I. Jantung Metafisika: Memahami Esensi In Actu
Konsep in actu, sebuah adopsi langsung dari terminologi Latin yang berarti 'dalam tindakan' atau 'dalam kenyataan yang terwujud', adalah salah satu pilar fundamental dalam filsafat klasik, khususnya yang berakar pada pemikiran Aristoteles dan Saint Thomas Aquinas. Ia bukan sekadar kata sifat atau kondisi sementara, melainkan sebuah kategori ontologis yang mendefinisikan keberadaan dalam bentuknya yang paling nyata dan teraktualisasi. Untuk memahami realitas secara komprehensif, kita harus mengakui bahwa segala sesuatu yang ada dapat dilihat dari dua perspektif fundamental: potensi (in potentia) dan aktualisasi (in actu).
Ketika kita berbicara tentang sesuatu yang ada in actu, kita merujuk pada keadaan di mana segala kemungkinan atau potensi yang melekat pada suatu entitas telah terpenuhi dan menjadi manifestasi yang lengkap. Sebuah pohon yang berdiri tegak adalah benih yang telah teraktualisasi. Seorang arsitek yang menyelesaikan desainnya adalah potensi kreatif yang telah terealisasi. Keindahan konsep in actu terletak pada penekanannya terhadap dinamika—bagaimana proses menjadi (becoming) mencapai titik keberadaan sejati (being).
Kontrasnya dengan in potentia sangat penting. Potensi adalah kapasitas, kemampuan tersembunyi, atau kemungkinan yang belum diwujudkan. Segala sesuatu yang ada sekarang adalah hasil transisi dari potensi ke aktual. Dunia adalah aliran konstan dari potensi yang diperas dan dibentuk menjadi aktualisasi, menciptakan tatanan yang terlihat dan terindra. Filsafat in actu memaksa kita untuk melihat melampaui keadaan permukaan, menggali ke dalam proses esensial yang membuat sesuatu menjadi dirinya sendiri secara utuh.
1.1. Akar Terminologi: Dari Yunani ke Skolastisisme
Meskipun istilah in actu paling dikenal melalui tradisi skolastik Latin, akarnya terletak pada istilah Yunani kuno energeia (aktivitas, operasi) dan entelecheia (memiliki tujuan akhir dalam dirinya). Aristoteles menggunakan istilah-istilah ini untuk menjelaskan perubahan dan gerakan. Tanpa konsep ini, perubahan menjadi tidak dapat dijelaskan; bagaimana sesuatu yang 'tidak ada' (potensi) bisa menjadi 'ada' (aktual) tanpa melewati tahap tindakan nyata?
Energeia adalah tindakan aktual itu sendiri—gerakan atau operasi. Sementara entelecheia lebih merujuk pada aktualisasi sempurna; keadaan di mana suatu entitas telah mencapai tujuan internal atau kesempurnaannya. Ketika para filosof abad pertengahan menerjemahkan dan mengembangkannya, mereka mengkonsolidasikan makna ini menjadi actus (aksi) dan actualitas (aktualisasi), sering kali disandingkan dengan potentia. Dalam konteks metafisika Thomas Aquinas, Actus Purus (Aksi Murni) bahkan digunakan sebagai nama untuk Tuhan, entitas yang sepenuhnya aktual dan tanpa potensi yang belum terpenuhi, menandakan kesempurnaan absolut.
II. Dinamika Keberadaan: Gerak, Perubahan, dan Manifestasi
Perubahan adalah kenyataan yang tidak terhindarkan dalam alam semesta yang dapat diamati. Dari pergerakan bintang-bintang hingga pertumbuhan mikroba, segala sesuatu berada dalam keadaan gerak yang berkelanjutan. Filsafat in actu menyediakan kerangka kerja untuk memahami proses fundamental ini. Perubahan, menurut kerangka ini, bukanlah penciptaan dari ketiadaan absolut, melainkan pengungkapan dari potensi yang melekat.
2.1. Hukum Dasar Transisi: Potensi Menjadi Aktual
Transisi dari potensi ke aktual adalah proses yang memerlukan agen atau sebab. Benih memiliki potensi untuk menjadi pohon, tetapi ia memerlukan air, tanah, dan sinar matahari (agen eksternal) untuk menggerakkan transisi tersebut. Demikian pula, sepotong marmer memiliki potensi untuk menjadi patung, tetapi membutuhkan pematung (agen yang memiliki kemampuan untuk bertindak secara aktual) untuk mewujudkan bentuk itu.
Dalam setiap proses perubahan, ada tiga elemen yang harus dipertimbangkan: (1) Sesuatu yang bertahan (substansi), (2) Keadaan awal (potensi), dan (3) Keadaan akhir (aktual). Misalnya, ketika air mendidih, substansinya (H₂O) bertahan, tetapi potensinya (berupa cairan) menjadi aktualisasinya (berupa uap). Aktualisasi selalu lebih tinggi dan lebih sempurna daripada potensi yang mendahuluinya, karena aktualisasi adalah pemenuhan bentuk (form).
Penting untuk dicatat bahwa potensi hanya dapat diaktifkan oleh sesuatu yang sudah berada dalam keadaan aktual. Air dingin tidak dapat memanaskan dirinya sendiri; ia harus dipanaskan oleh api atau sumber panas lain yang sudah in actu panas. Konsepsi ini menjadi krusial ketika kita membahas eksistensi, karena ia menuntun pada pertanyaan mendasar: jika setiap aktualisasi memerlukan agen aktual yang mendahuluinya, apakah ada "Actualisator" pertama yang tidak memerlukan potensi eksternal?
2.2. Empat Jenis Perubahan dalam Konteks Actu
Filsafat membagi perubahan menjadi beberapa jenis, namun semuanya tunduk pada dinamika actu versus potentia:
- Perubahan Substansial: Perubahan paling mendalam, di mana substansi itu sendiri berubah. (Contoh: Kematian—potensi kehidupan menjadi aktualisasi ketiadaan bentuk kehidupan).
- Perubahan Kuantitatif: Perubahan dalam ukuran atau jumlah. (Contoh: Pertumbuhan—potensi tinggi menjadi aktualisasi tinggi tertentu).
- Perubahan Kualitatif: Perubahan dalam sifat atau atribut. (Contoh: Pembelajaran—potensi ketidaktahuan menjadi aktualisasi pengetahuan).
- Perubahan Lokasi (Gerak): Perubahan posisi dalam ruang. (Contoh: Bergerak—potensi berada di lokasi B menjadi aktualisasi berada di lokasi B).
Dalam setiap kategori ini, aktualisasi adalah tujuan akhir, titik akhir dari gerakan yang dimulai dari potensi. Gerak adalah jembatan, dan in actu adalah tujuan yang dicapai. Tanpa pemahaman ini, alam semesta akan tampak sebagai rangkaian peristiwa acak, padahal ia adalah tatanan teleologis (berorientasi tujuan).
III. Aktualisasi Diri In Actu: Dimensi Eksistensial Manusia
Jika semua benda di alam mengikuti jalur dari potensi ke aktual, maka manusia, sebagai makhluk yang memiliki rasionalitas dan kehendak bebas, menghadapi aktualisasi dalam dimensi moral dan eksistensial yang jauh lebih kompleks. Kehidupan manusia sering kali didefinisikan sebagai perjuangan terus-menerus untuk mewujudkan potensi terbaiknya.
3.1. Kebahagiaan sebagai Actus Humanus (Tindakan Manusia)
Dalam etika Aristoteles, tujuan akhir (telos) manusia adalah eudaimonia, yang sering diterjemahkan sebagai 'kebahagiaan' atau 'kehidupan yang berkembang baik'. Eudaimonia bukanlah keadaan statis atau perasaan, melainkan tindakan (actu) yang konsisten dan aktualisasi penuh dari fungsi rasionalitas manusia. Seseorang yang bahagia in actu adalah seseorang yang hidup sesuai dengan kebajikan, yang secara aktif menggunakan potensi moral dan intelektualnya.
Potensi untuk menjadi bijaksana, adil, atau berani ada dalam setiap individu (in potentia). Namun, seseorang tidak disebut bijaksana hanya karena potensi tersebut ada; ia harus bertindak bijaksana secara konsisten, menjadikan kebijaksanaan sebagai tindakan nyata dalam kehidupannya sehari-hari. Ini adalah perbedaan esensial antara memiliki kemampuan (potensi) dan menggunakannya (aktualisasi). Seorang musisi hanya menjadi musisi in actu ketika ia memainkan musik.
Pengalaman hidup adalah serangkaian aktualisasi yang membentuk karakter. Setiap keputusan moral, setiap tindakan altruistik, adalah proses dimana potensi etis diubah menjadi realitas moral yang kokoh. Jika potensi diabaikan, ia tetap stagnan, dan manusia gagal mencapai 'Actus Purus' pribadinya.
3.2. Pengetahuan dan Actus Intellectus
Dalam epistemologi, pengetahuan juga dipahami melalui lensa in actu. Sebelum belajar, pikiran memiliki potensi untuk mengetahui banyak hal. Namun, pengetahuan yang tersimpan di dalam buku atau yang diajarkan oleh guru hanyalah potensi. Pengetahuan menjadi milik kita in actu hanya ketika kita secara aktif memahami, menginternalisasi, dan mampu menggunakannya.
Proses berpikir (actus intellectus) adalah tindakan jiwa yang paling murni. Ia adalah aktualisasi dari kemampuan bawaan untuk memahami esensi (form) dari sesuatu. Proses ini berkelanjutan; semakin banyak kita berpikir dan memahami, semakin banyak potensi intelektual yang kita aktualisasikan. Kualitas hidup intelektual kita diukur dari seberapa sering kita berada dalam keadaan in actu berpikir yang mendalam, bukan hanya seberapa banyak informasi yang kita simpan in potentia.
IV. Kedalaman Metafisika: Substansi, Eksistensi, dan Actus Essendi
Ketika kita meningkatkan skala pembahasan dari entitas fisik dan manusia ke ontologi murni, konsep in actu mencapai relevansi tertinggi. Dalam tradisi Thomistik, aktualisasi tidak hanya berkaitan dengan perubahan atribut, tetapi juga dengan keberadaan itu sendiri.
4.1. Actus Essendi: Tindakan Keberadaan
Salah satu kontribusi terbesar metafisika skolastik adalah pembedaan antara Esensi (apa yang membuat sesuatu menjadi sesuatu) dan Eksistensi (tindakan keberadaan itu sendiri). Esensi adalah potensi; eksistensi adalah aktualisasi. Seekor kuda memiliki esensi kuda (potensi bentuk dan fungsi kuda), tetapi ia hanya menjadi kuda nyata ketika ia memiliki eksistensi.
Eksistensi (actus essendi) dipahami sebagai aktualisasi primer, tindakan yang memberi substansi potensi Esensi. Jika Esensi adalah cetak biru, maka Eksistensi adalah tenaga yang membuat cetak biru itu berdiri tegak di dunia nyata. Semua entitas di alam semesta yang diciptakan adalah campuran dari potensi (Esensi) dan aktual (Eksistensi), dan karena itu mereka dapat berubah dan pada akhirnya berhenti menjadi (mati).
Aktualisasi keberadaan ini bukanlah sesuatu yang pasif. Ia adalah tindakan yang berkelanjutan. Setiap momen keberadaan adalah tindakan in actu. Keberadaan makhluk adalah pinjaman; ia terus menerus dipertahankan oleh Actus Purus (Sumber Aktual Murni), yang merupakan keberadaan yang tidak dipinjam dan tidak memiliki potensi untuk tidak ada.
4.2. Keterbatasan Potensi dan Kesempurnaan Actus Purus
Dalam metafisika, potensi selalu menyiratkan keterbatasan. Sesuatu yang memiliki potensi untuk menjadi A, juga memiliki potensi untuk tidak menjadi A, atau menjadi B. Karena itu, segala sesuatu yang memiliki potensi untuk berubah, atau untuk tidak ada, adalah makhluk yang tidak sempurna.
Di sisi lain, Actus Purus (Actu Murni) didefinisikan sebagai entitas yang keberadaannya adalah identik dengan esensinya, tanpa sedikit pun potensi yang belum terwujud atau potensi untuk berubah. Ini adalah aktualisasi tanpa batas. Konsepsi ini penting karena ia menjelaskan mengapa alam semesta, yang penuh dengan perubahan dan ketidaksempurnaan (potensi), harus memiliki sumber yang tidak berubah dan sempurna (aktual).
Setiap entitas material adalah perpaduan (komposisi) dari potensi dan aktual. Semakin tinggi tingkat aktualisasi suatu entitas, semakin dekat ia dengan kesempurnaan. Batu memiliki aktualisasi yang jauh lebih rendah daripada tanaman, tanaman lebih rendah daripada hewan, dan hewan lebih rendah daripada manusia, karena kompleksitas bentuk (form) yang teraktualisasi. Ini menunjukkan hirarki keberadaan yang didasarkan pada tingkat aktualisasi substansial.
V. Refleksi In Actu dalam Ilmu Kontemporer
Meskipun berasal dari filsafat kuno dan abad pertengahan, dinamika in actu memiliki resonansi yang mengejutkan dalam berbagai disiplin ilmu modern, memberikan kerangka kerja untuk memahami pertumbuhan, kinerja, dan sistem.
5.1. Actu dalam Biologi dan Pertumbuhan
Biologi modern, terutama embriologi dan genetika, secara implisit mengoperasikan model potensi-aktual. DNA dapat dilihat sebagai potensi (kode genetik). Selama perkembangan, kode ini diaktifkan (aktualisasi), memanifestasikan struktur, fungsi, dan sifat organisme yang unik. Penyakit genetik sering kali terjadi ketika ada hambatan dalam proses aktualisasi potensi genetik yang sehat.
Konsep epigenesis, di mana lingkungan memengaruhi ekspresi gen, adalah contoh dinamis dari bagaimana agen eksternal bekerja pada potensi internal untuk menentukan hasil aktualisasi. Sebuah sel punca (stem cell) adalah potensi murni yang belum terdiferensiasi; ia menjadi sel saraf, otot, atau tulang (aktualisasi) melalui sinyal biokimia yang bertindak sebagai agen penggerak.
5.2. Kinerja dan Potensi Organisasi
Dalam manajemen dan teori organisasi, kinerja suatu tim atau perusahaan adalah aktualisasi dari potensinya. Sebuah perusahaan mungkin memiliki potensi pasar, sumber daya manusia, dan teknologi (in potentia), tetapi kinerjanya yang sesungguhnya (laba, inovasi, pangsa pasar) hanya tercapai melalui tindakan dan strategi yang diterapkan in actu.
Pemimpin yang efektif adalah mereka yang mampu mengidentifikasi potensi tersembunyi (potensi) dan menyediakan lingkungan serta alat yang diperlukan (agen penggerak) untuk mewujudkannya menjadi kinerja nyata (aktualisasi). Kegagalan organisasi seringkali bukan karena kurangnya potensi, melainkan karena kegagalan untuk menggerakkan atau mempertahankan aktualisasi yang diperlukan secara berkelanjutan.
5.3. Actu dan Hukum Fisika
Dalam fisika, meskipun terminologi metafisik jarang digunakan secara eksplisit, konsep energi dan gerak mencerminkan prinsip actu. Energi potensial (misalnya, bandul yang ditarik ke atas) adalah potensi untuk melakukan kerja. Ketika bandul dilepaskan, energi potensial ini diubah menjadi energi kinetik (gerak in actu) yang merupakan manifestasi nyata dari potensi tersebut.
Bahkan dalam mekanika kuantum, konsep "pengukuran" (measurement) dapat dianalogikan dengan aktualisasi. Sebelum diukur, partikel kuantum berada dalam superposisi—semua kemungkinan keadaan ada in potentia. Tindakan pengukuran memaksa sistem untuk "runtuh" menjadi satu keadaan definitif, yaitu aktualisasi tunggal dari sekian banyak potensi.
VI. Tantangan Epistemologis dan Aktualitas Pengalaman
Memahami in actu tidak hanya relevan untuk realitas objektif, tetapi juga untuk cara kita mengetahui dan mengalami dunia. Bagaimana kita membedakan antara apa yang benar-benar ada (aktual) dan apa yang hanya ada dalam imajinasi atau spekulasi (potensi kognitif)?
6.1. Aktualisasi Persepsi dan Kesadaran
Kesadaran (consciousness) kita selalu berada dalam keadaan in actu. Kita tidak memiliki kesadaran secara pasif; kita bertindak sadar. Proses persepsi adalah proses aktualisasi. Mata memiliki potensi untuk melihat; cahaya dan otak adalah agen yang menggerakkan potensi tersebut menjadi tindakan melihat in actu. Objek yang dilihat kemudian teraktualisasi dalam pikiran sebagai pengetahuan yang dipahami.
Kesalahan epistemologis sering terjadi ketika kita memperlakukan potensi seolah-olah ia sudah menjadi aktual. Misalnya, berspekulasi tentang hasil masa depan (potensi) seolah-olah itu adalah fakta yang sudah terjadi (aktual). Kebijaksanaan membutuhkan kemampuan untuk membedakan secara tajam antara apa yang mungkin terjadi dan apa yang sedang terjadi.
6.2. Membedakan Actus dan Habitus
Dalam etika dan psikologi, penting untuk membedakan antara actus (tindakan nyata) dan habitus (kebiasaan atau disposisi yang terbentuk). Habitus adalah potensi yang terstruktur dan stabil. Ketika seseorang mengembangkan kebajikan (habitus), ia tidak secara otomatis bijak in actu, tetapi ia memiliki potensi yang sangat kuat dan mudah untuk melakukan tindakan bijak. Habitus adalah jembatan yang diperkuat, mempermudah transisi dari potensi menjadi aktual.
Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk membentuk habitus yang baik, sehingga ketika saatnya tiba untuk bertindak (situasi etis), aktualisasi tindakan yang benar dapat terjadi secara spontan dan efisien. Jika tidak ada habitus yang kuat, individu harus berjuang setiap saat, dan potensi moralnya mungkin tidak terwujud.
VII. Kontemplasi Abadi: Kedalaman Makna Actus yang Tak Terbatas
Konsep in actu bukanlah sekadar mekanisme perubahan; ia adalah lensa untuk memahami makna dan tujuan. Jika segala sesuatu bergerak menuju aktualisasi, maka tujuan (telos) dari keberadaan adalah untuk mencapai bentuknya yang paling sempurna, untuk berada dalam keadaan in actu yang paling murni.
7.1. Nilai dari Tindakan Aktual
Nilai dan keindahan terletak pada aktualisasi. Sebuah lagu hanya indah in actu ketika dimainkan. Sebuah teori hanya berguna in actu ketika diterapkan. Kebajikan tanpa tindakan adalah potensi steril. Oleh karena itu, kehidupan yang bermakna adalah kehidupan yang didominasi oleh tindakan, oleh keberanian untuk mewujudkan potensi internal di hadapan tantangan eksternal.
Penghargaan terhadap proses aktualisasi mengajarkan kita kesabaran dan kerja keras. Mengubah potensi menjadi aktual seringkali membutuhkan waktu dan usaha yang luar biasa. Kita menghargai hasil aktual (patung) bukan hanya karena bahan dasarnya (marmer), tetapi karena tindakan transformatif (actio) yang mewujudkannya dari sekumpulan potensi yang tidak teratur.
7.2. Actus Murni sebagai Fondasi Realitas
Kembali ke ide Actus Purus, filsafat menyarankan bahwa fondasi realitas haruslah sesuatu yang sepenuhnya aktual. Ini adalah titik di mana gerak berhenti dan kesempurnaan abadi berada. Realitas yang kita alami, yang selalu bergerak dan berubah, hanya mungkin karena ia bersandar pada Realitas yang tidak bergerak dan sempurna. Jika fondasi alam semesta adalah potensi, maka tidak ada yang akan pernah bergerak atau terwujud, karena potensi membutuhkan aktual untuk memulainya.
Oleh karena itu, setiap manifestasi in actu yang kita lihat, dari partikel terkecil hingga galaksi terbesar, adalah refleksi parsial dari Aktual Murni. Mereka adalah keberadaan yang terbatas, berjuang untuk mencapai kesempurnaan yang merupakan sifat asli dari sumbernya.
Konsep Actus Purus menawarkan pemahaman yang mendalam tentang kemustahilan kemunduran tak terbatas dalam rantai sebab-akibat aktualisasi. Jika setiap aktualisasi B didahului oleh aktualisasi A, dan setiap A didahului oleh aktualisasi Z, rangkaian ini harus berakhir pada titik awal yang tidak didahului oleh apapun—suatu Actus yang tidak didorong oleh potensi sebelumnya, melainkan adalah Aktualitas itu sendiri.
7.3. Peran Waktu dalam Aktualisasi
Waktu adalah dimensi di mana potensi bertemu dengan aktual. Di luar waktu, dalam keabadian, semua adalah in actu (seperti dalam konsep Actus Purus). Namun, bagi makhluk terikat waktu, perjalanan dari potensi ke aktual adalah urutan temporal yang mendefinisikan keberadaan kita. Masa lalu adalah serangkaian aktualisasi yang telah diselesaikan; masa depan adalah wilayah potensi yang menunggu tindakan.
Hidup secara sadar, atau hidup 'sepenuhnya', berarti berada in actu pada saat ini, bukan hidup dalam potensi masa lalu (penyesalan) atau potensi masa depan (khayalan semata). Tindakan yang paling nyata dan berharga adalah tindakan yang dilakukan sekarang, karena hanya di momen inilah potensi dapat diubah menjadi realitas yang kokoh.
Proses menjadi (becoming), yang merupakan ciri khas kehidupan di bumi, adalah perpanjangan dari tensi antara potensi dan aktual. Setiap langkah, setiap tarikan napas, adalah afirmasi dari actus essendi. Kita adalah makhluk yang diperintahkan untuk terus mewujudkan diri, untuk mengisi kekosongan potensi dengan substansi aktual.
7.4. Konsistensi dan Persistensi Actu
Mengapa pemeliharaan (conservation) menjadi begitu penting? Karena setiap objek, setelah mencapai keadaan in actu, memiliki potensi untuk kembali ke ketiadaan atau perubahan. Eksistensi makhluk ciptaan tidak bersifat inheren; ia harus terus dipertahankan. Konsistensi ini menunjukkan bahwa aktualisasi bukanlah pencapaian sekali seumur hidup, melainkan sebuah tindakan pemeliharaan yang terus menerus. Pohon yang sudah tumbuh tinggi, tetap memerlukan actus fotosintesis dan actus penyerapan nutrisi untuk mempertahankan aktualisasinya sebagai pohon yang hidup.
Demikian juga, kebaikan moral. Seseorang yang telah melakukan tindakan baik (aktualisasi kebaikan) hari ini, memiliki potensi untuk melakukan tindakan buruk besok. Oleh karena itu, kebajikan harus terus diaktifkan dan dipelihara; ia adalah rangkaian aktualisasi yang berkelanjutan, bukan sekadar gelar yang diperoleh. Inilah inti dari disiplin spiritual dan moral: hidup dalam keadaan in actu kebaikan.
Ketika kita merenungkan kompleksitas alam semesta, kita melihat bahwa segala sesuatu dirancang untuk mencapai aktualisasi. Hukum-hukum fisika adalah batasan yang memastikan bahwa potensi diubah menjadi aktual dengan cara yang teratur. Jika hukum-hukum alam berhenti beroperasi in actu, kekacauan akan merajalela, dan semua aktualisasi yang telah dicapai akan runtuh kembali ke potensi. Keteraturan kosmik adalah bukti nyata dari pemeliharaan actus yang stabil.
Oleh karena itu, pemahaman in actu menawarkan lebih dari sekadar kerangka kerja filosofis; ia menawarkan panduan praktis untuk keberadaan. Ia mendorong kita untuk tidak berpuas diri dengan apa yang mungkin kita lakukan, tetapi untuk fokus pada apa yang sedang kita lakukan dan bagaimana kita mewujudkan diri kita sendiri pada saat ini. Potensi tanpa aktualisasi adalah tragedi epistemologis dan eksistensial. Kehidupan yang sepenuhnya dijalani adalah kehidupan yang secara konsisten berorientasi pada actio.
VIII. Kesimpulan: Kehidupan sebagai Actus Maksimal
Konsep in actu berfungsi sebagai kompas metafisik yang menunjukkan arah pergerakan eksistensi: dari kemungkinan menjadi kenyataan. Ia merangkum seluruh drama penciptaan, perubahan, pertumbuhan, dan pemahaman. Baik dalam skala kosmik, yang berpuncak pada Actus Purus yang tak terbatas, maupun dalam skala personal, yang menuntut aktualisasi kebajikan dan pengetahuan, prinsip ini tetap tak terhindarkan.
Kita hidup di tengah lautan potensi yang tak terbatas, tetapi hanya melalui tindakan in actu yang sadar dan disengaja, kita dapat memahat identitas, mencapai tujuan, dan berpartisipasi dalam realitas sejati. Perjalanan filosofis ini mengingatkan kita bahwa makna keberadaan terletak pada tindakan—pada kenyataan bahwa kita tidak hanya mungkin ada, tetapi bahwa kita sungguh-sungguh ada, in actu, di sini dan saat ini.