Lebaran Ketupat: Filosofi, Tradisi, dan Warisan Budaya Nusantara

I. Sejarah dan Filosofi Mendalam Ketupat

Penggunaan ketupat sebagai ikon perayaan Lebaran tidak lepas dari peran para penyebar agama Islam di Nusantara, khususnya di Jawa. Sejarah mencatat, Sunan Kalijaga, salah satu anggota Wali Songo, dipercaya sebagai tokoh yang pertama kali memperkenalkan tradisi Lebaran Ketupat. Ini adalah strategi dakwah yang jenius, menggunakan media lokal yang sudah dikenal (janur) untuk menyematkan ajaran spiritual yang baru.

1. Makna Simbolis Ketupat (Kupat)

Dalam bahasa Jawa, 'kupat' diyakini merupakan kependekan dari dua frasa penting yang berkaitan erat dengan ajaran Islam dan etika sosial:

A. Ngaku Lepat (Mengakui Kesalahan)

Bagian pertama, *Ngaku Lepat*, secara harfiah berarti 'mengakui kesalahan'. Setelah sebulan penuh menahan diri dan mengikuti syariat di bulan Ramadan, Idulfitri menjadi momen pembersihan. Ketupat yang disajikan seminggu setelahnya adalah penutup formal dari siklus penyucian tersebut, momen di mana seseorang secara tulus datang kepada kerabat dan tetangga untuk mengakui kesalahan yang mungkin telah diperbuat, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Ini adalah puncak dari silaturahmi, yang diwujudkan melalui ritual bermaaf-maafan.

B. Laku Papat (Empat Tindakan)

Bagian kedua, *Laku Papat*, merujuk pada empat tindakan utama yang wajib dilakukan oleh seorang Muslim setelah menjalani puasa:

1. Lebaran: Berakhirnya puasa, pintu ampunan terbuka lebar.
2. Luberan: Melimpah atau memberi sedekah. Ini terkait dengan zakat fitrah dan semangat berbagi kepada sesama yang membutuhkan.
3. Leburan: Melebur, yang berarti terhapusnya dosa dan kesalahan. Ini adalah tujuan utama dari keseluruhan ritual puasa dan perayaan.
4. Laburan: Mengecat atau membersihkan. Ini melambangkan pembersihan diri lahir dan batin, kembali suci seperti bayi yang baru lahir, di mana hati telah dicat putih kembali.

2. Simbolisme Janur dan Isi Beras

Bukan hanya namanya, bentuk fisik ketupat juga menyimpan makna filosofis yang sangat kaya:

• Janur (Daun Kelapa Muda): Berasal dari kata bahasa Arab, 'Ja'a Nur' yang berarti 'telah datang cahaya'. Janur kuning yang melambai-lambai saat Lebaran Ketupat melambangkan cahaya kemenangan setelah sebulan berjuang melawan hawa nafsu.
• Anyaman Ketupat yang Rumit: Anyaman yang saling mengikat melambangkan kerumitan dan kesalahan hidup manusia yang saling tumpang tindih. Namun, ketika beras (kesucian) dimasukkan ke dalamnya dan dimasak hingga padat, ia menjadi utuh.
• Isi Beras Putih: Setelah dimasak, beras yang tadinya terpisah-pisah menyatu menjadi satu blok nasi yang padat dan berwarna putih bersih. Ini melambangkan kesucian hati setelah semua dosa (anyaman rumit) telah diampuni dan dileburkan. Soliditasnya melambangkan persatuan dan kesatuan setelah konflik sosial diredam melalui maaf-maafan.

II. Proses Kreatif dan Teknis Pembuatan Ketupat

Membuat ketupat adalah sebuah seni yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran, proses ini seringkali menjadi momen komunal di pedesaan, di mana ibu-ibu dan anak-anak berkumpul bersama menjelang Lebaran Ketupat untuk menganyam. Pembuatan ketupat yang baik menentukan kualitas hidangan, karena jika anyaman longgar, air akan meresap terlalu banyak, membuat ketupat lembek.

1. Seni Menganyam Selongsong Ketupat

Anyaman ketupat dimulai dari dua helai janur yang berbeda. Jika disatukan, kedua helai ini harus menghasilkan sebuah wadah tertutup yang sempurna. Proses anyaman ini membutuhkan keahlian khusus. Ketupat yang paling umum memiliki pola 1-2-1 atau 2-2-2 (jumlah lilitan dan ujung). Ketelitian dalam mengunci setiap lilitan adalah kunci agar ketupat tidak terbuka saat direbus selama berjam-jam.

2. Pengisian Beras dan Teknik Memasak

Beras yang digunakan haruslah beras berkualitas baik dan telah dicuci bersih. Ketupat tidak boleh diisi terlalu penuh. Idealnya, selongsong ketupat hanya diisi sekitar 2/3 bagian. Ruang kosong ini sangat penting agar beras memiliki tempat untuk mengembang dan memadat, menghasilkan tekstur yang kenyal dan merata.

Proses perebusan ketupat adalah maraton kuliner yang membutuhkan kesabaran. Ketupat harus dimasak dalam air mendidih terus-menerus selama minimal 4 hingga 6 jam. Kunci keberhasilan terletak pada:

• Air Harus Selalu Menutupi: Pastikan ketupat selalu terendam sempurna. Jika air menyusut, harus segera ditambahkan air mendidih agar proses pematangan tidak terhenti.
• Membalik Ketupat: Setelah sekitar 2-3 jam, ketupat harus dibalik agar matang merata di semua sisi.
• Pendinginan Optimal: Setelah matang sempurna (cirinya sangat padat dan keras), ketupat harus segera diangkat dan digantung (didinginkan dengan diangin-anginkan). Ini berfungsi untuk mengeringkan permukaan dan mencegah ketupat cepat basi. Pendinginan yang baik membuat ketupat bisa bertahan hingga 3-4 hari tanpa perlu dimasukkan ke kulkas.

III. Kuliner Pendamping: Kombinasi Sempurna Ketupat

Ketupat hanyalah kanvas. Kenikmatan sejati Lebaran Ketupat terletak pada hidangan kaya rempah yang disajikan bersamanya. Hidangan ini tidak hanya lezat tetapi juga mengandung filosofi yang sama tentang persatuan dan kekayaan Nusantara. Kombinasi yang paling ikonik adalah Ketupat dengan Opor Ayam dan Sayur Labu Siam, dilengkapi Sambal Goreng Ati.

1. Opor Ayam Putih: Lambang Kesucian dan Kelembutan

Opor Ayam, khususnya versi putih tanpa kunyit yang dominan, melambangkan hati yang telah suci. Kuah santan yang lembut dan kaya rempah menjadi representasi kehangatan keluarga. Opor Ayam adalah hidangan wajib yang mempersatukan rasa gurih, manis, dan sedikit pedas.

Resep Inti Opor Ayam untuk 10 Porsi (Detail Proses 1.200 Kata)

Untuk mencapai kekayaan rasa yang maksimal, opor ayam memerlukan persiapan bumbu halus yang matang dan proses perebusan yang lambat agar santan tidak pecah.

A. Bahan-bahan Utama:

• 1,5 kg ayam segar (potong menjadi 10-12 bagian).
• 1 liter santan kental (dari 1 butir kelapa).
• 750 ml santan encer.
• 2 batang serai (memarkan).
• 4 lembar daun salam.
• 5 lembar daun jeruk.
• 1 ruas jari lengkuas (memarkan).
• Garam, gula, dan penyedap secukupnya.

B. Bumbu Halus (Kunci Rasa):

Proporsi bumbu halus harus seimbang antara rasa pedas (jika menggunakan cabai) dan aroma wangi dari rempah biji.

• 15 siung bawang merah (dijaga agar tidak terlalu banyak untuk mencegah rasa pahit).
• 8 siung bawang putih (sebagai penguat rasa gurih).
• 3 cm jahe (untuk menghilangkan bau amis ayam).
• 3 cm kencur (optional, memberikan aroma khas Jawa).
• 4 butir kemiri sangrai (pengental alami dan penambah rasa gurih).
• 1 sendok teh ketumbar sangrai (aroma rempah wajib opor).
• 1/2 sendok teh jintan sangrai (memberi kehangatan).
• Lada putih secukupnya.

C. Metode Memasak Opor Ayam (Proses Perebusan Lambat):

1. Menyiapkan Bumbu: Blender atau ulek semua bahan bumbu halus hingga benar-benar lembut. Kunci kelezatan opor adalah bumbu yang sangat halus.
2. Menumis Bumbu: Panaskan sedikit minyak dalam panci besar. Tumis bumbu halus bersama serai, daun salam, daun jeruk, dan lengkuas. Tumis hingga harum dan bumbu benar-benar matang (berubah warna lebih gelap dan minyaknya keluar). Proses menumis ini harus dilakukan minimal 10-15 menit dengan api kecil hingga sedang. Jika bumbu tidak matang, opor akan cepat basi.
3. Memasukkan Ayam: Masukkan potongan ayam ke dalam tumisan bumbu. Aduk rata hingga ayam terlumuri bumbu dan permukaannya berubah warna menjadi pucat. Masak sebentar hingga ayam mengeluarkan sedikit air.
4. Penambahan Santan Encer: Tuangkan santan encer. Didihkan sambil sesekali diaduk perlahan agar santan tidak pecah. Masak hingga ayam setengah matang dan kuah sedikit menyusut, memungkinkan rempah meresap ke dalam serat daging (sekitar 20-30 menit).
5. Penambahan Santan Kental: Setelah ayam empuk, kecilkan api. Tuangkan santan kental. Pada tahap ini, pengadukan harus dilakukan lebih sering dan lebih hati-hati. Gunakan api yang sangat kecil. Santan tidak boleh mendidih terlalu keras, hanya boleh "menggelora" perlahan.
6. Penyelesaian Rasa: Tambahkan garam, gula pasir, dan sedikit penyedap rasa. Koreksi rasa hingga mencapai keseimbangan gurih yang kaya dan sedikit manis. Masak sekitar 15-20 menit lagi hingga kuah mengental secara alami dan minyak dari santan (blondo) mulai muncul di permukaan, menandakan opor matang sempurna.

2. Sayur Labu Siam (Sayur Godog): Kelembutan Pelengkap

Sayur godog atau Sayur Labu Siam adalah pelengkap tekstur yang memberikan kesegaran dan sedikit rasa pedas pada hidangan Lebaran Ketupat. Penggunaan santan encer dalam sayur ini menyeimbangkan kekayaan santan kental pada opor.

Resep Sayur Labu Siam (Proses 1.000 Kata)

A. Bahan-bahan Utama:

• 2 buah labu siam besar (potong korek api).
• 100 gram udang rebon kering (penguat rasa umami).
• 300 ml santan kental.
• 1 liter santan encer.
• 2 lembar daun salam.
• 1 ruas lengkuas.

B. Bumbu Halus Sayur:

• 8 siung bawang merah.
• 5 siung bawang putih.
• 5 butir kemiri sangrai.
• 1 sendok teh terasi bakar (memberi kedalaman rasa).
• 7-10 buah cabai merah besar dan cabai rawit (sesuaikan tingkat kepedasan).

C. Metode Memasak Sayur Labu:

1. Persiapan Labu: Labu siam harus dihilangkan getahnya. Caranya, potong labu menjadi dua dan gesekkan kedua belahan hingga getah putih keluar. Cuci bersih, lalu potong memanjang tipis. Remas labu dengan sedikit garam, lalu bilas. Proses ini memastikan labu tetap renyah dan tidak terlalu bergetah.
2. Menumis Bumbu dan Rebon: Tumis bumbu halus hingga harum dan matang. Masukkan udang rebon, aduk hingga rebon harum dan sedikit garing. Masukkan daun salam dan lengkuas.
3. Memasak Santan Encer: Tuangkan santan encer. Didihkan. Setelah mendidih, masukkan potongan labu siam. Masak hingga labu melunak tetapi masih memiliki sedikit tekstur renyah (al dente).
4. Mengentalkan Kuah: Tuangkan santan kental. Kecilkan api. Bumbui dengan garam dan gula secukupnya. Penting: Selama penambahan santan kental, aduk terus menerus di bagian bawah agar santan tidak pecah.
5. Finishing: Masak hingga kuah mendidih perlahan dan semua bumbu meresap sempurna. Kekuatan rasa Sayur Godog sangat bergantung pada terasi bakar dan udang rebon yang digunakan.

3. Sambal Goreng Ati: Kekayaan Rasa Kontras

Sambal Goreng Ati (ampela ayam atau sapi) adalah hidangan wajib yang memberikan elemen rasa pedas manis dan tekstur padat, kontras dengan kelembutan opor dan sayur. Warna merahnya yang mencolok melambangkan keberanian untuk memulai lembaran baru dalam hidup.

Resep Sambal Goreng Ati (Proses 900 Kata)

A. Bahan-bahan Utama:

• 500 gram hati dan ampela ayam (rebus hingga matang, potong dadu).
• 200 gram kentang (potong dadu kecil, goreng hingga berkulit).
• 1 papan petai (opsional, tetapi sangat dianjurkan untuk aroma khas Lebaran).
• 1 ruas jari asam Jawa (larutkan dengan air panas).
• 3 sendok makan gula merah sisir.

B. Bumbu Halus Sambal:

• 12 buah cabai merah keriting.
• 5 buah cabai rawit merah (jika suka sangat pedas).
• 8 siung bawang merah.
• 4 siung bawang putih.
• 1/2 sendok teh terasi.

C. Metode Memasak Sambal Goreng:

1. Persiapan Hati Ampela: Rebus hati dan ampela dengan sedikit jahe dan daun salam untuk menghilangkan bau amis. Setelah dingin, potong dadu ukuran 1 cm. Sisihkan.
2. Menggoreng Kentang: Goreng potongan kentang hingga matang dan sedikit garing. Angkat dan tiriskan.
3. Menumis Bumbu: Tumis bumbu halus hingga benar-benar matang, ini adalah kunci agar sambal goreng memiliki warna merah yang indah dan tidak langu. Masukkan daun salam, serai, dan lengkuas. Tumis hingga harum.
4. Penambahan Bahan Utama: Masukkan potongan hati ampela. Aduk rata. Masukkan gula merah, larutan asam Jawa, dan sedikit garam. Masak hingga gula merah larut dan menjadi karamel.
5. Memasukkan Petai dan Kentang: Masukkan irisan petai (jika menggunakan) dan kentang yang sudah digoreng. Aduk cepat.
6. Penyelesaian Rasa: Kecilkan api. Masak hingga bumbu mengering dan melumuri semua bahan dengan sempurna. Sambal Goreng Ati harus memiliki tekstur yang relatif kering dan berminyak, tidak berkuah seperti opor.

IV. Variasi Regional Tradisi Lebaran Ketupat

Meskipun Lebaran Ketupat paling identik dengan Jawa, tradisi serupa dengan Ketupat sebagai pusat hidangan menyebar luas ke seluruh kepulauan, masing-masing membawa ciri khas dan pendamping kuliner yang unik.

1. Jawa Tengah dan Yogyakarta

Di wilayah ini, ketupat disajikan bersama *Gudeg* dan *Sayur Gori (nangka muda)* selain opor. Gudeg yang manis dan gurih, dimasak berjam-jam hingga warnanya coklat tua, memberikan kontras rasa yang menenangkan terhadap rasa opor yang lebih asin. Filosofi gudeg yang dimasak perlahan melambangkan kesabaran dan proses hidup yang panjang.

2. Sumatra Barat (Minangkabau)

Di Minangkabau, ketupat dikenal sebagai *Katupek* dan disajikan dengan kuah yang jauh lebih pedas dan kaya rempah, sering disebut *Gulai Ketupat*. Kuah gulainya biasanya mengandung nangka muda, pakis, atau rebung. Perbedaannya sangat jelas: sementara Jawa cenderung menggunakan opor santan putih/kuning yang lembut, Sumatra menggunakan gulai merah yang intens dan berminyak. Ketupat di Padang seringkali dijual dalam bentuk siap saji setiap hari, tetapi perayaannya pada hari ketujuh tetap istimewa.

3. Kalimantan Selatan (Banjar)

Di suku Banjar, Ketupat Lebaran disajikan dengan *Soto Banjar*. Soto ini memiliki kuah bening yang kaya akan rempah (terutama kapulaga, cengkeh, dan pala) dan dihiasi dengan telur bebek, perkedel kentang, dan suwiran ayam. Meskipun soto biasanya dimakan dengan nasi atau lontong, pada saat Lebaran Ketupat, hidangan ini wajib dipasangkan dengan ketupat. Tradisi Banjar juga sering menyajikan *Laksa Banjar* (dengan kuah santan kental dan ikan) sebagai alternatif.

4. Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)

Masyarakat Bugis dan Makassar memiliki perayaan serupa yang disebut *Lebaran Topat*. Di sini, ketupat disandingkan dengan *Coto Makassar* atau *Konro*. Ini menunjukkan adaptasi yang unik; kuah kacang atau kaldu gelap yang kaya dari Coto Makassar menjadi pengganti kuah santan tradisional Jawa. Ketupat dipotong-potong dan direndam dalam kuah Coto yang sangat kental dan berempah, memberikan kombinasi yang kuat dan berbeda.

V. Kontinuitas Budaya dan Perekonomian Lokal

Tradisi Lebaran Ketupat tidak hanya bertahan karena nilai spiritualnya, tetapi juga karena perannya sebagai penggerak roda ekonomi mikro lokal. Permintaan mendadak akan bahan-bahan tertentu menjelang hari H menciptakan lonjakan aktivitas ekonomi yang signifikan di tingkat akar rumput.

1. Dampak Ekonomi Janur dan Beras

Menjelang hari ketujuh Idulfitri, harga janur kelapa muda melonjak drastis. Banyak pedagang musiman bermunculan, menjual anyaman ketupat siap isi. Di beberapa daerah sentra pertanian, tradisi ini memastikan petani beras lokal mendapatkan permintaan besar, karena setiap keluarga membutuhkan beras dalam jumlah besar untuk diolah menjadi ketupat dan lontong.

Lebih jauh lagi, bagi para pengrajin janur, Lebaran Ketupat adalah puncak rezeki tahunan. Mereka bukan sekadar menjual janur, tetapi juga menjual keterampilan menganyam yang diwariskan turun-temurun. Keterampilan ini menjadi penting karena anyaman janur yang baik menentukan ketahanan ketupat saat direbus selama berjam-jam.

2. Pelestarian Resep Warisan

Perayaan ini juga memastikan pelestarian resep-resep klasik Nusantara. Setiap hidangan pendamping (Opor, Gulai, Rendang, Sayur Labu) harus dimasak dengan bumbu lengkap dan proses tradisional. Generasi muda seringkali diwajibkan untuk terlibat dalam proses memasak yang memakan waktu lama ini, memastikan pengetahuan tentang takaran rempah, teknik menumis bumbu hingga matang, dan cara menjaga kualitas santan tetap utuh.

Integrasi Filosofis dalam Proses Memasak

Proses memasak yang memakan waktu lama, seperti merebus ketupat selama enam jam, atau memasak rendang yang membutuhkan lima hingga delapan jam, memiliki nilai filosofis tersendiri. Ini adalah pelajaran tentang kesabaran, kehati-hatian, dan dedikasi. Makanan yang disajikan pada Lebaran Ketupat bukanlah makanan cepat saji, melainkan hasil dari perjuangan yang panjang, mencerminkan perjuangan spiritual selama Ramadan dan Syawal.

VI. Rendang dan Hidangan Berat Lainnya dalam Konteks Ketupat

Meskipun opor ayam adalah primadona di Jawa, di banyak daerah, terutama di Sumatra, Rendang menjadi pasangan yang tak terpisahkan dari ketupat. Rendang, yang dikenal sebagai salah satu makanan paling lezat di dunia, memiliki filosofi konservasi dan ketahanan, melambangkan komitmen yang abadi.

1. Filosofi Rendang: Tiga Elemen Penting

Dalam adat Minangkabau, rendang tidak hanya dinilai dari rasanya, tetapi dari tiga elemen utamanya yang memiliki nilai filosofis:

• Daging (Darek): Melambangkan Niniak Mamak dan Bundo Kanduang (tokoh-tokoh adat dan pimpinan masyarakat), yang menjadi pusat kekuatan komunitas.
• Santan (Karambia): Melambangkan Cadiak Pandai (kaum intelektual atau cendekiawan) yang memberikan kontribusi dalam pemikiran dan keahlian.
• Cabai dan Bumbu (Lado): Melambangkan Alim Ulama, yang bertugas memberikan pedoman syariat dan spiritual. Pedasnya cabai adalah representasi dari ketegasan dalam menegakkan kebenaran.

Ketika rendang disajikan bersama ketupat, ia menjadi hidangan yang lengkap, mewakili seluruh lapisan masyarakat yang bersatu dalam satu wadah kesucian (ketupat).

Proses Memasak Rendang Daging Sapi (Proses 1.100 Kata)

Rendang terbaik adalah rendang yang dimasak dengan kayu bakar atau api kecil yang stabil selama minimal delapan jam. Proses ini memindahkan semua cairan santan ke dalam serat daging, menjadikannya awet dan kaya rasa.

A. Bahan-bahan Utama Rendang:

• 1 kg daging sapi segar (potong besar, sekitar 12 potong).
• 1 liter santan kental murni (perasan pertama).
• 750 ml santan encer.
• Asam Kandis dan Gula Merah.
• Daun kunyit, daun jeruk, serai, dan lengkuas (pengikat aroma).

B. Bumbu Halus Rendang (Padat dan Kuat):

Kunci rendang adalah penggunaan bawang merah yang melimpah dan rempah biji yang diolah secara tradisional.

• 200 gram cabai merah keriting (memberi warna merah yang intens).
• 150 gram bawang merah.
• 8 siung bawang putih.
• 1 ruas jahe, 1 ruas kunyit, 1 ruas lengkuas.
• 1 sendok makan ketumbar, 1/2 sendok teh jintan.
• 10 butir kemiri sangrai.

C. Metode Memasak Rendang (Proses Merandang):

1. Menyiapkan Bumbu: Blender atau ulek semua bumbu halus hingga sangat lembut.
2. Memasak Santan: Dalam wajan besar, masukkan santan encer dan santan kental bersama semua bumbu halus, daun-daunan (kunyit, jeruk, salam), serai, dan lengkuas. Masak dengan api besar sambil terus diaduk hingga santan mendidih.
3. Tahap Awal (Gulai): Setelah santan mendidih, masukkan potongan daging. Kecilkan api sedikit. Jangan pernah berhenti mengaduk santan selama 30-45 menit pertama untuk mencegah santan pecah. Pada tahap ini, kuah masih banyak dan disebut *Gulai*.
4. Tahap Tengah (Kalio): Setelah sekitar 2-3 jam, kuah akan menyusut dan mengental menjadi minyak. Warna masakan berubah menjadi cokelat muda. Ini disebut *Kalio* (rendang setengah jadi). Daging pada tahap ini sudah empuk tetapi belum sepenuhnya meresap.
5. Tahap Akhir (Rendang): Lanjutkan memasak dengan api sangat kecil, aduk sesekali. Kuah akan terus mengering, minyak santan (minyak blondo) akan keluar dan melumuri daging. Proses ini bisa memakan waktu 4-6 jam tambahan. Daging harus benar-benar menyerap semua bumbu dan menjadi hitam pekat. Rendang yang sempurna memiliki tekstur kering, awet, dan warnanya gelap.

VII. Dimensi Sosial dan Spiritualitas Lebaran Ketupat

Lebaran Ketupat bukan hanya tentang makanan lezat; ia adalah puncak dari interaksi sosial yang terstruktur. Perayaan ini berfungsi sebagai mekanisme sosial untuk memperkuat ikatan kekerabatan dan persatuan masyarakat.

1. Fungsi Silaturahmi Lanjutan

Di banyak desa, Idulfitri hari pertama dikhususkan untuk keluarga inti dan orang tua. Lebaran Ketupat, yang jatuh pada hari ketujuh, seringkali menjadi hari khusus untuk mengunjungi tetangga, kerabat jauh, dan terutama untuk saling bertukar hidangan. Proses ini memastikan bahwa silaturahmi yang sudah dimulai tidak terputus, melainkan mencapai klimaksnya.

2. Simbol Keseimbangan dan Kesempurnaan

Puasa Ramadan adalah latihan menahan diri. Puasa Syawal adalah penyempurnaan spiritual. Ketupat, dengan bentuknya yang utuh dan padat, melambangkan tercapainya kesempurnaan dan keseimbangan hidup setelah melalui dua fase puasa tersebut. Ini adalah deklarasi bahwa individu tersebut telah kembali ke fitrah dan siap menghadapi tantangan hidup dengan hati yang bersih.

3. Tradisi 'Njawil' atau Pembedahan Ketupat

Dalam beberapa tradisi Jawa, terdapat ritual saat menyantap ketupat yang disebut 'njawil' atau 'membelah'. Ketupat harus dibelah dua secara horizontal, melambangkan terbukanya hati dan dihilangkannya jarak. Beras putih di dalamnya adalah bukti bahwa hati telah bersih, dan proses memakannya bersama lauk pauk adalah simbol penerimaan dan rekonsiliasi total terhadap kesalahan masa lalu.

Kesimpulannya, Lebaran Ketupat adalah warisan budaya yang tak ternilai. Ia adalah perpaduan harmonis antara nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal. Di balik anyaman janur dan kuah santan yang gurih, tersembunyi pesan mendalam tentang pengakuan kesalahan, penyucian diri, dan pentingnya menjaga keutuhan komunitas. Ini adalah tradisi yang terus hidup dan diwariskan, memastikan bahwa makna kesempurnaan perayaan Lebaran tetap abadi di Nusantara.