Lilin Paskah, atau Cereus Paschalis, adalah jantung visual dan teologis dari perayaan Paskah. Lebih dari sekadar sumber cahaya, lilin raksasa yang dinyalakan dalam kegelapan Malam Paskah ini merupakan simbol Kristus yang Bangkit, terang dunia yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Fungsinya melampaui estetika; ia adalah pengajaran visual yang mendalam, meringkas seluruh Misteri Paskah dari Kematian, Kebangkitan, hingga Kenaikan-Nya.
Artikel ini akan menelusuri secara komprehensif signifikansi Lilin Paskah—mulai dari akar sejarahnya dalam tradisi Gereja mula-mula, rincian anatomi simbolisnya, hingga peran sentralnya dalam liturgi Malam Paskah yang agung. Pemahaman yang mendalam mengenai lilin ini memungkinkan umat beriman untuk sepenuhnya merangkul kedalaman spiritual dari Paskah, perayaan terpenting dalam kalender Kristen.
Penggunaan lilin besar dalam perayaan Paskah bukanlah inovasi baru, melainkan tradisi yang berakar kuat sejak abad-abad awal kekristenan. Praktik ini berkembang dari kebutuhan praktis—menerangi upacara yang dilakukan pada malam hari—menjadi penanda simbolis yang kaya makna, yang menghubungkan umat dengan kisah pembebasan ilahi.
Sebelum menjadi Lilin Paskah dalam bentuk Kristiani, konsep tiang atau pilar cahaya sudah tertanam dalam narasi keselamatan. Inspirasi utama sering kali ditarik dari kisah Eksodus, di mana Allah memimpin umat-Nya keluar dari Mesir melalui tiang awan di siang hari dan tiang api di malam hari. Tiang api ini (Keluaran 13:21) berfungsi sebagai pemandu dan pelindung, simbol kehadiran ilahi yang abadi—sebuah prototipe sempurna bagi Kristus sebagai pemandu kita melalui padang gurun kehidupan menuju Tanah Terjanji Surgawi.
Dalam konteks Paskah Yahudi (Pesakh), penggunaan lilin dan lampu juga krusial. Perayaan Pesakh adalah perayaan kebebasan, dan cahaya senantiasa dikaitkan dengan kehadiran Allah yang membebaskan. Ketika kekristenan memisahkan diri, ia mengambil tema-tema cahaya dan kebebasan ini dan memenuhinya dengan makna Kristologis, menjadikan Kristus itu sendiri sebagai Terang Sejati dan Pembebas Agung.
Bukti paling awal mengenai penggunaan lilin besar yang didedikasikan pada Paskah ditemukan di sekitar Mediterania Barat, terutama di Afrika Utara. St. Agustinus (abad ke-4) sering merujuk pada praktik *Lucernarium* (upacara cahaya) di mana lampu atau lilin dinyalakan untuk mengawali vigil. Namun, bukti paling eksplisit tentang ritual Lilin Paskah yang mirip dengan yang kita kenal sekarang muncul pada abad ke-4, terkait dengan praktik pembacaan pujian yang panjang, cikal bakal dari apa yang kini disebut *Exsultet*.
Di Roma, praktik Lilin Paskah mulai distandardisasi pada abad ke-5. Lilin ini ditempatkan di tempat yang menonjol dan ukurannya pun semakin besar, mencerminkan pentingnya perayaan Kebangkitan. Ukuran yang masif ini—yang terkadang setinggi tiang—menjadi penekanan visual bahwa Terang yang dibawa Kristus jauh melampaui terang biasa; ia adalah terang kosmik yang mengalahkan keabadian malam.
Lilin Paskah tidak pernah polos. Ia dihiasi dengan serangkaian simbol yang masing-masing sarat makna teologis. Dekorasi ini bukan sekadar ornamen, melainkan peta teologis yang menceritakan kisah Kristus, Sang Terang, yang menjadi awal dan akhir dari segala sesuatu. Setiap detail dari lilin tersebut merupakan kredo yang diukir dalam lilin.
Lilin Paskah adalah buku teologi visual, mengandung semua elemen keselamatan.
Salib adalah pusat dari Lilin Paskah, mengingatkan bahwa Kebangkitan (cahaya) tidak dapat dipisahkan dari penderitaan dan kematian Kristus di kayu salib. Kebangkitan adalah kemenangan yang dimenangkan melalui pengorbanan. Di keempat sudut salib, diukir empat digit angka yang menunjukkan tahun berjalan. Pencantuman tahun ini berfungsi sebagai pengingat bahwa Misteri Paskah bersifat abadi namun juga hadir secara nyata dalam waktu sejarah kita saat ini. Kristus adalah Tuhan kemarin, hari ini, dan selamanya.
Di atas salib diukir huruf Yunani Alfa (A), huruf pertama dalam alfabet, dan di bawahnya Omega (Ω), huruf terakhir. Simbol ini diambil langsung dari Kitab Wahyu (Wahyu 22:13), di mana Kristus menyatakan diri-Nya sebagai "Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Pertama dan Yang Kemudian." Ini adalah pernyataan Kristus yang mahakuasa dan abadi. Lilin Paskah secara visual menegaskan bahwa Kristus adalah sumber dan tujuan akhir dari seluruh ciptaan dan sejarah keselamatan. Tidak ada yang mendahului Dia, dan tidak ada yang akan datang setelah Dia.
Dalam teologi yang lebih mendalam, Alfa dan Omega pada lilin mewakili dua aspek penting. Alfa adalah titik permulaan ciptaan baru, yang dimulai dengan Kebangkitan-Nya. Omega adalah janji penyelesaian, penggenapan kosmis yang akan datang ketika Kristus kembali dalam kemuliaan. Lilin yang menyala di tengah jemaat adalah jaminan visual bahwa kita sedang bergerak dari Alfa menuju Omega di bawah bimbingan-Nya.
Ritual memasukkan lima biji dupa atau kemenyan adalah salah satu bagian paling khusyuk dari Malam Paskah. Biji-biji dupa ini biasanya berbentuk paku dan ditempelkan pada lilin, diletakkan pada lima titik: satu di tengah salib, dan empat di ujung lengan salib, membentuk konfigurasi yang mengingatkan pada lima luka kudus yang diderita Yesus saat disalib: dua di tangan, dua di kaki, dan satu di lambung.
Fungsi dari biji dupa ini berganda. Secara simbolis, mereka mengenang penderitaan Kristus—kebangkitan tidak menyangkal salib, melainkan menyempurnakannya. Kedua, dupa itu sendiri melambangkan keharuman, yang menandakan kemuliaan dan keilahian yang mengalir dari luka-luka mulia Kristus. Ini adalah kemenangan yang harum, yang mengubah kengerian kematian menjadi keindahan kehidupan baru.
Material Lilin Paskah secara tradisional harus terbuat dari lilin lebah murni. Lilin lebah membawa simbolisme kemurnian dan kurban. Lebah, dalam tradisi kuno, sering dikaitkan dengan keperawanan dan kemurnian. Oleh karena itu, lilin murni melambangkan kemanusiaan Kristus yang sempurna dan suci, lahir dari Perawan Maria. Selain itu, lilin yang meleleh saat dinyalakan melambangkan pengorbanan Kristus: Ia menghabiskan Diri-Nya sendiri demi memberi terang bagi dunia.
Sumbu lilin melambangkan kemanusiaan Kristus yang menyatukan tubuh dan jiwa. Api, yang bersinar terang, melambangkan Keilahian-Nya. Ketika ketiganya (lilin, sumbu, api) bersatu, mereka membentuk satu kesatuan terang yang menghalau kegelapan, sama seperti Kristus yang secara sempurna adalah Allah dan manusia, membawa cahaya ke dalam dunia.
Penyalaan Lilin Paskah adalah ritual yang menandai permulaan Liturgi Cahaya (Lucernarium), bagian pertama dari ibadat Malam Paskah. Ini adalah momen liturgi yang paling dramatis dan kaya makna, di mana jemaat bergerak dari kegelapan total menuju terang kemenangan.
Ibadat dimulai di luar gereja, di mana api baru diberkati. Api ini secara harfiah adalah api yang baru, yang melambangkan Kristus yang keluar dari kubur, membawa kehidupan baru. Imam atau diakon akan menyalakan Lilin Paskah dari api baru ini. Tindakan ini adalah manifestasi fisik dari frasa kunci Paskah: Kristus adalah Cahaya Dunia.
Prosesi memasuki gereja yang masih gelap gulita adalah momen krusial. Lilin Paskah, yang kini menyala, dibawa masuk oleh diakon, yang berhenti tiga kali di ambang pintu, di tengah, dan di depan altar, seraya menyanyikan atau mengucapkan seruan: "Kristus, Cahaya Dunia!" (Lumen Christi). Jemaat menjawab: "Syukur kepada Allah!"
Pada setiap pemberhentian, umat menyalakan lilin kecil mereka sendiri dari Lilin Paskah. Ini bukan sekadar penerangan; ini adalah tindakan partisipasi teologis. Cahaya Kristus tidak berkurang ketika dibagikan. Sebaliknya, cahayanya berlipat ganda, memenuhi kegelapan. Hal ini mengajarkan bahwa terang Kebangkitan adalah anugerah yang harus diterima secara pribadi dan dibagikan secara komunal.
Setelah Lilin Paskah ditempatkan pada wadahnya yang menonjol (kakandelar), diakon (atau imam) menyanyikan Exsultet, sebuah himne kuno yang agung. Exsultet—yang berarti "Bergembiralah" atau "Bersoraklah"—adalah salah satu teks liturgi paling indah dan mendalam, berfungsi sebagai proklamasi resmi mengenai Kebangkitan Kristus.
Exsultet adalah sebuah karya puitis yang menghubungkan Misteri Paskah dengan sejarah keselamatan. Dalam liriknya yang panjang, Exsultet memuji:
Exsultet adalah penegasan bahwa Lilin Paskah bukan hanya benda mati, tetapi saksi bisu, yang melalui cahayanya, menceritakan kembali seluruh drama keselamatan. Ketika Exsultet dinyanyikan, seluruh jemaat berada dalam lingkaran cahaya yang bersumber dari satu titik, menyatukan mereka dalam pengakuan iman yang sama.
Teologi yang melingkupi Lilin Paskah adalah teologi inkarnasi, salib, dan kemenangan. Lilin ini merangkum tiga aspek fundamental dari Misteri Paskah secara visual, menjadikannya titik fokus refleksi spiritual selama lima puluh hari masa Paskah.
Lilin Paskah adalah representasi nyata dari Tubuh Kristus yang Mulia. Ia tegak, tinggi, dan sempurna, melambangkan kebangkitan dalam kemuliaan. Saat lilin itu berdiri kokoh, ia mengajarkan keabadian dan kekekalan Kristus. Namun, setiap kali lilin itu dinyalakan, ia berkurang sedikit demi sedikit. Pengurangan ini secara paradoksal tidak melemahkan cahayanya, melainkan justru mempertegas tujuannya: Kristus telah memberikan diri-Nya sepenuhnya, dan pengorbanan-Nya tetap hadir setiap kali cahayanya bersinar.
Pemilihan lilin lebah murni juga menekankan bahwa Kebangkitan adalah peristiwa yang utuh dan suci, tidak tercemar oleh dunia. Kebangkitan bukanlah sekadar hidup kembali (seperti Lazarus), tetapi adalah transformasi ke dalam kondisi yang baru, sebuah realitas yang disimbolkan oleh nyala api yang stabil dan bersih.
Api yang menyala di ujung lilin memiliki dualitas makna. Pertama, api adalah manifestasi dari Keilahian Kristus. Itu adalah terang yang tidak dapat dipadamkan oleh kegelapan. Kedua, api juga merupakan simbol klasik Roh Kudus. Pentakosta, yang mengakhiri masa Paskah, sering digambarkan dengan lidah-lidah api.
Api pada Lilin Paskah adalah manifestasi cahaya ilahi yang abadi.
Lilin Paskah yang menyala selama masa Paskah mengingatkan jemaat bahwa Roh Kudus, yang dicurahkan Kristus yang telah bangkit, adalah kekuatan yang memungkinkan kehidupan Kristen. Api tersebut memberikan kehangatan dan visi, memungkinkan kita melihat kebenaran dalam kegelapan dunia.
Pentingnya Lilin Paskah tidak dapat dipahami tanpa memahami konteks asalnya: kegelapan total. Malam Paskah dimulai dalam kegelapan untuk merefleksikan kekosongan kubur, kekuasaan dosa, dan ketiadaan harapan tanpa Kristus. Ketika Lilin Paskah dinyalakan, kegelapan tidak hanya diterangi; ia dihancurkan.
Kontras ini adalah pesan utama: di mana Kristus hadir, kegelapan tidak dapat bertahan. Cahaya tunggal ini, yang perlahan-lahan menyebar ke lilin jemaat, melambangkan bagaimana Injil menyebar dari satu orang—Yesus Kristus—ke seluruh dunia, menaklukkan keputusasaan dan ketidakpercayaan.
Lilin Paskah tidak hanya digunakan sekali saja pada Malam Paskah. Ia merupakan penanda liturgis yang penting yang terus berfungsi sebagai simbol Kristus yang Bangkit sepanjang 50 hari Masa Paskah, hingga hari Pentakosta.
Selama Masa Paskah (Eastertide), Lilin Paskah ditempatkan di dekat altar atau mimbar (ambo) dan dinyalakan selama semua ibadat dan misa, dari Vigil Paskah hingga akhir Sore Kedua Pentakosta. Kehadiran lilin yang menyala di setiap perayaan Mingguan dan harian sepanjang masa ini secara visual menandakan bahwa kita masih hidup dalam kemuliaan Kebangkitan. Kristus, Terang Dunia, secara aktif hadir di tengah jemaat-Nya.
Ketika Pentakosta tiba, perayaan kedatangan Roh Kudus, Lilin Paskah dipadamkan setelah pembacaan Injil. Tindakan pemadaman ini tidak melambangkan kekalahan, melainkan penyelesaian masa Paskah dan transisi ke masa di mana Tubuh Kristus (Gereja) kini dipenuhi sepenuhnya oleh Roh yang dijanjikan. Lilin tersebut kemudian dipindahkan dari tempatnya yang menonjol dan disimpan.
Salah satu peran terpenting Lilin Paskah di luar Malam Paskah adalah dalam Sakramen Pembaptisan. Selama upacara pembaptisan, lilin kecil yang dibawa oleh orang tua atau wali baptis dinyalakan dari Lilin Paskah.
Tindakan ini memiliki makna teologis yang mendalam:
Dengan demikian, Lilin Paskah menjembatani misteri kosmik Kebangkitan dengan kehidupan sakramental pribadi setiap individu yang memasuki Gereja.
Lilin Paskah juga digunakan dalam upacara pemakaman Kristen. Pada saat jenazah dibawa ke gereja, Lilin Paskah sering ditempatkan di dekat peti mati atau di kepala peti. Penggunaan lilin di sini adalah pernyataan iman yang berani melawan keputusasaan kematian.
Kehadiran lilin ini secara tegas menyatakan bahwa:
Lilin Paskah, dengan demikian, mengawali kehidupan kita dalam Kristus melalui pembaptisan, menandai kehadiran Kristus dalam perayaan tahunan, dan menemani kita saat kita menyelesaikan perjalanan hidup kita, menegaskan janji kebangkitan.
Signifikansi Lilin Paskah meluas hingga mencakup pemahaman kita tentang Gereja (Eklesiologi). Lilin ini tidak hanya melambangkan Kristus, tetapi juga bagaimana Kristus beroperasi di dalam dan melalui Tubuh Mistik-Nya.
Dalam prosesi Malam Paskah, Lilin Paskah adalah satu-satunya sumber cahaya yang memimpin umat dari luar ke dalam gereja. Ini adalah metafora yang kuat untuk Gereja sebagai umat Allah dalam perjalanan. Gereja dipanggil untuk keluar dari kegelapan dunia (luar) dan masuk ke dalam terang Kristus (Gereja), selalu dipimpin oleh cahaya Kristus yang tak pernah salah arah.
Lilin Paskah yang diletakkan di tengah jemaat selama Masa Paskah menyimbolkan bahwa Kristus adalah pusat kehidupan komunal. Komunitas dipersatukan, tidak oleh kehendak manusia, tetapi oleh kehadiran dan terang Kristus yang memimpin mereka. Kehadiran lilin yang menyala secara fisik menciptakan ruang sakral di mana umat berkumpul dalam nama Tuhan.
Meskipun Lilin Paskah secara langsung terkait dengan Pembaptisan, simbolisme terangnya menembus sakramen-sakramen inisiasi lainnya.
Dalam Krisma (Penguatan), umat yang telah menerima terang pembaptisan kini menerima penguatan Roh Kudus (disimbolkan oleh api) untuk menjadi saksi Kristus yang berani di dunia. Lilin Paskah mengingatkan mereka akan mandat untuk membawa cahaya Kebangkitan kepada sesama.
Dalam Ekaristi, Lilin Paskah yang menyala selama pembacaan Injil dan liturgi firman mengingatkan kita bahwa Kristus tidak hanya hadir dalam Sakramen Mahakudus (Tubuh dan Darah), tetapi juga hadir dalam Firman-Nya. Kristus yang adalah Terang dan Roti Kehidupan adalah satu dan sama. Lilin Paskah menjadi saksi bahwa Ekaristi adalah puncak dari misteri Paskah yang telah diumumkan di Malam Suci.
Lilin Paskah secara tradisional dikaitkan erat dengan doa-doa malam, seperti Ibadat Sore. Ia adalah simbol Kristus sebagai ‘Bintang Fajar’ (Lucifer dalam arti literalnya, Pembawa Cahaya) yang tidak pernah terbenam. Ketika senja tiba dan dunia mulai gelap, cahaya lilin menegaskan bahwa, meskipun dunia menghadapi malam, bagi orang percaya, terang Kristus selalu bersinar. Ini adalah janji pengharapan yang konstan.
Ritual pemberkatan api baru adalah elemen paling primitif dan penting dari liturgi Malam Paskah. Ini adalah tindakan di mana Gereja secara radikal menolak ketergantungan pada sumber cahaya yang ada dan memulai segalanya dari nol, menegaskan kembali kuasa Allah atas materi dan waktu.
Api baru yang diciptakan—secara tradisional dengan menggunakan batu api, menekankan sifat primitif dan murni—melambangkan pemutusan total dengan dosa dan kegelapan masa lalu. Seluruh kehidupan, spiritualitas, dan kosmos diremajakan melalui Kebangkitan Kristus. Segala sesuatu yang lama telah berlalu, dan segalanya menjadi baru.
Lilin Paskah yang dinyalakan dari api baru ini adalah simbolisasi paling murni dari fakta bahwa Kristus adalah Kebaruan yang Absolut. Kekuatan Kebangkitan-Nya melampaui siklus alam dan sejarah, membawa umat manusia ke dalam dimensi kekal yang disimbolkan oleh cahaya yang tak terpadamkan.
Sebelum Exsultet dinyanyikan, diakon atau imam melakukan berkat yang dramatis pada lilin, sebuah ritual pengudusan yang mengukuhkan identitas lilin sebagai sakramen. Dalam berkat ini, ada tiga elemen kunci yang disinggung secara lisan:
Melalui berkat ini, Lilin Paskah secara resmi diangkat dari benda sekuler menjadi perwujudan Kristus yang bangkit, sebuah tiang cahaya yang mewujudkan kehadiran Penebus.
Seiring berjalannya waktu, Lilin Paskah tidak hanya menjadi pusat liturgi, tetapi juga karya seni gerejawi yang penting. Desain dan dekorasinya mencerminkan periode artistik dan teologis yang berbeda, namun selalu mempertahankan elemen inti: Salib, Alfa, dan Omega.
Pada Abad Pertengahan, Lilin Paskah sering kali sangat besar dan dihiasi dengan rumit, terkadang mencakup ukiran seluruh kisah keselamatan dari Kejadian hingga Wahyu. Ini mengubah lilin menjadi semacam 'kredo bergambar' bagi jemaat yang mungkin tidak bisa membaca Alkitab.
Pada masa Renaisans, desain menjadi lebih fokus pada kemegahan Kristus, menggunakan warna emas dan figur-figur suci. Di era modern, desain cenderung lebih sederhana, namun selalu berfokus pada simbol-simbol esensial (Salib, A, Ω, angka tahun), memastikan bahwa makna teologis tetap dominan di atas kerumitan artistik.
Tradisi Katolik Timur dan Ortodoks juga memiliki praktik cahaya yang serupa meskipun tidak selalu dalam bentuk lilin raksasa tunggal. Mereka sering menggunakan lampu minyak atau lilin-lilin kecil yang melambangkan kegembiraan dan terang Kebangkitan, namun fokus pada cahaya sebagai Kristus yang Bangkit tetap universal.
Lilin Paskah sering ditempatkan pada kakandelar khusus yang sangat tinggi dan artistik. Beberapa gereja katedral kuno, seperti di Spanyol atau Italia, memiliki kakandelar Paskah yang merupakan karya seni pahatan marmer atau perunggu yang monumental. Tinggi kakandelar ini memastikan bahwa Lilin Paskah mendominasi ruang gereja, menegaskan statusnya sebagai simbol utama.
Penempatan yang tinggi ini juga memiliki tujuan teologis: Lilin Paskah harus terlihat jelas oleh semua orang, karena terang Kristus tidak boleh disembunyikan. Ia harus bersinar di tempat yang tinggi, memanggil semua orang untuk melihat kemenangan-Nya.
Di dunia modern yang seringkali didera oleh ketidakpastian, kekerasan, dan spiritualitas yang terfragmentasi, simbol Lilin Paskah menawarkan penghiburan dan panduan yang abadi.
Misteri Paskah adalah misteri yang mengubah keputusasaan menjadi harapan. Lilin Paskah mengajarkan bahwa bahkan ketika kita merasa ditinggalkan (seperti para murid setelah penyaliban), cahaya Kebangkitan selalu mungkin. Ia adalah pengingat bahwa penderitaan (Salib) tidak pernah menjadi kata terakhir; kemenangan Kristuslah yang abadi.
Ketika lilin dinyalakan di tengah malam yang gelap, ia mengajarkan kita bahwa kekristenan tidak menjanjikan penghapusan kegelapan, tetapi menjanjikan adanya Terang yang jauh lebih kuat dari kegelapan apa pun. Bagi orang Kristen, Lilin Paskah adalah sumpah setia Allah bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan kita dalam kegelapan dunia.
Prosesi penyalaan lilin kecil dari Lilin Paskah memberikan mandat etis yang jelas kepada umat. Setiap orang yang menerima cahaya diminta untuk menjadi pembawa cahaya itu. Ini adalah panggilan untuk evangelisasi dan pelayanan. Cahaya yang kita terima pada saat pembaptisan dan kita perbarui pada Malam Paskah tidak dimaksudkan untuk disimpan, melainkan untuk disebarkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, ini berarti menghidupi nilai-nilai Injil—kebenaran, keadilan, kasih—di tengah dunia yang gelap. Kita adalah lilin-lilin kecil yang menyala, yang harus bersatu dalam komunitas Gereja, dipimpin oleh Lilin Paskah yang besar.
Kesinambungan makna ini—dari api baru yang memberkati lilin raksasa, hingga api kecil yang dibawa setiap orang pulang—menekankan bahwa keselamatan adalah peristiwa komunal yang menuntut respons pribadi. Selama 50 hari, ketika Lilin Paskah menyala, ia terus mengajukan pertanyaan kepada jemaat: Apakah Anda masih membawa terang yang Anda terima?
Lilin Paskah adalah ikon Paskah. Ia adalah tiang yang menyala, mahakarya simbolis yang merangkum sejarah, teologi, dan panggilan hidup Kristen. Ia mengingatkan kita tentang janji Kristus: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup" (Yohanes 8:12).
Setiap ritual yang menyertai Lilin Paskah—dari ukiran tahun yang memperbarui janji dalam waktu, hingga lima biji dupa yang mengenang luka abadi—adalah pengajaran yang kaya. Lilin Paskah adalah Kristus, Alpha dan Omega, yang telah menaklukkan maut dan yang memimpin kita menuju rumah Bapa.
Ketika Lilin Paskah dipadamkan pada Pentakosta, hal itu tidak berarti terang itu lenyap, tetapi sebaliknya: terang itu kini sepenuhnya bersemayam di dalam hati Gereja melalui Roh Kudus. Namun, simbol fisik dari lilin itu tetap menjadi pengingat abadi akan permulaan Kebangkitan. Ia akan menunggu setahun penuh, tersimpan dengan khidmat, untuk sekali lagi dinyalakan dalam kegelapan Malam Paskah berikutnya, menegaskan kembali siklus kemenangan yang tak pernah berakhir.
Perenungan mendalam terhadap Lilin Paskah memungkinkan umat beriman untuk melihat, menyentuh, dan merasakan kebenaran sentral dari iman kita: Kristus benar-benar telah bangkit. Oleh karena itu, kita bersoraklah, karena kegelapan tidak pernah memenangkan pertarungan melawan Cahaya Sejati.
Kebangkitan Kristus yang abadi dan tak tertandingi ini, disimbolkan oleh Lilin Paskah yang menyala, adalah dasar harapan kita. Setiap kali kita melihat cahayanya, kita diingatkan bahwa kita adalah umat yang dibebaskan, yang dipanggil untuk berjalan dalam terang dan hidup dalam kemuliaan yang telah dimenangkan bagi kita di Bukit Golgota dan disempurnakan di kubur yang kosong. Lilin Paskah adalah tanda mata kita di bumi, menunjuk ke langit, tempat Kristus memerintah sebagai Terang Abadi, Sang Alpha dan Omega yang telah, sedang, dan akan datang, memenuhi segala sesuatu dengan kemuliaan-Nya. Keberadaan lilin ini adalah manifestasi visual dari seluruh janji keselamatan Allah.
Oleh sebab itu, dalam kegembiraan Paskah yang melimpah, umat beriman diundang untuk merenungkan kedalaman lilin ini. Ini adalah lilin yang mengakhiri Lentera dan mengawali masa sukacita yang tak tertandingi. Kehadirannya yang tinggi dan menyala menjadi penanda yang tak terhindarkan bahwa transformasi telah terjadi, dari ketakutan menjadi keberanian, dari kematian menjadi kehidupan. Lilin Paskah adalah saksi bisu, namun paling berani, atas kebenaran Injil.
Kehadiran lilin ini, selama 50 hari penuh, mengajarkan tentang persistensi. Lilin Paskah tidak padam setelah satu malam; ia terus menyala, menunjukkan bahwa Kebangkitan adalah sebuah realitas yang berkelanjutan, sebuah keadaan hidup yang baru bagi Gereja. Ia adalah pengingat konstan bahwa kita telah ditebus, dan bahwa terang Kristus harus menjadi satu-satunya kompas moral dan spiritual kita.
Dalam setiap detailnya—mulai dari simbol huruf Yunani kuno hingga lilin lebah murni—Lilin Paskah adalah sebuah katekese yang utuh. Ia menghubungkan masa lalu yang ditebus, masa kini yang diterangi, dan masa depan yang dijamin oleh Kristus. Mari kita sambut cahaya ini, dan biarkan nyalanya menerangi setiap sudut kehidupan kita, sehingga kita pun menjadi lilin-lilin kecil yang bersinar dalam kesaksian kita akan Kristus, Sang Terang Dunia.
Lilin Paskah, dengan segala kemuliaannya, adalah sebuah undangan untuk kontemplasi yang tak berkesudahan. Ia mengajarkan kita bahwa misteri iman kita adalah misteri yang bersinar terang, bukan misteri yang tersembunyi. Kegelapan telah dipecah, dan cahaya abadi telah menang. Alleluia!