Bersemangat Bertablig: Mengajak Kebaikan di Jalan Allah

Dalam setiap lembaran sejarah peradaban Islam, terdapat satu benang merah yang tak pernah putus: semangat untuk bertablig. Kata "tablig" berasal dari bahasa Arab yang berarti menyampaikan, mengumumkan, atau memberitahukan. Dalam konteks keislaman, bertablig memiliki makna yang jauh lebih dalam, yaitu menyampaikan ajaran Islam, menyeru kepada kebaikan, dan mencegah dari kemungkaran. Ini adalah tugas mulia yang diemban oleh para nabi dan rasul, dan kemudian dilanjutkan oleh umat Islam hingga akhir zaman. Bertablig bukan sekadar menyampaikan informasi, melainkan sebuah proses transformatif yang melibatkan hati, pikiran, dan tindakan, baik bagi penyampai maupun penerima pesan.

Perintah untuk bertablig tidak hanya sebuah anjuran, melainkan sebuah kewajiban kolektif (fardhu kifayah) yang esensial untuk menjaga kelangsungan risalah Islam dan menyebarkan rahmatnya ke seluruh penjuru bumi. Tanpa semangat bertablig, ajaran Islam akan stagnan, hanya berkutat di lingkungan internal, dan kehilangan relevansinya dalam menghadapi perubahan zaman. Oleh karena itu, memahami hakikat, prinsip, metode, serta tantangan dalam bertablig menjadi sangat krusial bagi setiap muslim yang peduli terhadap agamanya dan kemanusiaan secara keseluruhan.

I. Fondasi dan Kedudukan Tablig dalam Islam

A. Pengertian Tablig secara Bahasa dan Istilah

Secara etimologi, kata "tablig" (تبليغ) berasal dari akar kata balagha (بلغ) yang berarti 'sampai', 'tiba', atau 'mencapai'. Dengan demikian, tablig secara bahasa adalah menyampaikan sesuatu agar sampai kepada tujuan atau penerimanya. Dalam konteks yang lebih luas, ia mencakup tindakan komunikasi, pemberitahuan, atau pengumuman.

Dalam terminologi Islam, tablig merujuk pada aktivitas menyampaikan atau menyebarkan ajaran Islam, baik yang bersumber dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah, kepada individu atau masyarakat. Tujuan utamanya adalah mengajak manusia kepada kebaikan, kebenaran, dan jalan yang lurus yang diridhai Allah SWT. Tablig sering kali disinonimkan dengan dakwah, namun ada sedikit perbedaan nuansa. Dakwah (دعوة) lebih luas, mencakup seluruh usaha mengajak kepada Islam dengan berbagai cara, sementara tablig lebih spesifik pada aspek penyampaian pesan itu sendiri.

B. Dalil-Dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang Kewajiban Tablig

Kewajiban bertablig bukanlah inisiatif manusia semata, melainkan perintah langsung dari Allah SWT dan teladan dari Rasulullah SAW. Banyak ayat Al-Qur'an yang menegaskan urgensi dan kedudukan tablig ini:

  1. Surah Al-Ma'idah (5): Ayat 67:
    "Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir."

    Ayat ini secara eksplisit memerintahkan Rasulullah SAW untuk menyampaikan risalah tanpa ada yang disembunyikan. Ini menunjukkan betapa pentingnya penyampaian pesan ilahi tanpa rasa takut atau ragu.

  2. Surah Ali 'Imran (3): Ayat 104:
    "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."

    Ayat ini menegaskan bahwa harus ada di antara umat Islam kelompok yang secara khusus mengemban tugas dakwah dan tablig. Kewajiban ini adalah fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah melaksanakannya, maka gugurlah dosa bagi yang lain. Namun, semangat untuk melaksanakannya harus ada pada setiap individu.

  3. Hadits Rasulullah SAW:
    "Sampaikanlah dariku walau satu ayat." (HR. Bukhari)

    Hadits ini adalah pondasi fundamental bagi setiap muslim. Ia mengajarkan bahwa setiap individu muslim, dengan kadar ilmu dan kemampuannya, memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran Islam, sekecil apapun itu. Ini menafikan alasan "saya tidak berilmu" untuk tidak bertablig.

    "Barangsiapa melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

    Hadits ini menunjukkan tingkatan dalam amar ma'ruf nahi munkar, di mana tablig dengan lisan merupakan tingkatan kedua setelah tindakan fisik. Ini menekankan pentingnya peran lisan dalam menyeru dan mencegah.

C. Rasulullah SAW sebagai Teladan Utama dalam Bertablig

Sejarah hidup Rasulullah Muhammad SAW adalah manifestasi sempurna dari semangat bertablig. Beliau adalah teladan utama dalam menyampaikan risalah Allah. Sejak awal kenabian, beliau menghadapi berbagai rintangan, cemoohan, penolakan, bahkan ancaman fisik, namun tidak sedikitpun mundur dari tugasnya.

II. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Bertablig

Agar aktivitas bertablig mencapai tujuannya secara efektif dan sesuai dengan tuntunan syariat, ia harus dilandasi oleh prinsip-prinsip yang kokoh. Prinsip-prinsip ini menjadi kompas bagi para dai dan mubalig dalam menjalankan tugas suci mereka.

A. Keikhlasan (Lillahi Ta'ala)

Prinsip terpenting dalam bertablig adalah keikhlasan, yaitu semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Tanpa keikhlasan, segala amal perbuatan, termasuk tablig, akan sia-sia di sisi Allah. Keikhlasan akan menjaga seorang mubalig dari niat-niat duniawi seperti mencari popularitas, pujian, harta, atau kekuasaan. Niat yang tulus akan memancarkan cahaya pada perkataan dan perbuatan, sehingga lebih mudah diterima oleh hati pendengar.

Keikhlasan juga menjadi pendorong utama dalam menghadapi berbagai rintangan. Ketika seseorang bertablig demi Allah, ia tidak akan patah semangat oleh penolakan atau cemoohan, karena ia tahu bahwa pahala dan balasan ada di sisi Allah, bukan dari manusia.

B. Hikmah (Kebijaksanaan)

Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nahl (16): Ayat 125:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."

Hikmah berarti kebijaksanaan, kemampuan menempatkan sesuatu pada tempatnya yang benar. Dalam bertablig, hikmah mencakup:

C. Mau'izah Hasanah (Nasihat yang Baik)

Nasihat yang baik adalah yang disampaikan dengan cara yang lembut, menyentuh hati, memotivasi, dan tidak menyakitkan. Ia harus bersifat mendidik dan membangun, bukan menghakimi atau mempermalukan. Mau'izah hasanah juga berarti menyampaikan ajaran yang positif, menekankan rahmat Allah, harapan, dan keindahan Islam, bukan hanya ancaman dan siksa.

Pesan yang disampaikan dengan nasihat yang baik akan lebih membekas di hati dan pikiran, mendorong perubahan dari dalam diri, bukan karena paksaan atau tekanan.

D. Mujadalah bil Ahsan (Berdebat dengan Cara yang Lebih Baik)

Terkadang, dalam proses tablig, seorang mubalig akan bertemu dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda atau bahkan menentang ajaran Islam. Dalam situasi seperti ini, prinsip mujadalah bil ahsan sangat penting. Ini berarti berdialog atau berdebat dengan cara yang paling baik:

E. Kasih Sayang dan Kesantunan

Rasulullah SAW adalah teladan dalam hal kasih sayang dan kesantunan. Beliau tidak pernah kasar dalam berbicara atau bertindak, bahkan kepada musuh-musuhnya. Kasih sayang adalah kunci untuk membuka hati manusia. Ketika seseorang merasakan ketulusan dan kasih sayang dari seorang mubalig, ia akan lebih terbuka untuk menerima pesan yang disampaikan.

Kesantunan dalam ucapan, perilaku, dan penampilan juga merupakan bagian tak terpisahkan dari akhlak mulia seorang mubalig. Ia mencerminkan keindahan Islam itu sendiri.

III. Metode dan Pendekatan dalam Bertablig

Tablig dapat dilakukan dengan berbagai metode dan pendekatan, disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan target audiens. Fleksibilitas dalam metode adalah kunci keberhasilan tablig.

A. Tablig Fardiyah (Individu)

Tablig fardiyah adalah menyampaikan ajaran Islam secara personal, dari satu individu ke individu lain. Ini adalah metode yang paling efektif dalam membangun hubungan dan memberikan perhatian khusus. Kelebihannya adalah memungkinkan mubalig untuk memahami secara mendalam kebutuhan, masalah, dan pertanyaan pribadi seseorang, sehingga pesan dapat disampaikan dengan lebih relevan dan menyentuh hati.

Pendekatan ini sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW yang banyak berinteraksi langsung dengan individu-individu di sekitarnya, membangun kepercayaan sebelum menyampaikan pesan-pesan besar.

B. Tablig Jamaiyah (Kelompok/Massa)

Tablig jamaiyah adalah menyampaikan ajaran Islam kepada khalayak ramai atau kelompok besar. Metode ini memungkinkan penyebaran pesan kepada banyak orang sekaligus, dengan jangkauan yang lebih luas.

1. Khutbah dan Ceramah

Ini adalah bentuk tablig jamaiyah yang paling umum, seperti khutbah Jumat, ceramah di masjid, seminar, atau pengajian umum. Dalam metode ini, seorang mubalig menyampaikan pesan-pesan agama secara formal kepada audiens yang lebih besar. Efektivitasnya sangat bergantung pada kemampuan orator, isi pesan yang relevan, dan penyampaian yang menarik.

2. Majelis Taklim dan Pengajian

Majelis taklim adalah forum belajar agama yang rutin, di mana jamaah berkumpul untuk mendengarkan pengajaran, diskusi, dan tanya jawab. Ini memungkinkan pembelajaran yang lebih mendalam dan berkelanjutan, serta membangun komunitas yang solid. Pengajian di lingkungan RT/RW atau perkumpulan ibu-ibu juga termasuk dalam kategori ini.

3. Khuruj fi Sabilillah (Keluar di Jalan Allah)

Ini adalah metode tablig yang khas dipraktikkan oleh Jamaah Tablig, di mana sekelompok orang (jamaah) secara sukarela keluar dari lingkungan sehari-hari mereka untuk berdakwah ke daerah-daerah lain, bahkan ke negara-negara lain. Mereka tinggal di masjid-masjid, berinteraksi dengan masyarakat setempat, dan mengajak mereka untuk kembali kepada ajaran Islam dasar seperti shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an. Tujuan utamanya adalah menghidupkan kembali kesadaran beragama dan mendorong setiap muslim untuk menjalankan kewajiban tablig.

C. Tablig bil Hal (Dengan Perilaku/Teladan)

Tablig bil hal adalah metode tablig yang paling powerful dan universal, yaitu menyampaikan ajaran Islam melalui perilaku, akhlak, dan teladan hidup yang baik. Seorang muslim yang menunjukkan kejujuran, amanah, kebersihan, kasih sayang, keadilan, dan etos kerja yang tinggi akan secara otomatis menarik orang lain kepada keindahan Islam, bahkan tanpa sepatah kata pun.

Rasulullah SAW adalah contoh terbaik tablig bil hal. Sebelum menjadi Nabi, beliau dikenal sebagai Al-Amin (yang terpercaya). Kehidupan beliau yang bersih, jujur, dan adil menjadi magnet bagi orang-orang di sekitarnya. Di era modern, tablig bil hal sangat relevan, di mana tindakan seringkali berbicara lebih keras daripada kata-kata.

Seorang pengusaha muslim yang berbisnis secara jujur, seorang karyawan muslim yang berdedikasi dan profesional, seorang siswa muslim yang berprestasi dan berakhlak mulia, semuanya adalah mubalig bil hal yang efektif.

D. Tablig bil Lisan (Dengan Lisan/Ucapan)

Ini adalah metode tablig yang paling langsung, yaitu menyampaikan pesan dengan berbicara. Bentuknya sangat beragam, mulai dari percakapan santai hingga pidato formal. Keterampilan komunikasi yang baik sangat penting dalam tablig bil lisan, termasuk kemampuan menyusun argumen, memilih kata-kata yang tepat, serta menguasai intonasi dan bahasa tubuh.

Dalam tablig bil lisan, penting untuk:

E. Tablig bil Qalam (Dengan Tulisan)

Dengan perkembangan teknologi informasi, tablig bil qalam menjadi semakin penting dan memiliki jangkauan yang sangat luas. Metode ini melibatkan penyampaian ajaran Islam melalui tulisan, seperti:

Kelebihan tablig bil qalam adalah pesan dapat diakses kapan saja dan di mana saja, serta dapat menjangkau audiens yang sangat luas tanpa batasan geografis. Namun, tantangannya adalah memastikan keakuratan informasi dan menangkal hoaks atau misinformasi yang bertebaran di dunia maya.

F. Tablig bil Media (Melalui Media Modern)

Selain tulisan, media modern menawarkan berbagai platform untuk bertablig, seperti:

Pemanfaatan media modern memerlukan kreativitas, keahlian teknis, dan pemahaman yang baik tentang tren komunikasi digital. Tujuannya adalah untuk menarik generasi muda dan audiens yang lebih luas yang akrab dengan teknologi.

IV. Etika dan Adab dalam Bertablig

Keberhasilan tablig tidak hanya ditentukan oleh isi pesan, tetapi juga oleh cara penyampaiannya. Etika dan adab yang mulia adalah kunci untuk membuka hati dan pikiran manusia.

A. Memulai dengan Salam dan Doa

Mengawali setiap interaksi tablig dengan salam (Assalamualaikum) adalah sunnah Rasulullah SAW. Salam menciptakan suasana kedamaian dan persahabatan. Diikuti dengan doa kepada Allah agar dimudahkan urusan tablig dan hati penerima pesan dilembutkan.

B. Bersikap Lembut dan Tidak Kasar

Allah SWT berfirman kepada Musa dan Harun ketika mengutus mereka kepada Firaun:

"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia menjadi ingat atau takut." (QS. Thaha [20]: Ayat 44)

Ayat ini menunjukkan bahwa bahkan kepada Firaun, yang zalim dan mengaku Tuhan, perintahnya adalah berbicara dengan lemah lembut. Apalagi kepada sesama manusia biasa. Kekasaran dan kekerasan hanya akan menimbulkan penolakan dan antipati.

C. Menghargai Perbedaan dan Menghindari Perdebatan Kusir

Mubalig harus menyadari bahwa manusia memiliki latar belakang dan pemahaman yang berbeda. Menghargai perbedaan pendapat, selama tidak menyentuh prinsip dasar agama, adalah sikap yang bijaksana. Menghindari perdebatan kusir yang tidak berujung pada kebaikan dan hanya membuang waktu adalah ciri mubalig yang cerdas.

D. Tidak Mencela atau Merendahkan Orang Lain

Mencela atau merendahkan orang lain, terutama mereka yang belum menerima Islam atau belum sempurna amalnya, adalah tindakan yang sangat dilarang. Hal ini akan membuat mereka menjauh dari Islam dan merasa rendah diri. Tugas mubalig adalah mengajak, bukan menghakimi.

E. Sabar dan Penuh Harap

Proses tablig seringkali penuh dengan tantangan, penolakan, bahkan cemoohan. Seorang mubalig harus memiliki kesabaran yang tinggi. Hasil tablig adalah urusan Allah, tugas kita adalah menyampaikan. Bersabar dan tidak mudah putus asa adalah kunci. Selain itu, selalu berprasangka baik (husnudzon) kepada Allah dan berharap hidayah akan sampai kepada orang yang didakwahi.

F. Memulai dari Diri Sendiri (Nafsiah Qablat Tabligh)

Sebagaimana pepatah, "Lisanul hal afshahu min lisanil maqol" (bahasa perbuatan lebih fasih daripada bahasa perkataan). Sebelum mengajak orang lain kepada kebaikan, seorang mubalig harus terlebih dahulu mengamalkannya pada dirinya sendiri. Integritas antara perkataan dan perbuatan akan memberikan bobot dan kepercayaan pada pesan yang disampaikan. Ini juga dikenal dengan prinsip ibda' binafsika, mulailah dari dirimu sendiri.

V. Tantangan dan Peluang dalam Bertablig di Era Modern

Tablig di era modern menghadapi tantangan yang berbeda dari masa lalu, namun juga membuka peluang-peluang baru yang luar biasa.

A. Tantangan

1. Sekularisme dan Materialisme

Nilai-nilai sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan publik) dan materialisme (fokus pada kenikmatan duniawi) semakin kuat di banyak masyarakat. Hal ini membuat manusia cenderung abai terhadap nilai-nilai spiritual dan akhirat, sehingga pesan-pesan agama menjadi kurang menarik.

2. Islamofobia dan Misrepresentasi Islam

Pasca peristiwa tertentu, muncul narasi negatif tentang Islam yang menciptakan Islamofobia. Ini menjadi tantangan besar bagi mubalig untuk meluruskan kesalahpahaman dan menunjukkan wajah Islam yang damai, toleran, dan rahmatan lil alamin.

3. Perkembangan Teknologi Informasi dan Media Sosial

Meskipun media sosial adalah peluang, ia juga tantangan. Informasi palsu (hoaks), ujaran kebencian, dan konten negatif menyebar dengan cepat, sehingga pesan-pesan tablig seringkali tenggelam atau disalahpahami.

4. Kurangnya Kompetensi Mubalig

Tidak semua orang yang berbicara atas nama agama memiliki kompetensi ilmu yang memadai, atau akhlak yang mulia. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan dalam penyampaian dan merusak citra tablig itu sendiri.

5. Apatisme Umat Islam Sendiri

Sebagian umat Islam juga mengalami apatisme atau kurangnya semangat untuk berdakwah, merasa tugas ini hanya milik ulama atau kyai. Padahal, setiap muslim memiliki tanggung jawab sesuai kemampuannya.

B. Peluang

1. Jangkauan Global melalui Teknologi

Internet dan media sosial memungkinkan pesan tablig menjangkau audiens global tanpa batasan geografis. Sebuah ceramah atau artikel dapat viral dan dibaca oleh jutaan orang di seluruh dunia.

2. Beragam Format Konten

Mubalig dapat memanfaatkan berbagai format konten seperti video pendek, podcast, infografis, animasi, dan siaran langsung untuk menarik audiens yang beragam dan menyesuaikan dengan preferensi mereka.

3. Kolaborasi dan Jaringan

Teknologi memungkinkan kolaborasi antar mubalig, organisasi dakwah, dan komunitas Islam di seluruh dunia. Jaringan ini dapat memperkuat upaya tablig dan menciptakan sinergi.

4. Pendidikan dan Pembelajaran Jarak Jauh

Peluang untuk mengadakan kelas-kelas online, kursus agama jarak jauh, dan seminar web memungkinkan orang-orang dari berbagai lokasi untuk belajar Islam secara mendalam.

5. Tablig bil Hal yang Lebih Efektif

Melalui media sosial, contoh-contoh kebaikan dan perilaku mulia seorang muslim dapat menginspirasi lebih banyak orang. Kisah-kisah nyata tentang dampak positif Islam dapat disebarkan dengan cepat.

VI. Dampak dan Manfaat Bertablig

Aktivitas bertablig, baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi masyarakat secara luas, mendatangkan berbagai dampak positif dan manfaat yang besar.

A. Manfaat bagi Individu Mubalig

B. Manfaat bagi Masyarakat

VII. Bertablig sebagai Identitas Muslim Sejati

Tugas bertablig bukanlah sekadar tugas sampingan, melainkan bagian integral dari identitas seorang muslim. Umat Islam disebut sebagai "umat terbaik" (khairu ummah) karena salah satu ciri utamanya adalah amar ma'ruf nahi munkar, yaitu menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, yang merupakan esensi dari tablig. Firman Allah SWT:

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran [3]: Ayat 110)

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa keunggulan umat Islam terletak pada peran aktif mereka dalam mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, sebuah tanggung jawab yang mengalir dalam darah setiap muslim.

A. Tanggung Jawab Kolektif dan Individual

Meskipun ada peran khusus bagi ulama dan dai profesional, tanggung jawab bertablig tidak hanya dibebankan kepada mereka. Setiap muslim, dengan kadar ilmu, kemampuan, dan lingkungan masing-masing, memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebaikan.

Ini adalah implementasi dari hadits "sampaikanlah dariku walau satu ayat". Tidak perlu menunggu menjadi seorang ulama besar untuk mulai bertablig. Cukup dengan apa yang kita ketahui dan mampu kita amalkan, kita sudah bisa menjadi agen kebaikan.

B. Urgensi Kesinambungan Tablig

Dunia terus bergerak, tantangan baru selalu muncul, dan generasi baru membutuhkan bimbingan. Oleh karena itu, semangat bertablig harus selalu hidup dan berkesinambungan. Ia tidak boleh berhenti pada satu generasi atau satu kelompok saja.

Setiap muslim harus merasakan urgensi untuk menjadi bagian dari mata rantai tablig, melanjutkan estafet dari Rasulullah SAW, para sahabat, tabi'in, ulama salaf, hingga para dai di era kontemporer. Ini adalah investasi akhirat yang tak akan pernah merugi.

Kesimpulan: Membangun Semangat Bertablig dalam Diri dan Komunitas

Bertablig adalah jantung pergerakan Islam. Ia adalah napas yang menjaga agama ini tetap hidup, dinamis, dan relevan di setiap zaman. Dari definisi linguistik hingga praktik metodologis, dari prinsip keikhlasan hingga tantangan global di era digital, setiap aspek tablig menegaskan betapa mulia dan esensialnya peran ini.

Setiap muslim adalah duta Islam, dan setiap individu memiliki potensi untuk menjadi mubalig yang efektif. Tugas ini tidak hanya dibebankan kepada segelintir orang yang berilmu tinggi atau memiliki posisi strategis, melainkan adalah amanah yang harus diemban oleh seluruh umat sesuai dengan kapasitas dan lingkup pengaruhnya.

Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip hikmah, mau'izah hasanah, mujadalah bil ahsan, serta dilandasi keikhlasan dan kasih sayang, seorang mubalig dapat menembus sekat-sekat hati dan pikiran manusia, membimbing mereka menuju cahaya kebenaran. Pemanfaatan teknologi modern menjadi peluang emas untuk memperluas jangkauan dakwah, menjadikannya lebih inklusif dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Dampak dari aktivitas bertablig sangatlah besar, baik bagi perkembangan spiritual dan intelektual individu mubalig, maupun bagi kemajuan moral dan sosial masyarakat. Ia adalah investasi jangka panjang yang pahalanya terus mengalir, bahkan setelah kita tiada.

Maka, marilah kita senantiasa memupuk semangat bertablig dalam diri kita. Jadikan setiap ucapan, setiap tulisan, setiap tindakan, dan setiap aspek kehidupan kita sebagai sarana untuk menyampaikan kebaikan, menyeru kepada ajaran Allah, dan mencegah dari kemungkaran. Dengan demikian, kita akan menjadi bagian dari umat terbaik yang menjadi rahmat bagi semesta alam, bersemangat bertablig, mengajak kebaikan di jalan Allah, dan mewujudkan impian peradaban yang berlandaskan iman dan takwa.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kekuatan, keistiqamahan, dan bimbingan dalam menjalankan amanah mulia ini. Amin ya Rabbal Alamin.

Related Posts