Gambar 1: Visi Pengembangan Kompetensi Kepemimpinan Pendidikan.
Sistem pendidikan di sebuah negara adalah cerminan dari kualitas sumber daya manusianya di masa depan. Di Indonesia, transformasi pendidikan memerlukan pilar-pilar strategis yang mampu menggerakkan perubahan di tingkat akar rumput, yaitu sekolah. Dalam konteks ini, peran seorang kepala sekolah bukan sekadar administrator, melainkan seorang pemimpin transformasional, manajer, dan supervisor pedagogis.
Kualitas kepemimpinan sekolah secara langsung berkorelasi dengan prestasi siswa, lingkungan belajar yang kondusif, dan efektivitas guru. Jika pemimpin sekolah tidak memiliki kompetensi yang memadai, maka seluruh upaya peningkatan mutu di bawahnya akan terhambat. Untuk menjawab tantangan krusial ini, dibentuklah **Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS)**.
LPPKS, yang berkedudukan di Solo, Jawa Tengah, adalah institusi vital yang ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sebelum perubahan nomenklatur) sebagai satu-satunya lembaga resmi yang bertanggung jawab atas penyiapan, pengembangan, dan sertifikasi calon kepala sekolah dan calon pengawas sekolah di seluruh Indonesia. Mandat yang diemban oleh LPPKS sangat masif, mencakup standarisasi, pelatihan, hingga penjaminan mutu kepemimpinan pendidikan dari Sabang sampai Merauke.
Artikel ini akan mengupas tuntas struktur, fungsi, program utama, dan kontribusi LPPKS dalam memastikan bahwa setiap satuan pendidikan dipimpin oleh figur yang tidak hanya kompeten secara manajerial, tetapi juga inspiratif dan visioner.
Sebelum adanya LPPKS, mekanisme penyiapan dan penugasan kepala sekolah sering kali bersifat desentralisasi yang menyebabkan variasi mutu yang signifikan antar daerah. Kepemimpinan sekolah kerap diisi berdasarkan senioritas atau pertimbangan non-pedagogis lainnya, bukan berdasarkan kompetensi kepemimpinan murni. Realitas ini mendorong kebutuhan mendesak akan standarisasi nasional.
Pendirian **LPPKS** merupakan respons kebijakan terhadap amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, serta berbagai Peraturan Menteri yang menegaskan perlunya profesionalisme di jenjang kepemimpinan. Tujuannya jelas: menyeragamkan standar kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap individu yang akan menduduki jabatan kepala sekolah dan pengawas, sekaligus menyediakan jalur pelatihan yang terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan.
Keberadaan LPPKS diatur melalui sejumlah landasan hukum yang kuat, menjadikannya otoritas tunggal dalam aspek pengembangan profesionalisme kepemimpinan pendidikan di tingkat nasional. Mandat utamanya terbagi menjadi tiga pilar utama: Pengembangan, Pemberdayaan, dan Penjaminan Mutu.
Operasional LPPKS didukung oleh regulasi yang terus diperbarui seiring dengan dinamika kebijakan pendidikan nasional. Beberapa landasan hukum utama mencakup, namun tidak terbatas pada:
Regulasi ini memastikan bahwa sertifikasi dan pelatihan yang dilakukan oleh **LPPKS** memiliki legitimasi hukum dan diakui secara nasional sebagai prasyarat wajib untuk penugasan. Setiap program pengembangan yang diselenggarakan harus selaras dengan Standar Kompetensi Kepala Sekolah (SKKS) dan Standar Kompetensi Pengawas Sekolah (SKPS) yang berlaku.
Visi **LPPKS** umumnya berpusat pada penciptaan pemimpin pendidikan yang profesional, berkarakter, dan mampu menggerakkan ekosistem sekolah menuju kualitas pembelajaran yang optimal. Untuk mencapai visi tersebut, misi institusi ini mencakup:
Sebagai lembaga pusat, **LPPKS** tidak bekerja sendiri. Mereka menjalankan peran sentral dalam sistem gugus kendali mutu yang melibatkan berbagai pihak. Struktur internal LPPKS dirancang untuk mendukung fungsi penelitian, pengembangan kurikulum, dan pelaksanaan diklat berskala besar.
Salah satu aspek krusial dari kerja LPPKS adalah pengembangan dan pembinaan terhadap Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD) di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. LPD inilah yang menjadi ujung tombak implementasi diklat calon kepala sekolah (Cakep) di daerah. **LPPKS** bertindak sebagai validator dan penjamin mutu, memastikan bahwa LPD melaksanakan program sesuai kurikulum standar nasional yang telah ditetapkan.
Peran LPPKS adalah memastikan bahwa output kepemimpinan di Indonesia memiliki baseline kompetensi yang sama, terlepas dari lokasi geografis sekolah, menjembatani kesenjangan mutu antara sekolah maju dan sekolah di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Gambar 2: Model Koordinasi dan Jaringan Pengembangan Kompetensi.
Jantung dari kerja **LPPKS** adalah program Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang dirancang secara komprehensif, bertujuan untuk membentuk kompetensi ganda: kompetensi manajerial dan kompetensi kepemimpinan pedagogis. Program ini tidak hanya sekadar transfer ilmu, tetapi juga pengembangan karakter dan kemampuan berpikir strategis.
Program Diklat Calon Kepala Sekolah (Cakep) adalah program paling fundamental yang diselenggarakan melalui sistem koordinasi LPPKS. Program ini dirancang melalui serangkaian tahapan ketat untuk memastikan hanya guru-guru terbaik yang siap memimpin satuan pendidikan. Prosesnya adalah blended learning, menggabungkan teori dan praktik lapangan (On-the-Job Training/OJT).
Proses penyiapan Cakep terdiri dari setidaknya tiga tahap besar, di mana setiap tahap memiliki bobot penilaian dan tujuan spesifik:
Fokus utama pada tahap ini adalah pemahaman mendalam mengenai empat dimensi kompetensi utama kepala sekolah: Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi, dan Kepribadian/Sosial. Peserta dibekali modul-modul tentang regulasi pendidikan, manajemen anggaran, pengembangan kurikulum operasional sekolah, hingga teknik-teknik supervisi klinis.
Ini adalah fase kritis di mana Cakep menerapkan teori yang telah dipelajari di dua sekolah berbeda (sekolah magang utama dan sekolah magang kedua). Inti dari OJT adalah pelaksanaan Proyek Peningkatan Sekolah (PPS). PPS bukan sekadar dokumen, melainkan intervensi nyata untuk mengatasi masalah spesifik di sekolah magang, seperti rendahnya minat baca atau kurangnya efektivitas metode pembelajaran.
Selama OJT, Cakep wajib melakukan kegiatan seperti Analisis Kebutuhan Pengembangan Keprofesian (AKPK), penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) berbasis data, dan melakukan observasi terhadap praktik kepemimpinan kepala sekolah mentor.
Setelah OJT, Cakep kembali ke lembaga diklat untuk mempresentasikan hasil PPS dan laporan OJT mereka. Pada tahap ini, dilakukan evaluasi komprehensif atas portofolio dan presentasi yang menunjukkan bukti nyata dampak kepemimpinan mereka selama praktik lapangan. Kelulusan Diklat Cakep, yang ditandai dengan diterbitkannya Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) oleh LPPKS, menjadi prasyarat mutlak untuk diangkat menjadi kepala sekolah definitif.
Tugas LPPKS tidak berhenti pada penyiapan Cakep. Mereka juga bertanggung jawab atas Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi kepala sekolah yang sudah menjabat. PKB ini penting mengingat pesatnya perubahan kurikulum, teknologi, dan tantangan sosial yang dihadapi sekolah.
Program PKB yang difasilitasi oleh **LPPKS** meliputi pelatihan tematik mengenai:
Seluruh modul ini dirancang untuk memastikan kepala sekolah terus relevan dan mampu memimpin perubahan, bukan hanya merespons perubahan.
Selain kepala sekolah, LPPKS juga memegang peranan krusial dalam penyiapan Pengawas Sekolah (Pengwas). Pengawas berfungsi sebagai mata dan telinga dinas pendidikan di lapangan, serta sebagai mitra kerja kepala sekolah dalam peningkatan mutu. Kompetensi Pengawas mencakup kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi, penelitian, dan pengembangan profesionalisme.
Program diklat Pengwas difokuskan pada:
Sertifikat yang dikeluarkan oleh LPPKS setelah kelulusan diklat pengawas merupakan syarat utama bagi seorang guru senior untuk beralih fungsi menjadi pengawas sekolah profesional.
Untuk mencapai target kualitas kepemimpinan, LPPKS menerapkan kurikulum yang sangat terperinci dan berbasis kompetensi. Kurikulum ini didasarkan pada empat dimensi utama yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin pendidikan modern.
Kompetensi manajerial adalah tulang punggung dari fungsi administratif kepala sekolah. Kurikulum LPPKS menekankan bahwa pemimpin harus mahir dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan sumber daya sekolah. Detil pengembangan dalam dimensi ini meliputi:
Kepala sekolah dilatih untuk menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS) dan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) yang terintegrasi. Mereka harus mampu melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) untuk mengidentifikasi kebutuhan sekolah secara objektif. Pelatihan mencakup teknik penyusunan visi, misi, dan tujuan sekolah yang relevan dengan konteks lokal dan target nasional. Selain itu, aspek krusial adalah kemampuan memetakan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana yang tersedia.
Ini adalah modul yang sangat intensif. Fokusnya adalah pada pengembangan profesionalisme guru dan staf, mulai dari rekrutmen non-formal, penempatan, penilaian kinerja berbasis kompetensi, hingga pengembangan karir individual. **LPPKS** menekankan pentingnya kepala sekolah sebagai *Talent Developer* yang mampu mengidentifikasi potensi guru dan memfasilitasi kebutuhan pelatihan mereka. Pelatihan ini juga mencakup manajemen konflik dan pembentukan tim kerja yang solid (team building).
Kepala sekolah harus mampu memimpin implementasi kurikulum, memastikan keselarasan antara perencanaan guru, pelaksanaan di kelas, dan evaluasi hasil belajar. Mereka dilatih untuk memfasilitasi lokakarya kurikulum, mendorong inovasi pembelajaran (misalnya, penggunaan model pembelajaran berbasis proyek atau berbasis masalah), dan memastikan bahwa semua guru memiliki pemahaman yang sama tentang tujuan pendidikan.
Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Modul ini mengajarkan prinsip-prinsip akuntansi dasar sekolah, pelaporan keuangan kepada berbagai pemangku kepentingan, dan pemeliharaan aset sekolah. Kepala sekolah harus mampu memanfaatkan anggaran secara efisien untuk mendukung tujuan pembelajaran utama.
Kompetensi ini membedakan kepala sekolah modern dari administrator lama. Kewirausahaan dalam konteks sekolah bukan berarti mencari keuntungan finansial, tetapi kemampuan untuk menciptakan inovasi, memanfaatkan peluang, dan mengelola risiko demi kemajuan sekolah.
Ini adalah kompetensi pedagogis kepala sekolah. Kepala sekolah yang efektif adalah yang mampu meningkatkan kualitas pengajaran di kelas melalui fungsi supervisi yang konstruktif.
**LPPKS** mengajarkan model supervisi yang berorientasi pada peningkatan kompetensi guru, bukan sekadar mencari kesalahan. Proses ini melibatkan pra-observasi (perencanaan bersama guru), observasi kelas (pengambilan data objektif), dan pasca-observasi (umpan balik konstruktif dan rencana tindak lanjut). Calon kepala sekolah harus mahir menggunakan instrumen observasi yang valid.
Kepala sekolah dilatih untuk memfasilitasi dan mengaktifkan komunitas belajar di sekolah (seperti KKG internal atau *Professional Learning Community* - PLC). Ini adalah mekanisme penting untuk berbagi praktik terbaik, mengatasi kesulitan kurikulum, dan mendorong refleksi diri di antara para guru.
Kompetensi ini berkaitan dengan etika, moralitas, dan kemampuan berinteraksi. Kepala sekolah harus menjadi teladan (ing ngarso sung tulodho).
Kuantitas program diklat yang diselenggarakan oleh LPPKS sangat besar, melibatkan ribuan peserta setiap tahun. Oleh karena itu, mekanisme penjaminan mutu adalah kunci untuk menjaga kredibilitas sertifikasi yang dikeluarkan.
Karena jangkauan geografis Indonesia yang luas, **LPPKS** bekerja melalui mitra daerah, yang disebut Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD). LPD dapat berupa Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Dinas Pendidikan, atau bahkan perguruan tinggi yang telah diakreditasi oleh LPPKS.
Peran LPPKS sebagai penjamin mutu meliputi:
Sistem evaluasi di LPPKS bersifat multi-tahap dan menyeluruh. Seorang Cakep tidak hanya dinilai berdasarkan nilai ujian teori, tetapi yang lebih penting adalah kinerja dan dampak nyata selama praktik lapangan (OJT).
Penilaian kelulusan Diklat Cakep didasarkan pada proporsi berikut:
Hanya peserta yang mencapai skor minimal kumulatif yang ditentukan dan dinyatakan kompeten di semua dimensi yang berhak menerima STTPP dan sertifikat kelulusan dari LPPKS. Standar yang tinggi ini bertujuan untuk menyaring dan menghasilkan pemimpin pendidikan yang benar-benar siap menghadapi tantangan riil di lapangan.
**LPPKS** secara rutin melakukan penelitian dampak (impact research) untuk mengevaluasi efektivitas program diklatnya. Penelitian ini melibatkan penelusuran lulusan (tracer study) yang telah menjabat sebagai kepala sekolah untuk melihat sejauh mana kompetensi yang mereka peroleh dari diklat diaplikasikan dan menghasilkan peningkatan mutu sekolah.
Hasil dari audit dan penelitian ini menjadi masukan penting bagi LPPKS untuk melakukan revisi kurikulum secara berkala, memastikan materi pelatihan selalu relevan dengan kebutuhan dan kebijakan pendidikan terbaru, termasuk penyesuaian terhadap kebijakan reformasi kurikulum yang bersifat dinamis.
Gambar 3: Penjaminan Mutu dan Sertifikasi Kelulusan.
Tuntutan zaman mengharuskan institusi pendidikan melakukan adaptasi cepat terhadap perubahan teknologi. LPPKS menyadari bahwa kepala sekolah yang dicetak harus siap memimpin sekolah di era digital, di mana data dan konektivitas menjadi kunci efektivitas.
Program diklat Cakep yang diselenggarakan oleh **LPPKS** kini semakin mengadopsi model pembelajaran daring (online learning) dan blended learning. Pemanfaatan *Learning Management System* (LMS) telah menjadi standar, memungkinkan peserta dari daerah terpencil untuk mengakses materi dan berinteraksi tanpa harus berkumpul secara fisik dalam waktu lama.
Integrasi TIK dalam kurikulum LPPKS berfokus pada:
Kurikulum yang dikembangkan oleh **LPPKS** terus diselaraskan dengan kebutuhan kompetensi abad ke-21. Ini termasuk penekanan pada kemampuan kepala sekolah untuk menumbuhkan keterampilan kritis (Critical Thinking), kolaborasi (Collaboration), kreativitas (Creativity), dan komunikasi (Communication) pada diri siswa dan guru. Kepala sekolah ditantang untuk menjadi agen perubahan yang mentransformasi sekolah menjadi komunitas belajar yang adaptif dan inovatif.
Penyesuaian ini menuntut LPPKS untuk terus merekrut dan melatih instruktur dengan profil kompetensi yang sesuai, mampu tidak hanya mengajar teori kepemimpinan, tetapi juga mempraktikkan inovasi pedagogis berbasis teknologi.
Meskipun memiliki peran yang sangat strategis, LPPKS menghadapi sejumlah tantangan besar dalam upayanya meningkatkan mutu kepemimpinan pendidikan secara nasional.
Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga konsistensi mutu pelaksanaan diklat di seluruh LPD di Indonesia. Kualitas infrastruktur, ketersediaan mentor yang kompeten, dan dukungan pemerintah daerah sangat bervariasi. Di daerah 3T, pelaksanaan OJT dan monitoring oleh pengawas pendamping sering menghadapi kendala geografis dan logistik yang signifikan. **LPPKS** harus bekerja keras untuk menjembatani kesenjangan ini melalui fasilitasi dan pendampingan intensif.
Kebutuhan kepala sekolah baru setiap tahunnya sangat tinggi, terutama karena adanya pensiun massal dan pembukaan sekolah baru. Tekanan untuk memenuhi kuantitas lulusan Cakep terkadang berpotensi mengancam standar kualitas. LPPKS harus memastikan bahwa proses seleksi awal guru yang diusulkan menjadi Cakep tetap ketat dan berbasis kinerja, bukan hanya memenuhi kuota administrasi.
Kebijakan pendidikan nasional sering mengalami perubahan, misalnya pergantian kurikulum atau model pengelolaan sekolah. LPPKS dituntut untuk sangat responsif, segera merevisi modul dan melatih ulang instruktur dalam waktu singkat agar program pengembangan yang ditawarkan tetap relevan dan mendukung program prioritas Kementerian.
Melihat ke depan, LPPKS memiliki potensi besar untuk menjadi pusat keunggulan (Center of Excellence) tidak hanya di Indonesia tetapi di kawasan Asia Tenggara. Prospek pengembangannya meliputi:
LPPKS berpeluang besar untuk mengelola database terintegrasi mengenai profil kompetensi semua kepala sekolah dan pengawas lulusannya. Database ini akan memungkinkan dinas pendidikan daerah untuk melakukan penempatan kepala sekolah berdasarkan kebutuhan spesifik sekolah dan kompetensi individu (matching the leader to the school’s needs).
Alih-alih hanya menyediakan diklat yang panjang, masa depan LPPKS mungkin melibatkan modul-modul pendek yang disebut *micro-credentials* (sertifikat mikro). Ini memungkinkan kepala sekolah yang sudah menjabat untuk meningkatkan kompetensi spesifik (misalnya, hanya fokus pada manajemen konflik, atau hanya fokus pada pengelolaan anggaran BOS) tanpa harus mengikuti diklat formal yang panjang.
LPPKS dapat memperluas perannya dari sekadar penyedia pelatihan menjadi konsultan utama bagi pemerintah daerah dalam merancang sistem manajemen dan pengembangan karir kepala sekolah dan pengawas di wilayah mereka. Keterlibatan ini penting untuk memastikan bahwa dukungan yang diberikan LPPKS benar-benar terintegrasi dengan konteks kebijakan lokal.
Penguatan peran LPPKS dalam konteks otonomi daerah menjadi sangat vital. Walaupun pengangkatan kepala sekolah merupakan kewenangan pemerintah daerah, standarisasi kompetensi tetap harus menjadi domain nasional yang dikelola secara terpusat oleh LPPKS. Sinergi antara standar yang ditetapkan LPPKS dengan kebutuhan lokal yang disuarakan oleh dinas pendidikan adalah kunci sukses reformasi kepemimpinan sekolah.
Kehadiran **LPPKS** telah membawa dampak transformatif pada lanskap kepemimpinan sekolah di Indonesia.
Sebelum adanya sertifikasi wajib dari **LPPKS**, jabatan kepala sekolah seringkali bersifat politis atau berdasarkan hubungan personal. Saat ini, proses yang ketat dan berbasis kompetensi memastikan bahwa hanya guru-guru yang benar-benar siap dan teruji yang dapat memegang kendali sekolah. Hal ini meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas kepemimpinan secara keseluruhan.
Kepala sekolah yang kompeten bertindak sebagai penggerak mutu. Mereka mampu:
Dengan demikian, investasi dalam pelatihan kepala sekolah melalui **LPPKS** menghasilkan efek berganda yang meluas hingga ke kualitas interaksi guru-siswa di dalam kelas. Peningkatan kompetensi seorang kepala sekolah dapat memengaruhi ratusan siswa dan puluhan guru selama masa jabatannya.
Melalui kurikulum baku dan sistem sertifikasi yang seragam, **LPPKS** berhasil meminimalkan disparitas standar kepemimpinan antar provinsi. Meskipun tantangan implementasi di daerah 3T masih ada, kerangka kerja kompetensi yang ditetapkan LPPKS memastikan bahwa setiap kepala sekolah, baik di kota besar maupun di pelosok, memiliki pemahaman dasar yang sama mengenai peran dan tanggung jawab mereka.
Untuk memahami kedalaman peran LPPKS, perlu dijelaskan secara rinci bagaimana proses penyeleksian guru menjadi calon pemimpin terjadi, yang seluruh kerangkanya distandardisasi oleh LPPKS.
Dinas Pendidikan mengusulkan guru yang memenuhi syarat (seperti pengalaman mengajar minimal, pangkat/golongan, dan usia). Guru yang diusulkan kemudian mengikuti Seleksi Akademik (Seleksi Tulis). Tes ini, yang sering diselenggarakan berbasis komputer (CBT), menguji pengetahuan umum tentang manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan kompetensi sosial. Materi dan standar kelulusan tes ini sepenuhnya dikembangkan dan divalidasi oleh **LPPKS**.
Setelah lolos tes akademik, peserta wajib mengikuti AKPK. AKPK adalah alat diagnostik yang digunakan **LPPKS** untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan spesifik calon kepala sekolah berdasarkan Standar Kompetensi Kepala Sekolah (SKKS). Hasil AKPK ini sangat penting karena digunakan untuk mempersonalisasi materi pelatihan selama Diklat IST 1, memastikan bahwa pelatihan yang diberikan tepat sasaran sesuai kebutuhan individu.
OJT adalah penentu utama kelulusan. Ini bukan hanya magang, tetapi periode transformasional yang dirancang secara metodologis oleh LPPKS.
Setelah mendapatkan STTPP dari **LPPKS**, guru diangkat menjadi kepala sekolah. Namun, sertifikasi ini memiliki masa berlaku dan harus diperpanjang melalui mekanisme Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang juga diatur oleh LPPKS. Ini menciptakan siklus peningkatan mutu yang tidak terputus, memastikan bahwa kepala sekolah terus belajar dan berkembang selama masa jabatannya. Kegagalan mengikuti PKB dapat memengaruhi penugasan kembali.
Untuk menggaransi bahwa **LPPKS** dapat terus menjalankan fungsinya secara optimal dan menjawab tantangan pendidikan global, diperlukan penguatan institusional yang berkelanjutan.
Kualitas output LPPKS sangat bergantung pada kualitas Widyaiswara dan peneliti internalnya. Diperlukan investasi besar dalam pelatihan Widyaiswara, mengirim mereka untuk studi banding internasional, dan memfasilitasi penelitian-penelitian terapan yang fokus pada kepemimpinan pendidikan kontemporer. Mereka harus menjadi ahli di bidang manajemen pendidikan, supervisi, dan kewirausahaan sekolah.
Meskipun sudah ada adopsi digital, proses sertifikasi dan monitoring harus didorong menuju digitalisasi total (end-to-end digital system). Sistem ini mencakup pendaftaran, asesmen kompetensi awal (AKPK), pengumpulan data OJT real-time, hingga penerbitan sertifikat elektronik. Digitalisasi ini akan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas seluruh proses yang dikelola oleh **LPPKS**.
Kerja sama dengan lembaga-lembaga pengembangan kepemimpinan sekolah di negara-negara maju (misalnya, Singapura, Finlandia, atau Kanada) sangat penting. Kemitraan ini dapat mencakup pertukaran kurikulum, benchmarking standar kompetensi, dan pelatihan bersama. Eksposur internasional akan memastikan bahwa standar kompetensi yang diajarkan oleh **LPPKS** tidak hanya relevan secara lokal tetapi juga berdaya saing global.
Secara keseluruhan, **LPPKS** adalah garda terdepan dalam upaya menciptakan ekosistem pendidikan yang dipimpin oleh profesional yang visioner. Institusi ini bertanggung jawab tidak hanya mencetak pemimpin baru, tetapi juga memastikan bahwa pemimpin yang ada terus diasah kemampuannya, sehingga mutu pendidikan Indonesia dapat meningkat secara merata dan berkelanjutan.