijau, dan komitmen yang teguh terhadap pelestarian Taman Hutan Bakau Likas, kawasan ini dapat menjadi model bagi kota-kota pesisir lain di dunia yang berusaha mencapai keseimbangan antara kemakmuran ekonomi dan kelestarian ekologis.
Masa depan Likas terletak pada kemampuan kolektif masyarakat Sabah untuk menghargai kedua identitasnya: sebagai lokus pertumbuhan urban yang dinamis dan sebagai penjaga terakhir dari ekosistem pesisir yang rapuh. Hanya dengan menghormati harmoni ini, Likas akan terus bersinar sebagai permata yang unik di Teluk Borneo.
Upaya pelestarian harus terus diperkuat, tidak hanya melalui regulasi tetapi juga melalui hati nurani setiap individu yang menikmati pemandangan matahari terbenam dari jalur joggingnya, setiap atlet yang berlatih di kompleks olahraganya, dan setiap anak yang belajar tentang kepiting fiddler di hutan bakau. Likas adalah warisan yang harus dijaga untuk generasi mendatang.
Pengembangan berkelanjutan di Likas menuntut sebuah dialog terbuka yang berkelanjutan antara pengembang, komunitas ilmiah, dan masyarakat sipil. Keputusan yang dibuat hari ini mengenai tata ruang dan lingkungan di kawasan ini akan menentukan apakah Likas di masa depan adalah cerita tentang kemenangan pembangunan yang bertanggung jawab atau peringatan tentang kerugian ekologis yang tidak dapat diubah.
Pada akhirnya, Likas bukan hanya tentang tempat. Likas adalah tentang pilihan. Pilihan untuk membangun dengan bijak, untuk menghormati ekologi, dan untuk memelihara warisan alam yang mendahului ambisi modern.