Masohi, sebuah nama yang tidak hanya berfungsi sebagai penanda geografis, tetapi juga sebagai simbol ketahanan dan perkembangan wilayah timur Indonesia. Berfungsi sebagai ibu kota Kabupaten Maluku Tengah, Masohi memainkan peran sentral dalam administrasi, ekonomi, dan pelestarian budaya di Pulau Seram yang legendaris. Kota ini, didirikan berdasarkan perencanaan modern, berdiri di tengah lanskap alam Maluku yang kaya, dikelilingi oleh pegunungan hijau dan perairan biru jernih, menjadikannya perpaduan unik antara fungsi perkotaan dan keindahan ekologis yang autentik.
Perjalanan memahami Masohi adalah menyelami narasi panjang tentang perubahan administratif, tantangan geografis, dan kekayaan tradisi lokal yang tak pernah padam. Dari awal pendiriannya yang terencana hingga posisinya saat ini sebagai pusat aktivitas, Masohi mewakili harapan dan semangat masyarakat Maluku Tengah untuk terus maju sambil memegang teguh identitasnya.
Lokasi Strategis Masohi di Pulau Seram.
Masohi bukanlah kota tua yang tumbuh secara organik dari pelabuhan perdagangan atau benteng pertahanan era kolonial. Sebaliknya, Masohi adalah kota yang lahir dari kebutuhan administrasi dan visi tata ruang paska-kemerdekaan. Nama 'Masohi' sendiri memiliki makna mendalam dalam konteks budaya Maluku, yang merujuk pada konsep gotong royong, kerjasama, dan kebersamaan. Penamaan ini bukan kebetulan, melainkan cerminan filosofi yang ingin ditanamkan dalam pembangunan pusat pemerintahan yang baru.
Sebelum Masohi ditetapkan, pusat pemerintahan Maluku Tengah berada di Ambon. Namun, keterbatasan geografis dan pertimbangan pemerataan pembangunan wilayah, khususnya di Pulau Seram yang merupakan pulau terbesar kedua di Maluku, mendorong pemerintah daerah untuk mencari lokasi ibu kota yang lebih netral dan prospektif. Keputusan memindahkan ibu kota ke Seram bertujuan untuk memperpendek rentang kendali administratif, mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat Seram, serta memicu pertumbuhan ekonomi di pulau tersebut yang sempat terisolasi.
Proses perencanaan dan pembangunan Masohi dimulai pada tahun 1950-an. Lokasi yang dipilih adalah area yang relatif datar di bagian selatan pulau, strategis untuk akses ke pantai dan juga jalan Trans-Seram yang kemudian dibangun. Perencanaan kota ini mengikuti kaidah tata ruang modern, membedakan zona pemerintahan, zona permukiman, dan zona perdagangan, sebuah kontras signifikan dengan permukiman tradisional Maluku yang cenderung mengikuti kontur pantai atau sungai.
Masohi dirancang untuk menjadi 'kota model' di kawasan timur. Jalan-jalan utama yang lebar, keberadaan alun-alun (lapangan), dan penataan kantor-kantor pemerintahan yang terpusat mencerminkan cita-cita pembangunan nasional saat itu. Struktur ini memudahkan mobilitas dan integrasi sosial antar-suku yang bermigrasi ke Masohi untuk bekerja di sektor pemerintahan dan perdagangan. Keberadaan Kantor Bupati, DPRD, dan fasilitas umum lainnya di satu area yang terorganisir menjadi ciri khas yang membedakannya dari kota-kota lain di Maluku.
Seperti yang telah disinggung, nama ‘Masohi’ berakar pada nilai-nilai kearifan lokal. Secara etimologis, ia terkait erat dengan tradisi ‘bahu-membahu’ atau ‘kerja bersama’. Penggunaan nama ini adalah upaya simbolis untuk menegaskan bahwa pembangunan dan keberlangsungan kota harus didasarkan pada partisipasi kolektif seluruh elemen masyarakat, terlepas dari latar belakang etnis atau agamanya. Filosofi ini menjadi jangkar moral bagi kota yang dihuni oleh berbagai sub-etnis Seram dan Maluku secara keseluruhan.
Transisi kepemimpinan dari Ambon ke Masohi tidak terjadi dalam semalam. Ini adalah proses bertahap yang melibatkan relokasi ratusan pegawai negeri, pembangunan infrastruktur dasar seperti listrik dan air bersih, serta pembukaan jalur transportasi laut dan darat yang lebih efisien. Tantangan terbesar adalah meyakinkan masyarakat dan aparatur sipil bahwa Masohi memiliki potensi yang setara dengan kota metropolitan lainnya, meskipun berada di jantung Pulau Seram yang sering dianggap terpencil.
Sama seperti wilayah Maluku lainnya, Masohi pernah menjadi saksi bisu masa-masa kelam konflik horizontal. Namun, yang luar biasa dari Masohi adalah perannya pasca-konflik. Kota ini menjadi salah satu pusat utama rehabilitasi dan rekonsiliasi. Semangat Pela Gandong (ikatan persaudaraan tradisional Maluku) diperkuat di Masohi, digunakan sebagai landasan untuk membangun kembali kohesi sosial yang sempat retak. Upaya rekonsiliasi yang masif di Masohi melibatkan tidak hanya pemerintah, tetapi juga tokoh adat dan agama, memastikan bahwa nilai Masohi—gotong royong—tetap menjadi landasan hidup bermasyarakat.
Pengalaman ini memberikan lapisan makna historis yang lebih dalam bagi Masohi. Kota ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat administratif, tetapi juga sebagai laboratorium sosial di mana keberagaman etnis dan agama dibingkai ulang dalam semangat persaudaraan Maluku. Keberhasilan Masohi dalam bangkit kembali adalah bukti nyata efektivitas kearifan lokal Maluku dalam menghadapi modernitas dan tantangan sosial yang kompleks.
Masohi terletak di wilayah pesisir selatan Pulau Seram, berhadapan langsung dengan Laut Banda. Lokasinya yang strategis ini memengaruhi tidak hanya iklimnya, tetapi juga aktivitas ekonominya. Geografis Seram adalah kunci untuk memahami Masohi; pulau ini dikenal karena formasi pegunungannya yang dramatis, dengan Gunung Binaiya yang menjulang tinggi di utara, dan memiliki salah satu kawasan hutan hujan tropis paling kaya di Indonesia.
Masohi berada di dataran rendah yang relatif datar, dikelilingi oleh perbukitan yang perlahan naik menuju jantung Seram. Ketinggian rata-rata yang rendah menjadikan Masohi rentan terhadap potensi banjir, namun upaya mitigasi dan tata kota telah beradaptasi dengan kondisi ini. Tanah di sekitar Masohi didominasi oleh aluvial yang subur, menjadikannya ideal untuk pertanian skala kecil hingga menengah.
Iklim di Masohi adalah tropis muson. Perbedaan musim hujan dan kemarau cukup jelas, meskipun Maluku secara umum memiliki pola curah hujan yang lebih tidak teratur dibandingkan wilayah barat Indonesia. Musim hujan biasanya dipengaruhi oleh pergerakan angin muson barat daya. Kelembaban udara yang tinggi menjadi ciri khas, yang mendukung keanekaragaman hayati Seram.
Laut Banda adalah faktor penentu bagi kehidupan di Masohi. Sebagai bagian dari "Ring of Fire," perairan di sekitar Seram sangat dalam dan kaya akan biota laut, mendukung sektor perikanan yang vital. Selain itu, Laut Banda juga memengaruhi suhu udara dan pola angin lokal, seringkali membawa angin laut yang menyejukkan ke wilayah kota, meskipun risiko gempa bumi dan tsunami selalu menjadi pertimbangan mitigasi bencana.
Masohi berfungsi sebagai pintu gerbang menuju kekayaan alam Seram yang luar biasa, terutama Taman Nasional Manusela. Ekosistem Seram adalah salah satu yang paling unik di dunia, terletak di zona transisi Wallacea, yang berarti ia memiliki campuran spesies Asia dan Australasia. Keanekaragaman ini memberikan Seram identitas ekologis yang tak tertandingi.
Hutan di sekitar Masohi kaya akan rempah-rempah yang telah mendunia, seperti cengkeh dan pala. Namun, Seram juga rumah bagi pohon Sagu (Metroxylon sago), yang menjadi makanan pokok tradisional. Proses pengolahan sagu, dari pemanenan batang hingga menjadi tepung yang siap dikonsumsi, merupakan bagian integral dari kehidupan ekonomi masyarakat Seram. Hutan juga menghasilkan berbagai jenis kayu keras dan damar.
Bagi para ahli biologi, Seram adalah tujuan yang wajib dikunjungi. Masohi menyediakan akses ke habitat Burung Kakatua Seram (Cacatua moluccensis) yang endemik dan terancam punah. Selain itu, Seram juga merupakan habitat bagi berbagai jenis mamalia marsupial, reptil, dan serangga unik lainnya. Pelestarian hutan di Seram, yang sebagian besar diatur melalui Taman Nasional Manusela, menjadi prioritas yang memengaruhi kebijakan tata ruang di Masohi.
Interaksi antara kota Masohi dan ekosistem Seram adalah hubungan yang kompleks. Di satu sisi, pembangunan kota membutuhkan sumber daya alam; di sisi lain, Masohi berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penelitian untuk konservasi. Upaya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam menjadi tantangan berkelanjutan bagi pemerintah Maluku Tengah.
Sebagai ibu kota kabupaten, Masohi bukan hanya pusat birokrasi, tetapi juga simpul penting bagi aktivitas ekonomi Maluku Tengah, yang sebagian besar didukung oleh sektor primer: pertanian, perikanan, dan hasil hutan. Fungsi kota ini adalah mengolah, mendistribusikan, dan memfasilitasi perdagangan komoditas yang dihasilkan oleh masyarakat Seram.
Maluku Tengah adalah wilayah penghasil rempah-rempah sejak zaman kolonial. Meskipun dominasi perdagangan rempah-rempah telah bergeser, cengkeh dan pala tetap menjadi tulang punggung ekonomi bagi banyak desa di sekitar Masohi. Masohi berperan sebagai tempat penyimpanan, pengemasan, dan jalur ekspor komoditas ini.
Produksi cengkeh dari Seram dikenal memiliki kualitas tinggi. Perkebunan cengkeh biasanya dikelola oleh masyarakat secara turun temurun. Selain cengkeh dan pala, Masohi dan wilayah sekitarnya juga mengembangkan komoditas lain seperti kakao, kelapa, dan khususnya sagu. Upaya pemerintah lokal berfokus pada peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui diversifikasi dan pengolahan pasca-panen di Masohi, mengurangi ketergantungan pada penjualan bahan mentah.
Dekat dengan Masohi, Pelabuhan Amahai adalah gerbang maritim vital. Pelabuhan ini tidak hanya menghubungkan Masohi dengan Ambon (Pulau Ambon) tetapi juga dengan pulau-pulau di Maluku Tengah lainnya seperti Lease dan Banda. Amahai memfasilitasi arus barang masuk—kebutuhan pokok, material konstruksi—dan arus keluar—hasil bumi dan perikanan. Keberadaan pelabuhan ini secara langsung mendongkrak sektor logistik dan perdagangan di pusat kota Masohi.
Berhadapan langsung dengan Laut Banda yang subur, sektor perikanan merupakan penopang utama ekonomi pesisir Masohi. Wilayah perairan Maluku Tengah adalah jalur migrasi ikan pelagis besar seperti tuna dan cakalang. Masohi menjadi pusat pendaratan ikan lokal dan tempat pelelangan ikan.
Pengembangan industri perikanan di Masohi kini bergerak menuju perikanan berkelanjutan, termasuk budidaya rumput laut dan kerang. Pemerintah daerah mendorong modernisasi armada penangkap ikan dan peningkatan fasilitas pendingin di pelabuhan untuk memastikan kualitas produk laut tetap terjaga sebelum didistribusikan ke pasar regional maupun nasional. Koperasi perikanan memainkan peran penting dalam memastikan harga yang adil bagi nelayan di sekitar Masohi.
Salah satu pencapaian terbesar dalam pengembangan Masohi adalah konektivitas darat. Masohi adalah titik strategis di tengah jalur Trans Seram. Jalan Trans Seram, yang membentang dari Barat hingga Timur pulau, telah membuka akses ke wilayah pedalaman yang sebelumnya terisolasi. Peningkatan infrastruktur jalan ini memiliki dampak ganda:
Meskipun demikian, tantangan pemeliharaan jalan di wilayah berbukit dan curah hujan tinggi tetap menjadi fokus pembangunan Masohi yang berkelanjutan. Jaringan telekomunikasi dan listrik juga terus diperluas untuk mendukung fungsi Masohi sebagai kota modern dan pusat layanan digital.
Masohi adalah wadah peleburan budaya Seram dan Maluku secara luas. Meskipun ia adalah kota terencana modern, kehidupan sosial di dalamnya tetap didasarkan pada nilai-nilai adat yang kuat, terutama prinsip Pela Gandong dan sistem kearifan lokal lainnya. Kehadiran berbagai etnis, mulai dari penduduk asli Seram (seperti Nuaulu dan Wemale) hingga pendatang dari pulau-pulau lain di Maluku dan Sulawesi, menciptakan mozaik budaya yang dinamis.
Konsep Pela Gandong adalah sistem persaudaraan tradisional yang mengikat dua atau lebih negeri (desa adat), seringkali lintas agama, melalui sumpah sejarah. Meskipun Masohi sendiri bukan negeri adat, kota ini menjadi pusat di mana semangat Pela Gandong dipelihara dan dipromosikan sebagai model toleransi dan resolusi konflik. Ikatan ini memastikan bahwa konflik antar-komunitas dapat diredam melalui mekanisme adat yang telah berusia ratusan tahun. Di Masohi, semangat ini terlihat dalam setiap perayaan adat, keagamaan, dan upacara kenegaraan.
Keunikan Masohi terletak pada bagaimana ia berhasil mengintegrasikan struktur sosial adat ke dalam kerangka kota modern. Berbagai etnis hidup berdampingan, masing-masing membawa tradisi kuliner, bahasa, dan upacara adat mereka. Pasar tradisional Masohi menjadi pusat interaksi ini, tempat di mana berbagai hasil bumi dan kerajinan tangan dari seluruh Maluku Tengah bertemu.
Budaya Masohi kaya akan ekspresi seni. Tarian tradisional, seperti tarian perang dan tarian penyambutan, sering dipentaskan dalam acara-acara resmi. Musik Maluku, dengan dominasi alat musik pukul (tifa) dan petik (ukulele), menghidupkan suasana kota.
Di wilayah pedalaman Seram yang berdekatan dengan Masohi, terdapat tradisi pembuatan kerajinan tangan yang unik. Salah satunya adalah penggunaan kulit kayu (disebut juga tapa) untuk pakaian adat. Kerajinan ini, yang membutuhkan keterampilan dan pengetahuan botani yang tinggi, sering dipamerkan dan dijual di Masohi sebagai suvenir budaya. Selain itu, ada pula produksi tenun ikat yang menampilkan motif-motif Maluku Tengah yang khas, seringkali menggunakan warna-warna cerah dan simbol-simbol alam.
Bahasa Indonesia digunakan secara luas sebagai bahasa resmi dan pendidikan. Namun, bahasa pengantar sehari-hari adalah Bahasa Melayu Ambon (atau Melayu Maluku). Logat dan idiom khas Melayu Maluku memberikan warna tersendiri pada komunikasi di Masohi, mencerminkan percampuran antara bahasa-bahasa lokal Seram dengan pengaruh bahasa perdagangan dari masa lalu.
Simbol kekayaan rempah dan alat musik tradisional Maluku Tengah.
Masohi sering dijadikan titik awal bagi petualangan eksplorasi alam di Pulau Seram. Jantung Seram menyimpan pantai-pantai yang masih perawan, air terjun tersembunyi, dan gua-gua kapur yang spektakuler. Potensi ekowisata di sekitar Masohi adalah salah satu aset terbesar Maluku Tengah yang sedang dikembangkan secara berkelanjutan.
Meskipun kota Masohi sendiri merupakan kota pelabuhan, beberapa pantai terdekat menawarkan ketenangan dan keindahan alam yang luar biasa, berjarak tempuh singkat dari pusat kota.
Meskipun secara teknis terletak di utara Seram, akses menuju destinasi terkenal seperti Ora seringkali direncanakan dari Masohi melalui jalur darat Trans Seram. Pantai Ora dikenal dengan laguna kristal dan resor terapung yang ikonik, menjadikannya 'Maldives'-nya Indonesia. Airnya yang jernih memungkinkan wisatawan untuk melihat terumbu karang dan biota laut tanpa perlu menyelam terlalu dalam. Pengembangan pariwisata di Ora telah memberikan dampak positif pada sektor jasa dan transportasi di Masohi.
Pesisir selatan, di mana Masohi berada, menawarkan pantai berpasir putih yang lebih tenang dan cocok untuk kegiatan relaksasi. Pantai-pantai ini kurang terekspos dibandingkan Ora, menawarkan pengalaman yang lebih intim dengan alam Maluku. Keberadaan desa-desa adat di sepanjang pantai juga memungkinkan wisatawan untuk memahami kehidupan nelayan lokal secara langsung.
Taman Nasional Manusela, yang mencakup hampir 2.000 kilometer persegi wilayah pegunungan Seram, adalah surga bagi pendaki dan pengamat burung. Masohi berperan sebagai pusat logistik untuk pendakian Gunung Binaiya, puncak tertinggi di Maluku.
Wilayah pegunungan di belakang Masohi dialiri banyak sungai jernih yang membentuk air terjun tersembunyi. Selain itu, Seram dikenal memiliki sistem gua kapur yang luas. Eksplorasi gua-gua ini menawarkan petualangan geologi yang unik, meskipun memerlukan pemandu lokal yang berpengalaman. Upaya pelestarian keaslian gua-gua ini dipimpin oleh pihak konservasi yang berpusat di Masohi.
Pengembangan pariwisata di sekitar Masohi sangat berhati-hati. Pemerintah Maluku Tengah menekankan pada ekowisata berbasis komunitas, memastikan bahwa manfaat ekonomi dari kunjungan wisatawan kembali kepada masyarakat lokal, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan Seram yang rapuh.
Sebagai kota yang berhadapan dengan Samudra Pasifik dan terletak di pulau yang besar namun rentan, Masohi menghadapi serangkaian tantangan modern yang harus diatasi untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan. Tantangan ini meliputi isu lingkungan, pembangunan manusia, dan diversifikasi ekonomi.
Seram berada di zona tektonik yang aktif. Ancaman gempa bumi dan tsunami selalu menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan tata ruang di Masohi. Pembangunan fasilitas umum dan infrastruktur harus memenuhi standar ketahanan bencana yang ketat. Selain itu, perubahan iklim membawa pola cuaca ekstrem, meningkatkan risiko banjir pesisir dan erosi, yang memerlukan adaptasi infrastruktur kota.
Pemerintah Maluku Tengah, dengan Masohi sebagai pusatnya, aktif dalam edukasi publik mengenai kesiapsiagaan bencana. Pelatihan evakuasi dan pembangunan jalur evakuasi vertikal (khususnya di sekitar pelabuhan Amahai) adalah upaya nyata untuk melindungi warga Masohi dari potensi bencana alam.
Meskipun Masohi berfungsi sebagai pusat pendidikan di Maluku Tengah (dengan keberadaan beberapa sekolah menengah unggulan dan perguruan tinggi lokal), peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tetap menjadi fokus utama. Kebutuhan akan tenaga kerja terampil di sektor pariwisata, teknologi, dan pengolahan hasil perikanan semakin mendesak.
Masohi terus berupaya memperkuat kapasitas pendidikan vokasi untuk mempersiapkan generasi muda Seram agar mampu bersaing di pasar kerja yang lebih luas. Investasi dalam perpustakaan, pusat pelatihan digital, dan fasilitas kesehatan yang memadai merupakan bagian integral dari visi pembangunan Masohi.
Visi masa depan Masohi berakar kuat pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Fokus utamanya adalah diversifikasi ekonomi agar tidak hanya bergantung pada rempah dan perikanan, melainkan juga mengembangkan sektor jasa, khususnya pariwisata dan industri kreatif yang berbasis budaya Maluku.
Masohi diharapkan menjadi "Smart City" yang mengintegrasikan teknologi dalam layanan publik, mempermudah interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Pembangunan harus diarahkan untuk menjaga keaslian budaya, melestarikan hutan Seram (Paru-paru Maluku), dan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi kota bersifat inklusif bagi semua penduduk Maluku Tengah.
Secara keseluruhan, Masohi adalah representasi dari ambisi Maluku Tengah untuk membangun pusat peradaban di tengah tantangan geografis dan historis. Ia adalah sebuah kota yang menjunjung tinggi semangat gotong royong, sebuah 'Masohi' dalam arti yang paling harfiah, yang terus berdetak di jantung Pulau Seram yang eksotis dan kaya.
Sebagai ibu kota administratif Kabupaten Maluku Tengah, Masohi menjadi simpul utama dalam rantai birokrasi yang sangat kompleks. Fungsi kota ini mencakup koordinasi program pembangunan dari tingkat pusat, provinsi, hingga implementasi di level negeri-negeri adat di seluruh kabupaten. Efisiensi tata kelola di Masohi secara langsung menentukan laju pembangunan seluruh Seram dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Pemerintahan di Masohi beroperasi melalui kantor-kantor dinas yang terpusat, memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan perizinan, kependudukan, dan sosial. Kantor Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah yang berlokasi di Masohi adalah pusat pembuatan kebijakan. Upaya digitalisasi layanan publik, meskipun masih menghadapi tantangan infrastruktur, mulai diterapkan untuk memangkas birokrasi yang panjang. Program layanan terpadu satu pintu (PTSP) di Masohi bertujuan untuk menarik investasi dan memfasilitasi kemudahan berusaha, terutama di sektor perikanan dan pariwisata yang merupakan unggulan daerah.
Pengembangan sistem informasi geografis (SIG) di Masohi juga penting untuk manajemen sumber daya alam dan perencanaan tata ruang. Karena wilayah Maluku Tengah yang terbagi-bagi oleh lautan dan pegunungan, pemanfaatan teknologi informasi untuk monitoring dan evaluasi program menjadi krusial. Masohi berfungsi sebagai pusat data dan komando yang mengumpulkan informasi dari desa-desa terpencil.
Salah satu aspek unik birokrasi di Masohi adalah integrasi antara sistem pemerintahan modern dengan sistem pemerintahan adat (Negeri). Negeri dipimpin oleh Raja atau Kepala Desa yang memiliki otoritas adat kuat. Masohi harus menjembatani kebijakan pembangunan nasional dengan kearifan lokal, terutama terkait pengelolaan sumber daya alam, seperti hutan dan laut, yang secara tradisional diatur oleh hukum adat Sasi. Pemerintah Kabupaten, melalui Masohi, seringkali melakukan konsultasi intensif dengan para Raja dan tokoh adat untuk memastikan kebijakan yang dibuat responsif terhadap kebutuhan dan nilai-nilai lokal.
Penerimaan daerah Kabupaten Maluku Tengah, yang dikelola dari Masohi, sebagian besar berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat, serta Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD Masohi didukung oleh retribusi pelabuhan, hasil pajak bumi dan bangunan, serta sektor pariwisata yang mulai tumbuh. Tantangan terbesar adalah distribusi anggaran yang adil dan merata ke seluruh pulau dan kepulauan dalam kabupaten, mengingat biaya logistik yang sangat tinggi di Maluku.
Fokus pengeluaran anggaran di Masohi adalah pada peningkatan infrastruktur dasar (jalan, jembatan), sektor pendidikan, dan kesehatan. Pembangunan Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Masohi berfungsi sebagai rujukan utama bagi seluruh Maluku Tengah. Pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana publik menjadi prioritas, sejalan dengan semangat Masohi sebagai pusat pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.
Meskipun Masohi adalah kota 'pendatang' secara administratif, ia berdiri di atas tanah yang kaya akan sejarah adat Seram. Memahami budaya yang mengelilingi Masohi adalah memahami identitas Maluku Tengah. Dua konsep adat yang paling mendominasi adalah sistem Sasi dan kehidupan masyarakat pedalaman seperti Nuaulu.
Sasi adalah hukum adat yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam, baik darat maupun laut. Diimplementasikan oleh pemangku adat di negeri-negeri sekitar Masohi, Sasi bertujuan untuk konservasi dan manajemen keberlanjutan. Penerapannya adalah dengan melarang panen komoditas tertentu (misalnya, hasil laut, pala, atau cengkeh) selama periode waktu tertentu, memungkinkan sumber daya untuk beregenerasi.
Ketika masa Sasi dicabut, masyarakat dapat memanen secara kolektif. Masohi, sebagai pusat perdagangan, sangat dipengaruhi oleh siklus Sasi ini, yang mengatur waktu dan volume komoditas yang masuk ke pasar. Hukum Sasi mencerminkan kearifan ekologis leluhur Seram yang memastikan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian alam, sebuah model yang kini dipromosikan sebagai praktik berkelanjutan global.
Mekanisme Sasi melibatkan ritual adat yang dipimpin oleh tetua. Pelanggaran Sasi dikenakan sanksi sosial dan denda adat yang ketat. Nilai utama dari Sasi adalah: (1) Keadilan Distribusi: Memastikan semua warga memiliki akses yang sama setelah masa panen, (2) Konservasi Lingkungan: Melindungi spesies dari kepunahan akibat eksploitasi berlebihan, dan (3) Keteraturan Sosial: Mengurangi konflik yang disebabkan oleh persaingan sumber daya.
Masyarakat Nuaulu adalah salah satu suku asli Seram yang mempertahankan tradisi secara ketat. Mereka dikenal dengan pakaian tradisionalnya yang khas, terutama kain merah yang digunakan kaum pria. Meskipun Nuaulu sebagian besar tinggal di wilayah pedalaman, interaksi mereka dengan Masohi sangat penting.
Masohi berfungsi sebagai tempat Nuaulu dan kelompok adat lainnya menjual hasil hutan dan pertanian mereka, serta mengakses layanan kesehatan dan pendidikan. Interaksi ini memerlukan penghargaan dan pemahaman budaya yang mendalam dari pemerintah kota, memastikan bahwa modernisasi tidak mengikis identitas dan hak-hak adat mereka.
Pakaian adat Nuaulu tidak hanya estetika, tetapi penuh simbol. Warna merah, yang dominan, sering dihubungkan dengan keberanian dan sejarah perjuangan. Di Masohi, ketika ada upacara atau festival budaya, representasi Nuaulu menjadi salah satu daya tarik utama, menunjukkan kekayaan warisan budaya Seram yang harus terus dilestarikan.
Untuk mencapai pemahaman komprehensif tentang Masohi, perlu diperjelas bagaimana sektor primer beroperasi di Seram, yang merupakan nadi ekonomi kota. Masohi tidak hanya menjual, tetapi juga menjadi tempat inovasi pengolahan produk pertanian ini.
Cengkeh dan pala Maluku Tengah memiliki reputasi historis global. Namun, petani di Seram menghadapi fluktuasi harga global yang ekstrem dan tantangan penyakit tanaman. Melalui Masohi, pemerintah daerah memberikan penyuluhan pertanian tentang teknik budidaya modern, penanganan hama, dan upaya kolektif untuk meningkatkan posisi tawar petani di pasar.
Selain biji pala dan fuli yang merupakan komoditas utama, industri kecil di sekitar Masohi mulai mengembangkan produk turunan pala, seperti sirup pala, manisan pala, dan minyak atsiri. Diversifikasi ini penting untuk meningkatkan pendapatan petani dan menciptakan peluang usaha mikro di Masohi.
Sagu (Metroloxylon sagu) adalah pohon kehidupan bagi banyak komunitas di Seram. Masohi menjadi pusat distribusi dan pengolahan sagu. Sagu diolah menjadi tepung yang dapat bertahan lama, dan menjadi bahan dasar makanan tradisional seperti papeda.
Kajian mendalam tentang sagu di Masohi menunjukkan potensi yang lebih besar dari sekadar makanan pokok. Sagu dapat diolah menjadi bioetanol, pati industri, dan bahan baku pakan ternak. Pengembangan industri sagu terintegrasi, dari kebun sagu alami hingga pabrik pengolahan di dekat Masohi, adalah kunci untuk menciptakan ketahanan pangan regional dan meningkatkan ekspor non-rempah Maluku Tengah.
Masohi telah bertransformasi dari sekadar 'gerbang administratif' menjadi pusat pengembangan pariwisata. Konsep yang diusung adalah pariwisata berkelanjutan yang berbasis alam (ekowisata) dan budaya (etno-pariwisata), mempromosikan keunikan Seram tanpa merusak lingkungan atau kearifan lokal.
Untuk mendukung pertumbuhan pariwisata, Masohi secara bertahap meningkatkan kualitas penginapan, restoran, dan layanan pemandu wisata. Pelatihan bahasa asing dan manajemen hotel diberikan kepada masyarakat lokal, memastikan bahwa sektor ini dapat ditangani oleh penduduk Masohi sendiri. Pembangunan pusat informasi turis di kota mempermudah wisatawan untuk merencanakan perjalanan mereka ke Manusela, Ora, atau daerah penyelaman Laut Banda.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Masohi menjadi tulang punggung pariwisata. Mereka menyediakan suvenir lokal (termasuk kerajinan kulit kayu dan anyaman), kuliner khas Maluku Tengah, dan jasa transportasi lokal. Inisiatif pemerintah untuk memfasilitasi pemasaran produk UMKM secara digital melalui Masohi membantu menjangkau pasar yang lebih luas.
Meskipun Masohi adalah kota modern, ia menyediakan akses ke situs-situs bersejarah kolonial yang tersebar di Maluku Tengah, seperti benteng-benteng Belanda di kepulauan Lease atau Banda. Masohi berfungsi sebagai pusat pengetahuan sejarah Maluku, menyimpan arsip-arsip penting yang relevan dengan masa lampau rempah-rempah yang membentuk geopolitik kawasan ini.
Museum lokal yang sedang dikembangkan di Masohi akan fokus pada narasi sejarah Seram, termasuk migrasi suku-suku Austronesia, interaksi dengan pedagang asing, hingga perjuangan kemerdekaan. Ini adalah upaya untuk memberikan kedalaman narasi bagi wisatawan, mengubah Seram dari sekadar destinasi alam menjadi destinasi kaya sejarah.
Melihat kompleksitas dan kekayaan sumber daya yang dimiliki, Masohi siap menghadapi masa depan yang penuh potensi. Kota ini tidak hanya dituntut untuk menjadi pusat pemerintahan yang efisien tetapi juga harus menjadi teladan dalam harmoni lingkungan, keberlanjutan ekonomi, dan penjaga nilai-nilai budaya Maluku.
Masohi memegang peran krusial dalam memperkuat ketahanan pangan berbasis sagu dan perikanan. Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pangan lokal, Masohi memimpin kampanye untuk mempopulerkan kembali sagu sebagai pangan utama, mengurangi ketergantungan pada beras impor. Program budidaya perikanan laut dalam juga dikelola dari Masohi, menjamin pasokan protein yang stabil bagi masyarakat Maluku Tengah.
Mengingat kedekatan Seram dengan Laut Banda, Masohi memiliki potensi besar untuk menjadi pusat penelitian kelautan. Fasilitas penelitian yang memadai di Masohi akan menarik ilmuwan, baik nasional maupun internasional, untuk mempelajari keanekaragaman hayati laut dalam, terumbu karang, dan potensi farmasi dari biota laut Maluku Tengah. Penemuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi langsung bagi Masohi.
Tugas terbesar Masohi adalah memastikan bahwa pembangunan tidak hanya terpusat di perkotaan, tetapi juga mencapai desa-desa terpencil. Program-program pengentasan kemiskinan dan pemerataan fasilitas kesehatan harus terus didorong dari pusat Masohi, menggunakan infrastruktur Trans Seram sebagai tulang punggung logistik.
Dengan semangat Masohi yang melekat pada namanya—kerja sama dan gotong royong—kota ini terus bergerak maju. Ia adalah jantung yang memompa kehidupan di Pulau Seram, mewujudkan harapan akan kemakmuran dan kedamaian di tengah kepulauan Maluku yang indah.